Opinion
Beranda » Berita » LAPUK: Aging Of Things

LAPUK: Aging Of Things

LAPUK: Aging Of Things
LAPUK: Aging Of Things

 

SURAU.CO – Di era digital ini, kita sering mendengar tentang Internet of Things , jaringan pintar yang menghubungkan segala benda, dari kulkas hingga mobil, dalam simfoni teknologi yang tak henti berdenyut. Tapi, pernahkah kalian terpikir, ada saudara kembarnya yang lebih filosofis, lebih mendalam? Inilah yang saya sebut sebagai Aging of Things, Penuaan Segala Benda. Ya, segala yang ada di dunia ini, dari batu karang yang tegar hingga daun hijau yang rapuh, dari mesin-mesin canggih hingga tubuh kita sendiri, semuanya menari dalam pelukan waktu, menuju pelapukan yang tak bisa ditolak. Karena, sungguh, tak ada yang abadi di alam semesta ini, kecuali Sang Causa Prima, Sang Pencipta yang tak tergoyahkan oleh jam pasir kehidupan.

Integritas Melawan Keputusasaan

Seperti air yang mengalir tanpa henti, waktu adalah fungsi keniscayaan. Ia melapukkan batu menjadi pasir halus, mengubah besi menjadi karat yang merah jingga, dan membuat pohon-pohon tua lapuk merunduk dalam hormat. Begitu pula dengan makhluk hidup, kita, manusia, hewan, tanaman, semuanya merasakan hembusan angin perubahan itu.

Dalam psikologi populer, penuaan bukan sekadar keriput di kulit atau uban di rambut; ia adalah simfoni emosional, perjalanan jiwa yang penuh liku, di mana kita belajar menerima bahwa hidup adalah tentang melepaskan, bukan memegang erat. Seperti kata psikolog terkenal Erik Erikson dalam teori tahapan perkembangannya, usia tua adalah saat integritas melawan keputusasaan, di mana kita merenung, “Apakah hidupku bermakna?” Atau justru terjebak dalam penyesalan yang menggerogoti seperti rayap pada kayu lapuk.

Tapi, tunggu dulu, jangan buru-buru merasa muram. Psikologi populer hari ini, yang sering kita jumpai di buku-buku self-help seperti “The Power of Now” karya Eckhart Tolle, mengajak kita melihat penuaan sebagai peluang, bukan kutukan. Bayangkan, teman, tubuh kita seperti mesin waktu pribadi: sel-sel yang terus beregenerasi, tapi lambat laun kehilangan iramanya.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Dari sudut pandang neurosains populer, seperti yang dibahas dalam “The Telomere Effect” oleh Elizabeth Blackburn, penuaan dipengaruhi oleh telomere, ujung kromosom yang memendek seiring stres dan gaya hidup buruk. Ini bukan ilmu roket, tapi fakta sederhana: stres kronis mempercepat pelapukan, sementara ketenangan jiwa memperlambatnya. Cantik sekali, bukan? Seperti puisi alam: angin yang lembut memeluk daun, tapi badai yang ganas merontokkannya sebelum waktunya.

Psikologi Penuaan dan Ilmu Kesehatan

Pertanyaan kunci yang menggelitik hati: apakah kamu sudah mempersiapkan diri menghadapi pelapukan dirimu? Karena, hei, menghindarinya? Mustahil! Waktu adalah tuan yang tak bisa ditawar. Yang bisa kita lakukan hanyalah memperlambat iramanya, seperti menari tango dengan pasangan yang tak terlihat, langkah demi langkah, dengan grace dan strategi. Di sini, psikologi populer berpadu dengan ilmu kesehatan: konsep “healthy aging” atau penuaan sehat.

Bayangkan, tubuh dan jiwa kita seperti taman: jika kita sirami dengan air segar, pupuk dengan makanan bergizi, dan cahaya matahari olahraga, maka bunga-bunga kehidupan akan mekar lebih lama. Apakah kamu sudah memperlambat pelapukan dirimu dengan healthy life dan healthy food ? Mari kita gali lebih dalam, dengan gaya santai tapi mendalam, seperti obrolan di kafe sore hari.

Pertama, mari bicara tentang psikologi penuaan dari lensa populer. Dalam buku-buku tentang “IKIGAI” ala Jepang, atau konsep “Blue Zones” dari Dan Buettner, kita belajar bahwa umur panjang bukan soal genetik semata, tapi pola pikir.

Hubungan yang Baik Kunci Di Usia Senja

Orang-orang di Okinawa atau Sardinia hidup hingga seratus tahun karena mereka punya tujuan hidup: IKIGAI, yang membuat jiwa tetap muda. Psikologisnya? Acceptance. Menerima penuaan sebagai bagian dari siklus, bukan akhir. Kalau kita tolak, seperti dalam denial stage dari model Kubler-Ross tentang duka, kita justru mempercepat stres yang memakan telomere kita. Alami sekali seperti sungai yang mengalir, kita harus ikut arus, bukan melawan, agar tak hancur di bebatuan.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Lalu, ada aspek emosional yang sering diabaikan: loneliness atau kesepian di usia tua. Psikologi populer, seperti dalam TED Talk Brené Brown tentang vulnerability, bilang bahwa koneksi sosial adalah obat mujarab. Temanku sayang, tubuh kita lapuk, tapi jika jiwa dikelilingi teman, sahabat dan keluarga, pelapukan terasa seperti tarian lambat, bukan jatuh bebas.

Studi dari Harvard Grant Study, yang mengikuti orang selama 80 tahun, menyimpulkan: hubungan yang baik adalah kunci kebahagiaan di usia senja. Jadi, persiapan diri! Bangun jaringan sekarang! Kirim pesan ke sahabat lama, ikut komunitas, atau sekadar ngumpul ngopi bareng—itu investasi anti-pelapukan.

Memperlambat Pelapukan

Sekarang, ke inti: memperlambat pelapukan dengan healthy life. Psikologi mindfulness, populer lewat app seperti Headspace, ajarkan kita hidup di saat ini. Meditasi 10 menit sehari bisa kurangi kortisol, hormon stres yang mempercepat penuaan. Lalu mulailah bergerak. Olahraga! Bukan gym berat, tapi jalan kaki santai di taman, melangkah seperti irama puisi yang mengalun. Studi populer dari American Psychological Association bilang, aktivitas fisik tingkatkan endorfin, buat kita merasa muda. Dan jangan lupa tidur: 7-9 jam malam hari, obat terbaik bagi jiwa yang lelah menari.

Lalu, healthy food, ini seperti simfoni rasa! Psikologi nutrisi populer, seperti dalam “How Not to Die” oleh Michael Greger, bilang makanan nabati kaya antioksidan bisa perbaiki sel-sel rusak. Dari Chocolate, cengkeh, teh hijau, blueberry, seperti penari ballet yang lincah, melawan radikal bebas; sayur hijau seperti orkestra yang harmonis, nutrisi untuk otak. Hindari gula berlebih yang mempercepat glycation, proses yang bikin kulit keriput. Santai saja: ganti camilan dengan buah, minum air putih menjadi kebutuhan hidup. Ini bukan diet ketat, tapi gaya hidup selaras, di mana setiap suap adalah puisi untuk tubuh.

Dan saran saya: jangan jadikan ini beban. Psikologi populer sering overpromise, seperti “anti-aging” yang seolah bikin abadi. Ingat, pelapukan adalah indah, ia memberi kedalaman, seperti anggur yang makin enak seiring usia. Yang penting, persiapkan jiwa: kultivasi gratitude, seperti dalam jurnal harian, untuk lihat berkah di setiap keriput. Apakah kamu sudah? Jika belum, mulai sekarang. Karena waktu tak menunggu, tapi kita bisa menarinya dengan gembira.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Akhir kata, dalam Aging of Things ini, kita bagian dari simfoni besar. Persiapkan diri, perlambat pelapukan dengan healthy life dan healthy food, dan biarkan jiwa tetap berirama. Hidup adalah tarian, bukan perlombaan, mari menari sampai akhir, dengan senyum di bibir dan kedamaian di hati. (Oleh: Dhimas Sapto)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement