Sosok
Beranda » Berita » Soegondo Djojopoespito: Pemuda Tuban, Arsitek Sumpah Pemuda

Soegondo Djojopoespito: Pemuda Tuban, Arsitek Sumpah Pemuda

Soegondo Djojopoespito: Ketua Kongres Pemuda II, Arsitek Sumpah Pemuda Pemersatu Bangsa Indonesia. (sumber gambar: Merdeka.Com)

SURAU.CO. Nama Soegondo Djojopoespito mungkin tak sepopuler Soekarno atau Mohammad Hatta, namun perannya tak kalah penting dalam sejarah bangsa. Dari tangan dan pikirannya lahir peristiwa besar yang menyatukan Indonesia—Kongres Pemuda II tahun 1928. Dari kongres itulah lahir Sumpah Pemuda, ikrar yang menjadi fondasi persatuan nasional. Soegondo, pemuda sederhana asal Tuban, tumbuh dengan semangat belajar yang tinggi dan jiwa nasionalisme yang kuat. Sejak muda, ia telah mendapat tempaan idealisme perjuangan dan keyakinan bahwa ilmu dan persatuan adalah jalan menuju kemerdekaan bangsa.

Akar dan Didikan Awal di Blora

Soegondo Djojopoespito lahir di Tuban pada 22 Februari 1905 dari pasangan Kromosardjono, seorang penghulu sekaligus mantri juru tulis desa, dan Djojoatmadjo. Sejak kecil, hidupnya tak lepas dari kepahitan. Ibunya wafat saat ia masih kanak-kanak, sementara sang ayah kemudian menikah lagi dan pindah tugas ke Brebes. Soegondo kecil dan adiknya, Soenarjati, akhirnya diasuh oleh pamannya, Hadisewojo, seorang kolektor di Blora yang membiayai seluruh pendidikannya hingga dewasa.

Perjalanan pendidikannya dimulai di HIS Tuban (1911–1918), lalu berlanjut ke MULO Surabaya (1919–1922). Di kota ini, pamannya menitipkannya di rumah H.O.S. Tjokroaminoto, tokoh besar Sarekat Islam. Dari Tjokroaminoto, Soegondo belajar arti kepemimpinan dan keberanian menegakkan keadilan. Ia juga sempat berjumpa dengan Soekarno muda, yang kelak menjadi Proklamator Indonesia.

Setelah lulus MULO, ia melanjutkan ke AMS Afdeling B Yogyakarta (1922–1925) dan tinggal di rumah Ki Hadjar Dewantara. Dari pendiri Taman Siswa itu, Soegondo menyerap semangat nasionalisme dan memahami bahwa pendidikan sejati harus memerdekakan lahir dan batin. Dua guru besar—Tjokroaminoto dan Ki Hadjar Dewantara—menjadi fondasi utama dalam membentuk pandangan hidup dan perjuangan kebangsaan Soegondo.

Perguruan Tinggi dan Benih Pergerakan Nasional

Tahun 1925, Soegondo Djojopoespito diterima di Rechtshoogeschool te Batavia (RHS), cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Hidupnya di Batavia sangat sederhana—ia hanya memiliki satu stel pakaian kuliah yang dicuci dan dipakai bergantian setiap hari. Meski demikian, semangat belajarnya tak pernah surut. Ia rajin membaca majalah Indonesia Merdeka terbitan Perhimpunan Indonesia di Belanda, yang menumbuhkan kesadarannya tentang kemerdekaan.

KH. Abdullah Umar Al-Hafidz: Sosok Ulama Penjaga Al-Qur’an dari Semarang

Kecerdasan dan semangat pergerakannya menonjol. Tahun 1926, bersama Soewirjo dan Darwis, ia mendirikan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), wadah yang menyatukan pemuda dari berbagai daerah tanpa sekat kesukuan. Dari organisasi inilah lahir gagasan besar tentang persatuan nasional, yang kelak menjadi landasan lahirnya Sumpah Pemuda.

Kongres Pemuda II dan Lahirnya Sumpah Pemuda

Pada tahun 1928, Soegondo Djojopoespito mendapat amanah untuk memimpin Kongres Pemuda II sebagai ketua. Para peserta memilihnya karena sikapnya yang netral, tidak berpihak pada kelompok atau suku mana pun. Selama dua hari, 27–28 Oktober 1928, Batavia menjadi saksi sejarah ketika berbagai organisasi pemuda berkumpul di satu ruangan yang penuh semangat dan ketegangan. Polisi kolonial mengawasi jalannya kongres dengan ketat, namun Soegondo tetap tenang. Ia memimpin sidang dengan wibawa dan kebijaksanaan, memastikan suara persatuan lebih nyaring daripada ketakutan.

Di akhir kongres, suasana berubah haru ketika W.R. Soepratman memperdengarkan lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya, dengan gesekan biola yang menggetarkan hati. Dari ruangan itu, lahirlah ikrar yang kelak menyatukan bangsa: “Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa — Indonesia.” Sumpah Pemuda menjadi puncak perjuangan Soegondo dan kawan-kawannya, momen ketika cita-cita persatuan tak lagi sekadar mimpi, tetapi menjadi napas kebangsaan yang terus hidup hingga kini

Konsekuensi Perjuangan dan Penghargaan Bangsa

Perjuangan itu tidak datang tanpa harga. Aktivitas politiknya membuat beasiswa Soegondo Djojopoespito dicabut, dan pada tahun 1929 ia harus angkat kaki dari RHS, menutup perjalanan pendidikannya di tingkat candidat satu. Namun keputusan itu tak memadamkan semangat juangnya. Ia justru menjadikannya bahan bakar untuk terus bergerak dalam berbagai gerakan kebangsaan, hingga kelak turut mengabdikan diri pada masa kemerdekaan Indonesia.

Pemerintah akhirnya mengakui jasa besarnya bagi bangsa. Pada tahun 1978, Soegondo mendapat anugerah Bintang Jasa Utama, menyusul selanjutnya penghargaan Satyalancana Perintis Kemerdekaan pada tahun 1992. Namanya pun diabadikan dalam Wisma Soegondo Djojopoespito di Cibubur—sebuah tempat yang kini menjadi pusat kegiatan kepemudaan nasional. Dari sana, semangatnya terus hidup, menginspirasi generasi muda untuk mencintai bangsa sebagaimana Soegondo pernah melakukannya: dengan keberanian, keikhlasan, dan pengabdian tanpa pamrih.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Warisan Abadi Soegondo Djojopoespito

Hingga hari ini, bangsa Indonesia belum resmi menobatkan Soegondo Djojopoespito sebagai Pahlawan Nasional. Namun, sejarah telah lebih dulu mengabadikan namanya. Ia tak sekadar memimpin sebuah kongres, melainkan menyalakan bara persatuan di dada para pemuda. Dengan gagasan yang jernih, keberanian yang teguh, dan ketulusan yang tak berpamrih, Soegondo menjadikan pertemuan itu sebagai tonggak lahirnya bangsa. Dari Tuban, seorang anak desa bangkit dan memimpin barisan pemuda yang berikrar: Indonesia satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa. Sejak saat itu, semangatnya berdenyut dalam nadi setiap anak negeri. Warisan Soegondo bukan sekadar kisah masa lalu, melainkan nyala persatuan yang terus hidup dalam jiwa bangsa.(kareemustofa)

Disarikan dari berbagai sumber


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement