Sosok
Beranda » Berita » Kiprah Aisyah binti Sa’ad: Perempuan Cendekia dari Madinah

Kiprah Aisyah binti Sa’ad: Perempuan Cendekia dari Madinah

Aisyah binti Sa'ad
Ilustrasi Aisyah binti Sa'ad (Foto: Istimewa)

SURAU.CO – Dalam perjalanan sejarah Islam, banyak orang sering melupakan peran perempuan, padahal mereka berkontribusi besar dalam pengembangan ilmu dan penyebaran hadis. Salah satu tokoh teladan dalam bidang ini adalah Aisyah binti Sa’ad bin Abi Waqqash, seorang ulama perempuan yang menjadi referensi bagi para imam besar, termasuk Imam Malik bin Anas, pendiri mazhab Maliki. Para ulama mengakui keilmuannya sebagai sumber yang terpercaya dalam meriwayatkan hadis Nabi Muhammad saw.

Aisyah binti Sa’ad lahir pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan Perempuan Cendekia dari Madinah, sekitar tahun 33 H. Ia tumbuh di lingkungan keluarga yang penuh keimanan dan keilmuan. Ayahnya, Sa’ad bin Abi Waqqash, termasuk salah satu dari sepuluh sahabat Nabi yang dijamin masuk surga. Ia juga menjadi orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah dan berjuang dalam perang Badar, Uhud, serta Khandaq.

Aisyah tumbuh di rumah yang sarat dengan keberkahan dan keteladanan. Ayahnya seorang Mustajab al-Dakwah , karena setiap doanya selalu Allah kabulkan. Sejak kecil, Aisyah terbiasa mengikuti majelis ilmu dan mengikuti diskusi keagamaan di rumahnya. Lingkungan itu membentuk pribadi yang cinta ilmu dan memiliki fondasi keilmuan yang kuat.

Penimba Ilmu di Madrasah Ummahatul Mukminin

Aisyah menempuh perjalanan intelektualnya dengan menimba ilmu di madrasah Ummahatul Mukminin , terutama kepada Aisyah binti Abu Bakar , istri Rasulullah saw. yang dikenal sebagai salah satu ulama perempuan paling berilmu di masa sahabat. Dari mereka, Aisyah mempelajari hadis, fikih, serta tata cara ibadah seperti shalat dan wudhu.

Ia terus memperdalam ilmunya hingga masyarakat Madinah mengenalnya sebagai perempuan ahli fikih dan hadis. Dalam kitab al-Ma’rifah wa at-Tarikh karya Al-Basawi, para ulama mencatat namanya sebagai salah satu guru besar yang mendidik banyak ulama terkemuka.

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

Para ulama menaruh kepercayaan besar pada riwayat hadis yang Aisyah sampaikan. Imam Malik bin Anas , sebagaimana dijelaskan dalam Tahdzib at-Tahdzib karya Ibnu Hajar al-Asqalani, hanya meriwayatkan hadis dari satu perempuan, yaitu Aisyah binti Sa’ad . Hal ini menunjukkan betapa tingginya tingkat keilmuan dan keutuhannya sebagai perawi hadis.

Selain Imam Malik, beberapa tokoh besar seperti Imam Bukhari, Ayub as-Sakhtiyani, al-Hakam bin Utaibah, dan Muhajir bin Mismar juga meriwayatkan hadis darinya. Para ulama mengakui Aisyah sebagai perawi yang tsiqah (terpercaya) dan sangat teliti dalam menjaga keaslian hadis Nabi saw.

Ulama Perempuan Ahli Fikih dan Teladan Ibadah

Aisyah tidak hanya menonjol dalam bidang ilmu, tetapi juga menunjukkan keteladanan dalam ibadah. Salah satu muridnya, Ubaidah binti Nabil , pernah menceritakan bahwa ketika berwudhu, Aisyah selalu melepaskan dua cincin peraknya agar air mengenai seluruh jari-jarinya. Ia menerapkan sunnah wudhu Nabi saw. dengan sangat hati-hati dan teliti.

Aisyah juga rajin menghadiri shalat berjamaah di Masjid Nabawi , terutama pada waktu Subuh dan Isya. Setiap kali keluar rumah, ia selalu menaati petunjuk Nabi saw. tentang adab berpakaian dan menjaga kehormatan diri. Ia menampilkan keseimbangan antara ilmu, amal, dan ketakwaan dalam kehidupannya sehari-hari.

Aisyah binti Sa’ad mewariskan banyak riwayat hadis yang kini menjadi bagian penting dari khazanah keilmuan Islam. Ia meriwayatkan hadis tentang anjuran menjenguk orang sakit dan berzikir menggunakan tasbih atau kerikil . Para ahli hadis mencatat riwayat-riwayat itu dalam berbagai kitab hadis yang sahih.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Melalui hadis-hadis yang ia ajarkan, Aisyah menjaga kemurnian ajaran Islam dan menjamin sabda Nabi saw. tetap tersampaikan kepada generasi berikutnya. Ia berperan sebagai penghubung antara generasi sahabat dan tabi’in dalam menjaga keaslian ilmu dan hadis Nabi.

Teladan bagi Perempuan Muslim

Kehidupan Aisyah binti Sa’ad memberikan inspirasi besar bagi umat Islam, khususnya bagi perempuan. Ia membuktikan bahwa perempuan mampu berperan penting dalam membangun peradaban dan mengembangkan ilmu pengetahuan Islam. Dengan ketekunan dan kecerdasannya, Aisyah menepis anggapan bahwa perempuan tidak bisa menjadi ahli ilmu agama.

Aisyah tidak merasa cukup hanya karena dia putri sahabat besar Nabi. Ia justru menjadikan penghargaan itu sebagai motivasi untuk memperdalam ilmu dan mengamalkannya. Ia memahami bahwa kemuliaan sejati terletak pada amal dan ilmu yang bermanfaat, bukan pada garis keturunan.

Aisyah binti Sa’ad wafat pada tahun 177 H dalam usia hampir 80 tahun. Ia meninggalkan warisan ilmu yang luar biasa, yang terus menginspirasi generasi ulama setelahnya. Nama Aisyah tetap bersinar sebagai simbol keteguhan, kecerdasan, dan dedikasi dalam menegakkan ilmu serta kebenaran.

Rasulullah saw. bersabda:
“Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkannya jalan menuju surga.” (HR.Muslim).

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Hadis ini menggambarkan perjalanan hidup Aisyah binti Sa’ad. Ia menapaki jalan ilmu dengan penuh keikhlasan hingga Allah menjadikan banyak ulama besar mendapatkan manfaat dari ilmunya. Sosoknya layak dikenal sebagai permata peradaban Islam — perempuan berilmu, berakhlak, dan pengaruh yang cahayanya terus bersinar dalam sejarah umat Islam.

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement