SURAU.CO-Jangan membentak dan ucap kata ah pada orang tua. Pesan ini bukan sekadar nasihat, melainkan perintah yang menegakkan kehormatan keluarga. Jangan membentak dan ucap kata ah pada orang tua mengajarkan kita untuk menjaga nada bicara, menahan emosi, dan menata hati di hadapan mereka yang telah berkorban tanpa pamrih. Setiap anak wajib menampilkan kelembutan, sebab dari lisannya tergambar kadar cintanya.
Selain itu, sikap hormat bukan hanya diwujudkan dengan bantuan materi, tetapi juga dengan tutur kata yang penuh kasih. Saat seseorang mampu menahan suara, ia sedang menundukkan egonya. Karena itu, Islam menempatkan adab kepada orang tua sebagai ukuran kematangan spiritual. Bahkan, sebuah kata kasar dapat meruntuhkan nilai amal yang telah dibangun. Oleh sebab itu, anak yang beriman selalu menjaga lidahnya agar tidak melukai hati orang tuanya.
Allah menegaskan dalam Surah Al-Isra’ ayat 23: “Janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Ayat ini menegaskan bahwa lisan adalah cermin iman. Setiap kata yang keluar harus membawa kelembutan dan menghormati perasaan orang tua.
Menjaga Lisan dan Hati: Larangan Membentak dan Mengucap “Ah”
Banyak orang baru memahami makna ayat ini setelah kehilangan ayah atau ibu. Mereka menyesal karena pernah meninggikan suara, meski hanya sekali. Penyesalan itu muncul berulang, terutama saat kenangan hidup bersama kembali terlintas. Karena itu, menjaga lisan bukan hanya bentuk kesopanan, tetapi juga sarana menjaga hubungan spiritual antara anak dan orang tua.
Selain berdampak batin, perilaku membentak juga melukai secara psikologis. Orang tua merasa tidak dihargai ketika anak berbicara dengan nada tinggi. Padahal, mereka telah berjuang sepanjang hidup demi kebahagiaan anak-anaknya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” Oleh sebab itu, siapa pun yang ingin hidupnya tenang harus menjaga tutur kata agar selaras dengan perintah Allah.
Akhirnya, kita sadar bahwa suara lembut dapat menenangkan hati yang lelah, sedangkan bentakan hanya melahirkan luka. Lisan yang terjaga bukan sekadar tanda sopan, tetapi bukti cinta yang nyata.
Setiap anak bisa memilih untuk mengubah bentakan menjadi doa. Saat orang tua berbicara dengan nada keras, anak beradab akan menanggapinya dengan kesabaran. Ia memahami bahwa teguran lahir dari rasa sayang. Karena itu, ia menahan diri, lalu memilih berdoa. Ya Allah, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil. Kalimat itu menjadi perisai yang menenangkan jiwa.
Adab Abadi: Mengganti Bentakan dengan Doa dan Kesabaran
Kemudian, dari pengalaman banyak orang, anak yang lembut kepada orang tuanya merasakan keberkahan luar biasa. Rezekinya lancar, hatinya damai, dan hidupnya dipenuhi rahmat. Sebaliknya, mereka yang sering membentak justru kerap menghadapi kegelisahan. Hal ini menunjukkan bahwa kelembutan membawa keseimbangan hidup.
Selain itu, doa anak menjadi jembatan panjang menuju keberkahan keluarga. Doa bukan hanya mempererat hubungan, tetapi juga menumbuhkan ketenangan batin bagi kedua pihak. Oleh sebab itu, anak yang beriman akan mengganti nada tinggi dengan bisikan kasih.
Di sisi lain, keteladanan orang tua juga menentukan. Anak yang melihat ayah atau ibunya beradab kepada kakek-neneknya akan meniru sikap tersebut. Akhirnya, nilai bakti pun menurun dari generasi ke generasi. Adab kepada orang tua bukan hanya norma lama, melainkan nilai abadi yang menjaga keberkahan zaman.
Jangan membentak dan ucap kata ah pada orang tua, karena kelembutan lisan menunjukkan kemuliaan hati. Setiap anak harus menjaga tutur katanya agar tidak menyakiti. Saat berbicara dengan hormat, kita menanamkan kasih dan menghormati jasa besar mereka yang telah mendidik dengan penuh pengorbanan.
Banyak orang baru menyadari pentingnya adab ini setelah kehilangan orang tuanya. Karena itu, jagalah ucapan sebelum penyesalan datang. Gantilah bentakan dengan doa dan nada tinggi dengan kesabaran. Dengan menahan emosi, kita belajar mencintai dengan cara yang diridai Allah dan diberkahi sepanjang hidup. (Hendri Hasyim)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
