Khazanah
Beranda » Berita » Ijtihad: Jalan Dinamis Menjawab Tantangan Zaman

Ijtihad: Jalan Dinamis Menjawab Tantangan Zaman

Ijtihad: Jalan Dinamis Menjawab Tantangan Zaman
Ilustrasi (Foto: Net)

SURAU.CO – Dalam kehidupan manusia yang terus berkembang, muncul berbagai persoalan baru yang belum pernah ada pada masa Nabi Muhammad SAW. Perubahan zaman, kemajuan teknologi, dan dinamika sosial menimbulkan tantangan baru dalam memahami serta menerapkan hukum Islam. Dalam situasi seperti inilah ijtihad menjadi sangat penting. Ijtihad hadir sebagai solusi yang dinamis untuk menjawab kebutuhan hukum Islam agar tetap relevan sepanjang masa.

Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata jahada yang berarti bersungguh-sungguh. Secara istilah, ijtihad adalah usaha sungguh-sungguh seorang ulama atau mujtahid dalam menggali hukum syariat dari sumber-sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan hadis, ketika tidak ada nash yang secara tegas menjelaskan hukum suatu persoalan. Dengan kata lain, ijtihad adalah proses berpikir secara mendalam untuk menemukan hukum Islam terhadap masalah-masalah baru yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam sumber utama.

Ijtihad tidak berarti menciptakan hukum baru di luar syariat, melainkan menafsirkan, memahami, dan menerapkan prinsip-prinsip syariat dalam konteks kehidupan yang berubah. Oleh karena itu, ijtihad merupakan wujud dari keteguhan dan keteguhan hukum Islam dalam mengatur kehidupan manusia sepanjang zaman.

Dasar Hukum Ijtihad

Ijtihad memiliki dasar yang kuat dalam Al-Qur’an dan hadis. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 59:

“Maka jika kamu berselisih dalam sesuatu, kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (hadis), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Ayat ini menegaskan bahwa sumber hukum Islam menjadi landasan untuk menyelesaikan setiap persoalan. Namun, ketika tidak ada penjelasan yang tegas, maka perlu pemahaman yang mendalam yaitu peran ijtihad.

Rasulullah SAW juga memberi dasar bagi ijtihad dalam hadis ketika beliau mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman. Nabi bertanya, “Dengan apa kamu akan memutuskan perkara?” Mu’adz menjawab, “Dengan Kitabullah.”. Nabi bertanya lagi, “Jika kamu tidak menemukannya di Kitabullah?” Ia menjawab, “Dengan Sunnah Rasulullah.”. Kemudian bertanya lagi, “Jika kamu tidak melihat ke dalam Sunnah Rasulullah?” Mu’adz menjawab, “Aku akan berijtihad dengan pendapatku.” Rasulullah kemudian menepuk dadanya dan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasul-Nya terhadap sesuatu yang diridhai Rasulullah.” (HR. Abu Dawud,  juga diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ahmad)

Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW mengakui ijtihad sebagai metode yang sah dalam menegakkan hukum Islam ketika tidak ada dalil yang eksplisit.

Syarat dan Kualifikasi Mujtahid

Tidak semua orang dapat melakukan ijtihad. Seorang mujtahid harus memiliki kemampuan ilmiah dan keilmuan yang mendalam dalam berbagai bidang. Beberapa syarat utama seorang mujtahid antara lain:

  1. Menguasai Al-Qur’an dan hadis, baik dari segi isi maupun maknanya.
  2. Mengetahui bahasa Arab dengan baik, karena Al-Qur’an dan hadis ditulis dalam bahasa Arab yang kaya makna.
  3. Memahami ushul fikih, yaitu kaidah-kaidah untuk menggali hukum dari sumber-sumber syariat.
  4. Mengerti maqashid syariah , yaitu tujuan-tujuan umum dari syariat Islam seperti menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
  5. Memiliki kemampuan berpikir logis dan hati yang bersih, agar ijtihadnya tidak mempengaruhi hawa nafsu.

Macam-Macam Ijtihad

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Ijtihad memiliki berbagai bentuk, tergantung pada metode dan tujuan, yaitu:

  1. Ijtihad bayani, yaitu upaya menjelaskan dan menafsirkan teks Al-Qur’an dan hadis yang masih bersifat umum atau samar.
  2. Ijtihad qiyasi, yaitu menetapkan hukum suatu masalah baru dengan analogi (qiyas) terhadap masalah yang sudah ada hukumnya. Misalnya, pengharaman narkoba dianalogikan dengan khamar karena sama-sama memabukkan.
  3. Ijtihad istislahi, yaitu menetapkan hukum berdasarkan kemaslahatan umum (maslahah mursalah) selama tidak bertentangan dengan prinsip syariat.
  4. Ijtihad istihsani, yaitu memilih hukum yang dianggap lebih ringan atau lebih bermanfaat bagi masyarakat dalam kondisi tertentu.

Macam-macam ijtihad ini menunjukkan betapa luasnya ruang berpikir dalam Islam, sekaligus menjaga agar hukum Islam tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat di setiap zaman.

Peran Ijtihad dalam Kehidupan Modern

Perkembangan zaman menimbulkan banyak persoalan baru: transaksi digital, teknologi kedokteran, keuangan syariah, hingga persoalan lingkungan hidup  yang tidak ditemukan langsung dalam nash Al-Qur’an atau hadis. Oleh karena itu, ijtihad menjadi sangat penting untuk menyesuaikan hukum Islam dengan realitas kehidupan modern tanpa meninggalkan nilai-nilai syariat.

Contohnya, para ulama melakukan ijtihad dalam menentukan hukum bank syariah, asuransi syariah, dan vaksinasi dalam konteks darurat kesehatan. Semua itu melalui kajian mendalam terhadap prinsip keadilan, kemaslahatan, dan pencegahan kerusakan (dar’u al-mafasid).

Ijtihad merupakan bukti bahwa hukum Islam bersifat fleksibel dan adaptif. Ia bukan sistem hukum yang kaku, melainkan pedoman hidup yang selalu relevan sepanjang masa. Melalui ijtihad, para ulama berperan menjaga keseimbangan antara teks wahyu dan realitas kehidupan manusia.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Dengan demikian, ijtihad adalah solusi yang memungkinkan Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin)—agama yang tidak hanya mengatur kehidupan di masa lalu, tetapi juga memberikan panduan bagi umat manusia dalam menghadapi tantangan zaman modern.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement