SURAU.CO – Ilmu adalah cahaya bagi jiwa. Ia merupakan penerang kegelapan. Ilmu juga menjadi penuntun jalan kebenaran. Abu Darda, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW, menyoroti pentingnya hal ini. Beliau menyampaikan sebuah pandangan menarik. Menurutnya, ilmu bisa terasa lebih manis daripada ibadah. Tentu, pernyataan ini mungkin terdengar kontroversial bagi sebagian orang. Namun demikian, mari kita telaah lebih jauh makna sesungguhnya.
Pemahaman Mendalam dari Sudut Pandang Abu Darda
Abu Darda RA dikenal sebagai sosok yang sangat alim. Pengetahuan beliau begitu mendalam. Namun demikian, beliau juga merupakan seorang ahli ibadah yang tekun. Oleh karena itu, pernyataannya memiliki bobot yang besar. Sejatinya, ia sama sekali tidak meremehkan ibadah. Justru sebaliknya, Abu Darda sangat menghargai setiap bentuk ketaatan. Akan tetapi, ia melihat adanya sesuatu yang istimewa dalam ilmu.
Ilmu memberikan pemahaman yang komprehensif. Bahkan, ia membimbing setiap tindakan kita. Tanpa landasan ilmu, ibadah bisa terasa hampa, tanpa makna yang mendalam. Seseorang bisa saja rutin shalat dan berpuasa. Namun demikian, tanpa ilmu, ia mungkin tidak memahami esensi sebenarnya. Ia tidak mengerti tujuan di balik setiap gerakannya. Inilah poin krusial yang Abu Darda ingin sampaikan kepada kita.
Inspirasi dari Kutipan Abu Darda yang Penuh Makna
“Sungguh, bagi seorang alim (orang yang berilmu) dia berzikir sebentar. Kemudian dia membaca sebagian Kitabullah. Itu lebih kucintai. Itu lebih aku sukai daripada sejak malam sampai pagi dia beribadah. Ia rukuk dan sujud. Lalu membaca Kitabullah. Akan tetapi, dia tidak mengetahui apa yang dia baca.”
Kutipan ini sangatlah kuat. Ini jelas menunjukkan adanya prioritas. Abu Darda mengutamakan kualitas ibadah. Ia lebih mementingkan pemahaman. Ini berlawanan dengan hanya mengedepankan kuantitas ibadah semata. Seorang yang berilmu mampu memahami firman Tuhan. Selanjutnya, ia juga mengerti makna yang terkandung di baliknya. Oleh karena itu, bahkan dengan zikir sebentar, pembacaan Al-Qur’an singkatnya menjadi lebih bernilai. Hal ini karena disertai pemahaman yang mendalam.
Sebaliknya, bayangkan seseorang yang beribadah sepanjang malam. Ia rukuk dan sujud. Membaca Al-Qur’an, namun sayangnya, ia tidak memahami isinya. Maka, ibadahnya mungkin kurang berbobot. Ini terutama jika dibandingkan dengan seorang yang mengerti. Bagi orang yang kurang berilmu, ibadah tersebut bisa jadi hanya rutinitas fisik. Akibatnya, ia kehilangan esensi spiritualnya.
Ilmu sebagai Fondasi Ibadah yang Benar dan Bermakna
Jelas sekali bahwa ilmu adalah fondasi yang kokoh. Di atasnya, seluruh ibadah kita dibangun. Ilmu membukakan pintu-pintu hikmah. Selain itu, ia juga menyingkap rahasia alam semesta. Lebih jauh lagi, ilmu menjelaskan tujuan sejati dari hidup. Ketika seseorang berilmu, ia menyadari kebesaran Allah SWT. Ia juga mengerti segala anugerah-Nya. Pengetahuan yang mendalam ini menumbuhkan rasa syukur. Pada gilirannya, rasa syukur tersebut mendorong seseorang kepada ibadah yang tulus.
Sebuah contoh sederhana bisa kita perhatikan. Seorang yang memahami ilmu astronomi. Saat ia melihat bintang-bintang di malam hari, ia merenungkan penciptaan langit yang maha dahsyat. Dengan demikian, shalat malamnya menjadi jauh lebih khusyuk. Doanya pun akan terasa lebih mendalam. Hal ini terjadi karena ia menyadari keagungan Sang Pencipta. Singkatnya, pengetahuan memperkaya pengalaman spiritualnya.
Hal yang sama berlaku dalam konteks puasa. Orang yang memahami manfaat serta hikmah filosofis di baliknya akan menjalani puasa dengan kesadaran penuh. Ini bukan sekadar menahan lapar dan haus. Melainkan ia juga melatih kesabaran. Ia pun mengendalikan hawa nafsu. Tak hanya itu, ia merasakan solidaritas mendalam. Solidaritas dengan mereka yang kurang beruntung.
Harmoni antara Ilmu dan Amal Saleh
Pernyataan Abu Darda bukan berarti kita harus mengabaikan ibadah. Justru sebaliknya, ia mengajak kita menyeimbangkan antara ilmu dan amal. Sesungguhnya, kedua hal ini saling melengkapi. Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah yang bermanfaat. Di sisi lain, amal tanpa ilmu bisa menyebabkan seseorang tersesat.
Ilmu membimbing kita. Ia menunjukkan cara beribadah yang benar sesuai syariat. Selanjutnya, ilmu juga membantu menjaga kemurnian niat dalam beramal. Sementara itu, ibadah mempraktikkan ilmu yang telah dipelajari. Ia mengaplikasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Kedua elemen ini secara sinergis menciptakan lingkaran kebaikan. Lingkaran inilah yang membawa kita lebih dekat kepada Allah SWT.
Kewajiban Mencari Ilmu Sepanjang Hayat
Maka dari itu, sangatlah penting bagi kita untuk terus menerus mencari ilmu. Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim, tanpa terkecuali. Dari buaian hingga liang lahat, pencarian ilmu tak mengenal henti. Ilmu tidak hanya terbatas pada pendidikan formal di sekolah atau universitas. Ia juga mencakup refleksi diri yang mendalam. Selain itu, ilmu juga merupakan hasil dari pengalaman hidup. Membaca, merenung, dan berdiskusi, semua ini adalah jalan menuju ilmu.
Kita perlu bertanya. Kita harus senantiasa belajar. Oleh karena itu, kita wajib mencari jawaban. Ini berlaku untuk pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup. Pertanyaan tentang makna kehidupan. Pertanyaan tentang keberadaan diri. Lalu, pertanyaan tentang tujuan kita diciptakan. Ilmu memberikan perspektif yang luas. Ia memperkaya batin kita. Dengan demikian, ilmu membuka cakrawala pikiran kita.
Kebahagiaan Sejati yang Dibawa oleh Ilmu
Apabila ilmu lebih manis dari ibadah, itu dikarenakan ilmu membawa kebahagiaan. Kebahagiaan tersebut sejati. Kebahagiaan itu pun mendalam. Ia bukan kebahagiaan yang sesaat belaka, bukan pula kegembiraan permukaan. Ilmu membantu kita memahami diri kita sendiri. Ia juga mengenalkan kita pada dunia di sekitar kita. Yang paling penting, ia menghubungkan kita secara spiritual dengan Tuhan.
Dengan berbekal ilmu, kita bisa menjadi lebih bijaksana. Kita juga akan lebih sabar. Selain itu, kita cenderung lebih tenang dalam menghadapi segala situasi. Kita pun mampu menghadapi tantangan hidup. Bahkan, kita menerima cobaan dengan hati yang lapang dan ikhlas. Ilmu memberikan kita kekuatan internal untuk terus berkembang. Ilmu juga memberikan kekuatan untuk memberikan kontribusi berarti demi kemajuan masyarakat.
Pada akhirnya, pernyataan Abu Darda ini adalah sebuah ajakan. Ia mengajak kita semua untuk merenung. Mari kita menilai kembali prioritas dalam hidup kita. Ilmu bukanlah sebuah beban yang memberatkan. Justru sebaliknya, ia adalah anugerah tak ternilai. Ilmu adalah jalan yang membentang luas menuju pemahaman spiritual yang mendalam. Oleh karena itu, mari kita jadikan pencarian ilmu sebagai bagian fundamental dari hidup. Bagian yang tak terpisahkan. Bagian integral. Tujuannya adalah agar ibadah kita menjadi lebih bermakna, agar setiap langkah hidup kita lebih berkah, dan agar hati kita senantiasa merasakan manisnya ilmu yang tiada tara.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
