Surau.co. Setiap manusia pasti pernah jatuh. Ada yang gagal dalam studi, usaha, cinta, bahkan ibadah. Namun yang membuat hidup benar-benar berhenti bukanlah kegagalan itu sendiri, melainkan ketika seseorang berhenti berharap.
Islam memandang kegagalan bukan sebagai tanda akhir, melainkan bagian dari perjalanan menuju kebijaksanaan. Harapan adalah bahan bakar jiwa yang membuat manusia terus melangkah, meskipun dunia terasa berat.
Allah ﷻ menegaskan dalam Al-Qur’an:
وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ
“Dan tidak ada yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat.”
(QS. Al-Hijr: 56)
Ayat ini adalah teguran sekaligus pengingat lembut: selama kita masih hidup, masih ada kesempatan. Putus asa berarti menutup pintu yang Allah biarkan tetap terbuka untuk kita.
Kegagalan Adalah Guru Terbaik
Tidak ada manusia yang terlahir sempurna. Kesalahan dan kegagalan adalah bagian alami dari proses belajar. Bahkan para nabi pun pernah mengalami momen yang tampak seperti kegagalan dalam pandangan manusia.
Nabi Musa ‘alaihissalām pernah melarikan diri dari Mesir setelah tanpa sengaja membunuh seseorang. Nabi Yunus ‘alaihissalām pun sempat meninggalkan kaumnya karena kecewa, lalu ditelan oleh ikan besar. Namun dari peristiwa itulah, Allah mendidik mereka menjadi sosok yang lebih kuat dan lebih bijak.
Dari kegagalan, manusia belajar rendah hati. Ia menyadari bahwa segala sesuatu tidak selalu sesuai keinginannya, tetapi selalu sesuai dengan hikmah Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ
“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman, karena semua urusannya adalah kebaikan baginya.”
(HR. Muslim)
Artinya, bahkan kegagalan pun bisa menjadi kebaikan, jika diterima dengan kesabaran dan keyakinan bahwa Allah punya rencana lebih indah.
Harapan: Nafas Panjang Orang Beriman
Harapan dalam Islam bukan sekadar optimisme buta, melainkan bentuk iman yang hidup. Orang yang berharap berarti percaya bahwa Allah masih punya cara untuk menolongnya, meski semua jalan tampak buntu.
Dalam Kifāyatul Atqiyā’ wa Minhājul Ashfiyā’, Syaikh Abu Bakar bin Muhammad Syathā ad-Dimyāthī menulis:
الرَّجَاءُ هُوَ انْتِظَارُ فَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ، مَعَ الْعَمَلِ وَالطَّاعَةِ
“Harapan adalah menanti karunia dan rahmat Allah, disertai amal dan ketaatan.”
Dengan kata lain, harapan bukan alasan untuk diam, melainkan dorongan untuk terus berbuat. Orang yang benar-benar berharap akan berusaha lebih keras, karena ia yakin Allah akan memuliakan usahanya pada waktu yang tepat. Harapan menjadikan manusia tidak mudah menyerah. Ia tahu, kegagalan hari ini bukan berarti selamanya.
Gagal Berkali-kali, Tapi Jangan Berhenti Mencoba
Setiap kegagalan membawa pesan. Kadang Allah menunda keberhasilan agar kita tidak sombong, atau agar kita belajar bersyukur. Kadang pula, kegagalan adalah cara Allah menjaga kita dari sesuatu yang lebih buruk.
Al-Qur’an memberi contoh dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalām. Sebelum menjadi penguasa Mesir, ia dijual sebagai budak, difitnah, dan dipenjara bertahun-tahun. Tapi di balik penderitaan itu, Allah menyiapkan takdir yang jauh lebih agung.
إِنَّهُ مَنْ يَتَّقِ وَيَصْبِرْ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya siapa yang bertakwa dan bersabar, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Yusuf: 90)
Ayat ini adalah janji yang pasti: kesabaran tidak akan berakhir sia-sia. Jadi, meski gagal berkali-kali, jangan biarkan satu kegagalan memadamkan cahaya harapan. Setiap usaha yang tulus akan Allah catat, bahkan bila hasilnya belum tampak.
Antara Harapan dan Keputusasaan
Putus asa dalam Islam bukan hanya kelemahan emosional, tapi juga kelemahan spiritual. Ia lahir dari pandangan sempit bahwa rahmat Allah terbatas. Padahal, kasih sayang Allah meliputi segalanya.
Dalam QS. Az-Zumar: 53, Allah menyeru dengan panggilan yang sangat lembut:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا
“Katakanlah (wahai Muhammad): Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa bahkan orang yang “melampaui batas” pun masih punya pintu ampunan. Jika dosa sebesar itu saja masih bisa diampuni, bagaimana mungkin kita berputus asa hanya karena kegagalan kecil di dunia?. Harapan bukan tanda kelemahan, melainkan bukti bahwa hati masih hidup.
Rahasia Kekuatan Orang yang Tak Mudah Menyerah
Ada satu hal yang membedakan orang yang gagal dan berhenti, dengan orang yang gagal tapi terus berusaha: iman bahwa Allah selalu bersama mereka. Orang yang beriman tidak menaruh kepercayaannya pada hasil semata, tetapi pada proses yang Allah tuntun. Ia tahu, setiap langkah menuju kebaikan akan mendapat nilai di sisi-Nya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِذَا قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمُ الْفَسِيلَةُ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
“Jika kiamat tiba sementara di tangan salah seorang dari kalian ada bibit kurma, maka jika ia mampu menanamnya sebelum kiamat terjadi, hendaklah ia menanamnya.”
(HR. Ahmad)
Hadits ini mengajarkan semangat tak kenal lelah. Sekalipun dunia hampir berakhir, selama masih ada kesempatan, teruslah berbuat baik. Sebab Allah menilai niat dan usaha, bukan sekadar hasil akhir.
Harapan Adalah Cahaya yang Tak Pernah Padam
Dalam setiap hati orang beriman, selalu ada cahaya harapan yang tak bisa padam. Sekalipun dunia menolak, sekalipun manusia mengecewakan, Allah selalu menyediakan tempat bagi hati yang berharap kepada-Nya.
Syaikh Abu Bakar ad-Dimyāthī menjelaskan dalam kitabnya:
مَنْ رَجَا اللَّهَ لَمْ يُخَيِّبْهُ، وَمَنْ تَوَكَّلَ عَلَيْهِ كَفَاهُ
“Siapa yang berharap kepada Allah, niscaya Allah tidak akan mengecewakannya; dan siapa yang bertawakal kepada-Nya, niscaya Dia akan mencukupinya.”
Ungkapan ini mengandung keindahan spiritual yang mendalam: harapan sejati tidak pernah berakhir dengan kekecewaan, sebab Allah tak pernah ingkar janji.
Bangkit Lagi, Karena Hidup Masih Panjang
Hidup bukan tentang berapa kali kita gagal, tapi berapa kali kita mau bangkit. Bahkan Rasulullah ﷺ sendiri melalui banyak ujian berat — dari kehilangan orang-orang terkasih hingga ditolak oleh kaumnya. Namun beliau tidak pernah berhenti berharap kepada Allah.
Harapanlah yang membuat manusia terus melangkah, meski tertatih. Ia tahu, setiap luka yang diterima hari ini bisa menjadi jalan menuju kedewasaan spiritual.
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah: 6)
Ayat pendek ini sering terdengar, tapi selalu relevan. Tidak ada kesulitan yang abadi. Bahkan dalam kesulitan itu sendiri, ada kemudahan yang disembunyikan oleh Allah.
Penutup: Jangan Pernah Menutup Pintu Harapan
Kita boleh gagal berkali-kali, tapi jangan biarkan kegagalan itu mencuri keyakinan kita pada rahmat Allah. Selama kita masih mau mencoba, Allah masih menulis takdir terbaik untuk kita.
Dalam doa yang diajarkan oleh para ulama, terdapat bisikan lembut:
اللّهُمَّ لَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ
“Ya Allah, jangan biarkan aku bersandar pada diriku sendiri walau sekejap mata, dan perbaikilah seluruh urusanku.”
Doa ini adalah bentuk harapan sejati—kesadaran bahwa manusia terbatas, tapi rahmat Allah tak terbatas. Maka, teruslah melangkah. Boleh gagal, boleh lelah, tapi jangan pernah berhenti berharap. Karena di setiap harapan yang tulus, ada Allah yang setia mendengar.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
