Khazanah
Beranda » Berita » Di Antara Tanda Allah Mencintaimu: Allah Berikan Ujian

Di Antara Tanda Allah Mencintaimu: Allah Berikan Ujian

Di Antara Tanda Allah Mencintaimu: Allah Berikan Ujian
Di Antara Tanda Allah Mencintaimu: Allah Berikan Ujian

 

SURAU.CO – بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ

“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan menimpakan ujian (musibah) kepadanya.” (HR. Al-Bukhari no. 5645)

PENJELASAN HADITS:

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Allah Ta’ala telah menganugerahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman banyak sebab untuk menghapus dosa dan meninggikan derajat mereka.

Dalam hadits ini terdapat kabar gembira yang agung bagi setiap mukmin, sekaligus penghiburan atas segala musibah yang menimpanya.

Musibah sebagai Ujian Diri

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, niscaya Allah menimpakan ujian (musibah) kepadanya.”

Sabda beliau “yuṣib” (يُصِب) diriwayatkan dengan dua bentuk bacaan:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Dengan kasrah pada huruf shād (يُصِب),
Dan dengan fatḥah (يُصَب).

Keduanya benar.

Makna “yuṣib” (dengan kasrah) ialah: Allah Ta’ala menakdirkan atas hamba itu berbagai musibah untuk menguji dirinya, apakah ia bersabar atau justru mengeluh?

Adapun makna “yuṣab” (dengan fatḥah) yaitu: ia ditimpa musibah, tanpa menyebut pelaku secara langsung, sebagai bentuk adab dalam berbicara tentang Allah.

Musibah yang Mengandung Kebaikan

Sebagaimana firman Allah Ta’ala tentang Nabi terkasihnya, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam:

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” (QS. Asy-Syu‘arā’: 80)

Nabi Ibrahim tidak menisbatkan penyakit kepada Allah, meski hakikatnya Allah-lah yang menakdirkannya, tapi ia menisbatkan kesembuhan kepada-Nya, karena kesembuhan adalah nikmat, sedangkan penyakit adalah ujian.

Musibah sendiri adalah segala sesuatu yang tidak disukai dan menimpa seseorang.

Namun, musibah justru mengandung kebaikan, karena di dalamnya terdapat kesempatan untuk berlindung kepada Allah, serta menjadi penebus dosa atau penambah pahala, bahkan bisa jadi keduanya sekaligus.

Penghapus Dosa Bagi Kesalahannya

Allah Ta‘ālā berfirman:

مَنْ يَعْمَلْ سُوءًا يُجْزَ بِهِ

“Barang siapa berbuat kejahatan, niscaya dia akan dibalas karenanya.” (QS. An-Nisā’: 123)

Maknanya, seorang Muslim akan dibalas dengan musibah di dunia sebagai kafarat (penghapus dosa) bagi kesalahannya.

Oleh karena itu, seorang Muslim hendaknya bersabar atas segala musibah yang menimpanya, tidak berkeluh kesah, dan yakin bahwa di balik setiap ujian itu tersimpan karunia besar dari Allah berupa penghapusan dosa dan peninggian derajat.

 

 


DOA YANG TERKABUL DENGAN SEBAB SERING SHALAT MALAM & PUASA

(1). Anas bin Malik رضي الله عنه berkata :

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اجْتَهَدَ لِأَحَدٍ فِي الدُّعَاءِ قَالَ : جَعَلَ الله عَلَيْكُمْ صَلاَةَ قَوْمٍ أَبْرَارٍ ، يَقُومُونَ اللَّيْلَ ، وَيَصُومُونَ النَّهَارَ ، لَيْسُوا بِأَثَمَةٍ ، وَلاَ فُجَّارٍ

Dahulu Nabi ﷺ apabila ber-sungguh-sungguh mendoakan kebaikan bagi seseorang, maka beliau pun berkata (berdoa) : “Semoga ALLAH menetapkan bagi kalian doanya kaum yang baik, (yaitu) mereka yang senantiasa mengerjakan SHALAT di malam hari serta berpuasa di siang hari. Mereka bukanlah orang-orang yang berdosa, serta bukan pula orang-orang yang suka berbuat maksiat” (HR. Abd bin Humaid di dalam al-Muntakhab minal Musnad II/147 (1360) serta adh-Dhiyaa’ al-Maqdisi dalam Kitab al-Mukhtaarah V/74 (1700), Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no. 3097, serta Silsilah ash-Shahiihah no. 1810)

Hadits ini telah menerangkan kepada kita bahwasanya orang-orang SHALIH memiliki peluang yang besar doanya terkabul karena mereka telah menjaga 2 hak ALLAH yang

besar, yaitu SHALAT serta PUASA, baik yang WAJIB maupun yang SUNNAH, serta mereka senantiasa menjauhkan dirinya dari berbagai dosa dan kemaksiatan.

(2). Tsabit al-Bunani رحمه الله berkata :

لاَ يُسَمَّى عَابِدُ أَبَدًا عَابِدًا، وَإِنْ كَانَ فِيْهِ كُلُّ خَصْلَةِ خَيْرٍ، حَتَّى تَكُوْنَ فِيْهِ هَاتَانِ الْخَصْلَتَانِ : الصَّوْمُ وَالصَّلاَةُ، لِأَنَّهُمَا مِنْ لَحْمِهِ وَدَمِهِ

“Seorang hamba tidaklah dinamakan ahli ibadah walaupun pada dirinya terdapat semua perangai (sifat) yang baik, sampai terdapat pada dirinya dua perkara, yaitu PUASA dan SHALAT. Karena kedua hal itu darah dagingnya” (Hilyatul Auliyaa’ II/318-319). (Army Daily)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement