SURAU.CO – Setiap manusia mendambakan rezeki yang berlimpah. Banyak orang bekerja keras untuk memiliki rumah megah, kendaraan mewah, tabungan besar, dan kehidupan yang serba cukup. Semua itu mereka anggap sebagai simbol keberhasilan dan bukti bahwa Allah telah menganugerahkan rezeki besar. Namun, apakah kemewahan duniawi benar-benar menjadi bentuk rezeki yang paling sempurna? Dalam pandangan Islam, ukuran rezeki tidak terletak pada jumlah harta, tetapi pada sejauh mana rezeki itu mendekatkan seseorang kepada keridhaan Allah.
Rasulullah SAW menjelaskan sifat dasar manusia dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim:
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia akan menginginkan dua lembah lainnya. Dan tidak akan memenuhi mulut selain tanah (kematian). Namun Allah menerima tobat orang yang memenuhi syarat.”
Hadis ini menunjukkan bahwa manusia selalu merasa kurang. Sebanyak apa pun hartanya, ia tidak pernah puas. Ketika seseorang memiliki satu rumah, ia menginginkan rumah lainnya. Setelah memiliki banyak harta, ia tetap berusaha menambahnya. Sifat tamak seperti ini membuat manusia lupa bahwa rezeki sejati bukan hanya berbentuk materi, melainkan juga ketenangan, kesehatan, dan keberkahan yang Allah sertakan bersama nikmati itu.
Ragam Rezeki yang Wajib Kita Syukuri
Allah Ta’ala melimpahkan rezeki dalam berbagai bentuk kepada setiap hamba-Nya. Dia memberi kita kekayaan materi, kesehatan, keluarga yang harmonis, anak-anak yang saleh, serta sahabat yang baik. Semua itu termasuk rezeki yang patut kita syukuri setiap hari.
Sayangnya, banyak orang hanya menilai rezeki dari sisi harta. Mereka menganggap kekayaan sebagai ukuran utama kesuksesan. Padahal, harta tanpa keberkahan justru dapat membawa kesengsaraan. Sebaliknya, rezeki yang sederhana namun penuh keberkahan dan disertai rasa cukup akan menciptakan ketenangan jiwa dan kebahagiaan yang hakiki.
Syeikh Prof. Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, ulama besar asal Mesir, pernah menceritakan tingkatan rezeki dengan sangat indah. Beliau berkata:
“Harta adalah rezeki yang paling rendah. Kesehatan adalah rezeki yang paling tinggi. Anak yang saleh adalah rezeki yang paling utama. Sedangkan ridha Allah adalah rezeki yang paling sempurna.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh menjadikan harta sebagai tujuan akhir. Harta hanyalah sarana untuk berbuat kebaikan. Kesehatan memungkinkan seseorang menikmati hidup dan beribadah dengan baik. Anak yang saleh menjadi penolong bagi orang tuanya di dunia dan akhirat. Namun di atas semua itu, ridha Allah menjadi puncak segala bentuk rezeki. Ketika Allah ridha kepada seorang hamba, semua kenikmatan dunia dan akhirat terasa ringan dan penuh makna.
Ridha Allah: Puncak dari Semua Nikmat
Ridha Allah merupakan rezeki yang tak ternilai dan tak bisa dibandingkan dengan apa pun. Para ulama sepakat bahwa ridha Allah menjadi kenikmatan tertinggi di atas segala kenikmatan lainnya. Saat Allah ridha kepada hamba-Nya, kebahagiaan sejati pun muncul. Tidak ada lagi kegelisahan, kekhawatiran, atau kesedihan yang mengusik. Hati menjadi tenang karena cahaya keridhaan Ilahi memenuhi genetika.
Nabi Sulaiman ‘alaihissalam, meskipun hidup dalam kekayaan dan kekuasaan luar biasa, tetap menjadikan ridha Allah sebagai tujuan utama. Dalam doanya beliau berkata:
“Ya Allah, berilah aku kekuatan untuk dapat melakukan amal saleh yang Engkau ridhai.”
Doa ini menunjukkan bahwa Sulaiman tidak mengejar banyaknya amal atau besarnya kekuasaan, melainkan menginginkan agar setiap amalnya mendapat ridha Allah. Amal sebanyak apa pun akan sia-sia jika tidak memperoleh ridha-Nya.
Kebahagiaan Hakiki di Surga: Saat Allah Ridha
Rasulullah SAW menggambarkan puncak kenikmatan di surga dalam hadis sahih riwayat Al-Bukhari. Beliau bersabda:
“Allah Ta’ala berfirman kepada penduduk surga: ‘Wahai penduduk surga.’ Mereka menjawab, ‘Kami penuhi panggilan-Mu, dan seluruh kebaikan berada di tangan-Mu, Ya Allah.’ Allah berfirman: ‘Apakah kalian telah ridha dengan nikmat yang kalian terima?’ Mereka menjawab, ‘Bagaimana kami tidak ridha, sedangkan Engkau telah memberi kami sesuatu yang belum pernah Engkau berikan kepada makhluk lain.’ Allah berfirman: ‘Maukah Aku memberikan kepada kalian sesuatu yang lebih baik dari semua itu?’ Mereka bertanya, ‘Apa yang lebih baik dari ini, Ya Rabb?’ Allah menjawab: ‘Sekarang Aku halalkan untuk kalian keridhaan-Ku, dan Aku tidak akan murka kepada kalian selama-lamanya.’”
Hadis ini menegaskan bahwa kenikmatan surga yang sesungguhnya bukanlah istana megah, sungai susu, atau perhiasan emas, melainkan ketika Allah menyatakan keridhaan-Nya kepada hamba. Saat Allah ridha, seluruh kebahagiaan menjadi sempurna.
Menjemput Rezeki yang Sempurna
Untuk mendapatkan ridha Allah, manusia perlu menempuh jalan ketaatan. Kita harus memperbanyak amal saleh, menjaga keikhlasan, memperbaiki niat, dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Setiap amal saleh yang kita lakukan dengan niat ikhlas demi Allah akan menjadi langkah menuju ridha-Nya.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kalian.” Hadis ini mengajarkan bahwa yang terpenting bukanlah banyaknya rezeki yang kita kumpulkan, tetapi keikhlasan hati kita dalam mensyukuri dan membantu untuk kebaikan.
Rezeki yang paling sempurna tidak terletak pada harta yang melimpah atau jabatan yang tinggi. Rezeki yang paling sempurna muncul ketika Allah ridha kepada kita. Dengan ridha-Nya, hati menjadi tenang, hidup terasa cukup, dan amal kita bernilai di sisi-Nya. Oleh karena itu, mari kita tidak hanya mengejar banyaknya rezeki, tetapi juga keberkahannya. Sebab, hanya dengan ridha Allah, semua rezeki dunia memperoleh makna, dan kehidupan kita mencapai kesempurnaan sejati.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
