SURAU.CO-Bilal ibn Rabah, sahabat Nabi Muhammad Saw. dari golongan mustaḍʿafīn (kaum yang dilemahkan), mempertahankan agama Allah meski kaum musyrik menganiaya dan menyiksanya. Rasulullah Saw. memercayainya menjadi muazin karena suaranya yang lantang dan merdu, memberinya julukan “si burung camar Islam.” Keteguhan iman Bilal mengukir namanya dalam sejarah, menjadikannya ikon bagi kaum yang tertindas.
Panggilan dalam Mimpi dan Kunjungan ke Makam Nabi
Setelah Rasulullah Saw. wafat, Bilal membawa duka yang tak tersembuhkan, menghabiskan sebagian besar waktunya berjihad di Syam dan menolak kembali menjadi muazin. Namun, pada suatu malam di bulan Ramadan, Bilal bermimpi bertemu Rasulullah Saw. Beliau bersabda kepadanya,
“Apakah kau membenciku, hai Bilal? Kenapa kau tidak mau mengunjungiku?”
Bilal terbangun dengan hati teriris dan menangis sedih. Keesokan harinya, ia langsung bertolak menuju Madinah. Setibanya di sana, Bilal segera mengunjungi makam orang yang sangat dicintai dan dimuliakannya. Ia menangis sejadi-jadinya di pusara mulia beliau. Kesedihan Bilal begitu mendalam hingga menggetarkan hati siapa pun yang menyaksikannya.
Gema Azan yang Mengguncang Penduduk Madinah
Ketika Bilal menangis khusyuk, diliputi kepedihan yang mendalam, dua sosok mulia, al-Hasan dan al-Husain, datang menjumpainya. Melihat kedatangan kedua cucu kesayangan Rasulullah, Bilal langsung memeluk dan mencium mereka dengan penuh kasih sayang.
Al-Hasan dan al-Husain berkata,
“Kami ingin mendengarmu mengumandangkan azan saat sahur nanti.”
Permintaan dari cucu Nabi ini tak mampu Bilal tolak. Bilal pun memenuhi permintaan mereka.
Ketika ia mengumandangkan kalimat-kalimat azan; Allahu Akbar … Allahu Akbar …, penduduk Madinah pun geger. Mereka terkejut karena suara yang sudah lama hilang itu tiba-tiba kembali terdengar. Namun, getaran terbesar terjadi ketika ia mengucapkan kalimat syahadat asyhadu anlā ilāha illallāh. Perasaan penduduk Madinah terguncang hebat, karena suara itu mengingatkan mereka secara tiba-tiba akan hari-hari ketika Rasulullah Saw. masih memimpin salat berjemaah. Mereka bergegas keluar dari rumah menuju Masjid Nabi. Pagi itu, ketika matahari belum lagi terbit, banyak orang menangis keras karena teringat junjungan mereka yang mulia, Rasulullah Saw. Seluruh kota diselimuti isak tangis, sebuah pemandangan duka yang tidak terulang sejak hari wafatnya Nabi.
Amal yang Mendahului Langkah Nabi di Surga
Keutamaan Bilal tidak hanya terbatas pada tugasnya di dunia. Ibn al-Atsir meriwayatkan sebuah hadis yang menegaskan derajatnya di akhirat. Ia menuturkan dari beberapa sanad bahwa ayah Abdullah ibn Buraidah berkata,
“Pada suatu pagi, Rasulullah Saw. memanggil Bilal dan bersabda, ‘Hai Bilal, amal apa yang membuatmu masuk ke surga lebih dulu dariku? Saat aku memasuki surga, aku mendengar suara terompahmu di depanku.’”
Bilal bersumpah tidak akan mengumandangkan azan setelah Rasulullah Saw. wafat, kecuali atas permintaan pribadi Khalifah Abu Bakar dan Khalifah Umar ibn al-Khattab. Alasan utama mengapa ia tidak mau mengumandangkan azan adalah karena saat ia mengucapkan kalimat asyhadu anna Muhammad rasulullah, pikirannya langsung dipenuhi gambaran beliau. Hal ini membuat air matanya mengalir deras dan suaranya serak tertahan. Setiap kali ia mengumandangkan azan, duka mendalam menyesaki jiwanya karena cintanya yang sangat dalam kepada Rasulullah Saw.
Akhir Hayat Sang Muazin
Dunia mencatat Bilal sebagai pahlawan Islam, dan sejarahwan mencatat perbedaan pendapat mengenai akhir hidupnya. Sebagian mengatakan bahwa ia wafat di Damaskus dan dimakamkan di Bab al-Saghir, sebuah kompleks makam bersejarah. Sebagian lain mengatakan bahwa ia wafat di Halb (Aleppo) dan dimakamkan di Bab al-Arba‘in. Bilal wafat tanpa meninggalkan keturunan seorang pun, namun ia mewariskan suara dan teladan keteguhan iman yang abadi. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Bilal ibn Rabah.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
