Ekonomi
Beranda » Berita » Shobaru Ummat: Gerakan Kemandirian Umat di Tengah Gelombang Barang Impor

Shobaru Ummat: Gerakan Kemandirian Umat di Tengah Gelombang Barang Impor

Shobaru Ummat: Gerakan Kemandirian Umat di Tengah Gelombang Barang Impor
Shobaru Ummat: Gerakan Kemandirian Umat di Tengah Gelombang Barang Impor

 

SURAU.CO – Pagi hari, berita nasional menayangkan pernyataan tegas dari Kementerian Keuangan: “Kemenkeu akan tindak tegas pelanggar kebijakan impor — Menkeu berantas impor pakaian bekas ilegal.”

Sekilas, ini tampak seperti isu ekonomi biasa. Namun bila ditelaah lebih dalam, ia menyentuh urat nadi kemandirian bangsa — terutama bagi umat Islam yang diperintahkan untuk berdikari, saling menolong, dan menjaga keberkahan rezeki.

Di tengah layar berita itu, tampak pula semangat lain yang tak kalah penting: SHOBARU Ummat — Shodaqoh Barang untuk Umat.

Sebuah inisiatif sosial yang sederhana namun bermakna besar. Saat negara berjuang mengatur arus barang impor agar tidak merusak industri dalam negeri, umat Islam punya tanggung jawab moral untuk menata pola konsumsi dan berbagi barang yang bermanfaat bagi sesama.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Ketika Barang Impor Membanjiri Negeri

Masuknya pakaian bekas impor secara ilegal bukan hanya persoalan hukum, tapi juga moral dan ekonomi. Ribuan ton pakaian bekas dari luar negeri menumpuk di pasar-pasar, dijual murah, dan menggoda masyarakat kecil yang ingin tampil layak dengan harga terjangkau.
Namun, di sisi lain, industri tekstil lokal merana. Pengrajin konveksi kehilangan pesanan, pedagang kecil gulung tikar, dan tenaga kerja kehilangan penghasilan.

Inilah ironi globalisasi — ketika produk luar negeri yang tak terpakai di negeri asalnya, justru menjadi “sampah ekonomi” di negeri orang lain. Padahal Rasulullah ﷺ telah mengingatkan:

> “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada hasil usahanya sendiri.”
(HR. Bukhari)

Makna hadis ini meluas hingga pada prinsip ekonomi umat: keberkahan rezeki terletak pada hasil tangan sendiri, bukan dari limpahan barang asing yang menggerus kemandirian.

Umat Islam dan Etika Ekonomi yang Berkeadilan

Islam mengajarkan bahwa aktivitas ekonomi bukan sekadar mencari untung, tapi juga menjaga keadilan dan keberkahan. Ketika impor ilegal merusak sistem ekonomi, maka itu bukan sekadar pelanggaran administrasi, tetapi juga pelanggaran terhadap prinsip ‘adl (keadilan) dan amanah (tanggung jawab).

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Allah ﷻ berfirman:

> “Dan janganlah kamu merusak di muka bumi setelah Allah memperbaikinya…”
(QS. Al-A’raf: 56)

Setiap bentuk kecurangan, penyelundupan, dan perusakan tatanan ekonomi termasuk dalam larangan ini. Karena dampaknya bukan hanya pada angka statistik, tapi pada nasib orang-orang kecil yang menggantungkan hidupnya pada kejujuran sistem.

Maka, ketika negara menindak tegas pelanggaran impor, sesungguhnya itu bukan hanya kebijakan ekonomi, tetapi juga bagian dari amar ma’ruf nahi munkar dalam konteks sosial.

SHOBARU Ummat: Alternatif Berkah di Tengah Krisis Moral Konsumsi

Di tengah arus konsumsi yang serba instan dan impor, gerakan SHOBARU Ummat (Shodaqoh Barang untuk Umat) hadir membawa nafas baru. Ia bukan sekadar kegiatan sedekah, tetapi gerakan peradaban yang berlandaskan nilai-nilai ukhuwah dan kemandirian.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Prinsipnya sederhana:

Barang yang tidak kita butuhkan, bisa menjadi berkah bagi orang lain.

Baju layak pakai, alat rumah tangga, perlengkapan sekolah, bahkan sisa usaha kecil bisa disalurkan kepada yang membutuhkan melalui jaringan sosial umat. Dengan cara ini, roda ekonomi bisa terus berputar tanpa bergantung pada arus barang luar negeri.

Lebih dari itu, SHOBARU Ummat menumbuhkan kesadaran bahwa shodaqoh tidak selalu dalam bentuk uang. Barang pun bisa menjadi amal jariyah jika diberikan dengan niat ikhlas dan tepat sasaran.

Kemandirian Umat: Dari Shodaqoh ke Produktivitas

Gerakan shodaqoh barang bukan hanya solusi sosial, tapi juga langkah menuju kemandirian ekonomi umat. Setiap barang yang disumbangkan dapat membuka pintu usaha baru. Misalnya:

Mesin jahit bekas bisa menjadi alat bagi ibu rumah tangga untuk memulai usaha konveksi kecil.

Laptop bekas bisa membantu pelajar kurang mampu belajar daring atau bekerja.

Baju layak pakai bisa disalurkan ke daerah rawan bencana tanpa menunggu kiriman impor.

Dari sini, shodaqoh barang menjadi jembatan antara kepedulian sosial dan pembangunan ekonomi berbasis umat. Inilah bentuk ekonomi berkeadilan yang diidamkan Islam — bukan ekonomi konsumtif, tetapi partisipatif.

Dampak Sosial dan Spiritual Shodaqoh Barang

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Barang siapa melepaskan satu kesusahan dari seorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat.”
(HR. Muslim)

Setiap kali kita memberi barang, sesungguhnya kita sedang melepaskan beban hidup orang lain. Tapi di sisi lain, kita juga sedang melepaskan beban hati dari sifat tamak dan cinta dunia.

Dalam masyarakat modern yang diwarnai budaya membeli dan membuang, shodaqoh barang adalah bentuk jihad melawan konsumtivisme. Ia mengingatkan kita bahwa keberkahan bukan diukur dari banyaknya yang kita miliki, tapi dari sejauh mana kita bisa berbagi.

Gerakan seperti SHOBARU Ummat menjadi refleksi nyata dari firman Allah:

> “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.”
(QS. Ali Imran: 92)

Barang yang kita cintai — meski tampak sepele — jika disedekahkan dengan niat ikhlas, akan menjadi sebab turunnya rahmat Allah.

Menjaga Umat dari “Ketergantungan Ekonomi”

Impor barang bekas, apalagi ilegal, sering menjadi simbol dari ketergantungan ekonomi bangsa terhadap produk asing. Ini tidak hanya melemahkan industri nasional, tapi juga menumbuhkan mental inferior di kalangan umat: merasa bahwa yang dari luar selalu lebih baik.

Padahal Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

> “Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Gerakan seperti SHOBARU Ummat mengajarkan prinsip “tangan di atas” secara sosial: menjadi pemberi, bukan penerima; menjadi penopang, bukan yang ditopang. Dengan semangat ini, umat bisa membangun sistem solidaritas internal yang kuat tanpa harus bergantung pada pihak luar.

Dari Purworejo untuk Indonesia

Gambar yang tertulis “Kalikepang, Kaliwader, Kec. Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah” menunjukkan bahwa gerakan kebaikan tak selalu lahir dari kota besar. Di desa-desa, nilai gotong royong masih hidup — dan dari sanalah Islam menumbuhkan peradaban.

Purworejo bisa menjadi contoh bagaimana gerakan lokal berperan dalam menata ekonomi umat. Dengan basis masyarakat yang kuat, program Shodaqoh Barang untuk Umat bisa menjadi bagian dari gerakan nasional membangun ekonomi berbasis keberkahan.

Bayangkan jika setiap desa di Indonesia memiliki gerakan serupa — bukan hanya membagikan barang, tapi juga membangun sistem ekonomi sosial berbasis syariah. Maka Indonesia tidak hanya akan menjadi negara besar secara jumlah penduduk, tapi juga besar dalam kemandirian dan kepedulian.

Penutup: Umat Kuat karena Berbagi, Bukan Karena Membeli

Berita tentang penertiban impor ilegal seharusnya tidak hanya disikapi dengan apresiasi terhadap kebijakan pemerintah, tetapi juga dengan introspeksi sosial: sudahkah kita sebagai umat Islam menjadi bagian dari solusi?

SHOBARU Ummat telah menunjukkan jalannya:
Kita bangun kekuatan umat dengan memberi, bukan dengan konsumsi.
Bahwa keberkahan ekonomi bukan lahir dari impor, tetapi dari kedermawanan dan solidaritas sosial.
Kita wujudkan kemandirian bukan hanya dengan produksi, tapi dengan membangun kesadaran bahwa umat Islam harus menolong diri sendiri dan sesama. Kita tingkatkan solidaritas dan gotong royong!.

Semoga gerakan seperti SHOBARU Ummat terus tumbuh, menjadi inspirasi bagi umat Islam di seluruh Nusantara untuk menyalakan kembali semangat “Berdikari dan Berbagi demi Keberkahan Negeri.” (Oleh: Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement