SURAU.CO – Gambar di atas mengguncang kesadaran kita. Seorang jenazah dibungkus kain kafan, diturunkan perlahan ke liang lahat. Langit menjadi saksi, bumi bersiap menerima tamu barunya. Tak ada lagi gelar, harta, atau jabatan. Yang tersisa hanyalah tubuh tak berdaya — dan amal yang akan berbicara.
“Inilah tempat yang pasti akan kita datangi.”
Kalimat sederhana ini menyentuh relung jiwa. Sebab kematian bukan sekadar berita, tapi janji yang pasti Ayat-ayat untuk membangunkan. Betapa sering kita hidup seolah tidak akan mati, padahal setiap napas membawa kita lebih dekat ke liang lahat.
Dunia: Tempat Singgah, Bukan Tempat Tinggal
Manusia sering terperangkap dalam keindahan dunia. Kita sibuk mempercantik rumah, mengejar pangkat, menumpuk harta, dan mencari pengakuan. Namun lupa bahwa semua itu hanya pinjaman sementara.
> “Kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, sedangkan negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-An’am: 32)
Dunia hanyalah halte menuju keabadian. Namun sayangnya, banyak yang terlena di halte — hingga lupa bahwa perjalanan masih panjang.
Maka, betapa bijaknya jika kita menjadikan dunia ini ladang amal, bukan panggung kemewahan. Karena yang kekal bukan istana, melainkan pahala.
Saat Amal Menjadi Teman Setia
Ketika tubuh terbujur kaku, keluarga hanya bisa menangis, sahabat hanya bisa mengantar. Namun amal akan tetap setia menemani kita dalam gelapnya kubur. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.”
(HR. Muslim)
Betapa bijak orang yang sejak hidup telah menanam tiga hal ini.
Ia sadar bahwa setelah mati, hanya amal yang menjadi teman. Harta ditinggalkan, jabatan ditanggalkan, bahkan nama pun bisa dilupakan. Tapi amal baik — sekecil apa pun — akan menjadi cahaya di alam barzakh.
Lalai dalam Ibadah, Ringan dalam Maksiat
Kita sering mengaku mencintai Allah, tapi betapa mudah kita menunda salat. Kita tahu dunia ini sementara, tapi betapa berat meninggalkan maksiat.
Padahal setiap kali kita memakamkan seseorang, sebenarnya Allah sedang memberi pelajaran: “Lihatlah, di sanalah ujung perjalananmu.”
Namun begitu kembali ke rumah, kita lupa. Kita kembali sibuk, tertawa, dan seakan kematian hanya berlaku bagi orang lain.
Kematian bukan untuk ditakuti, tapi untuk disadari. Karena kesadaran akan mati adalah penuntun agar hidup lebih bermakna.
Hari Ini Kita yang Mengantar, Besok Kita yang Diantar
Berapa kali kita ikut mengantar jenazah ke kubur? Kita berdiri di tepi liang, menatap tubuh yang dulu hidup seperti kita — kini diam tanpa daya. Kita melangkah pergi meninggalkan makam, sementara tanah terus dijatuhkan satu demi satu.
Namun, pernahkah kita berpikir: “Suatu hari, aku yang akan berada di sana.”
Hari ini kita menaburkan bunga, besok bisa jadi kita yang ditaburi doa.
Kita mengantar dan diantar, bergantian dalam irama kehidupan. Tidak ada yang kekal, tidak ada yang bisa menolak waktu. Karena waktu tidak menunggu siapa pun.
Mari Persiapkan Bekal Sebelum Dipanggil
Setiap kali menyaksikan kematian, hendaknya itu menjadi cermin bagi kita. Jangan biarkan kematian datang tanpa persiapan. Karena yang paling menakutkan bukan mati itu sendiri, tapi mati dalam keadaan lalai.
Bekal terbaik bukan uang, bukan gelar, tapi amal saleh dan hati yang tulus.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Orang yang cerdas adalah yang mengendalikan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati.”
(HR. Tirmidzi)
Jadi, mari kita perbaiki niat dan langkah. Jangan tunda taubat, jangan remehkan sedekah, jangan lalaikan salat. Karena setiap amal baik yang kita lakukan hari ini akan menjadi teman di perjalanan panjang menuju akhirat.
Kematian: Awal dari Kehidupan yang Sebenarnya
Bagi orang beriman, kematian bukan akhir — tapi awal kehidupan sejati. Kematian hanyalah pintu menuju perjumpaan dengan Allah. Mereka yang beramal saleh tersenyum dalam kubur, karena yakin tempat kembalinya adalah surga.
Namun bagi yang lalai, kubur menjadi penyesalan yang tak berujung. Maka sebelum napas terhenti, mari kita isi hidup dengan kebaikan yang abadi.
Penutup
Renungkanlah kata-kata dalam gambar itu:
“Inilah tempat yang pasti akan kita datangi.
Kita akan meninggalkan segalanya, baik itu jabatan, harta, atau popularitas — maka apa yang akan kita bawa?
Yang menemani hanyalah amal, dan hisab yang menanti.”
Hidup ini bukan tentang seberapa lama kita bertahan, tapi seberapa banyak kebaikan yang kita tinggalkan.
Maka, mari kita persiapkan diri sebelum ajal tiba — perbanyaklah amal, kuatkan iman, dan bersihkan hati!
Mari kita persiapkan diri untuk menjadi yang diantar dengan baik, mulai dari sekarang! Semoga Allah memberi kita husnul khatimah dan tempat terbaik di sisi-Nya. Aamiin. (Oleh: Tengku Iskandar, M.Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
