Surau.co. Ada masa ketika hati terasa berat tanpa sebab jelas. Langkah menjadi lambat, pandangan buram oleh beban yang tak bisa dijelaskan. Mungkin karena kecewa, mungkin karena kehilangan arah, atau mungkin karena terlalu lama berpura-pura kuat. Dalam keheningan itu, kadang kita lupa satu hal yang paling sederhana: bahwa Allah tidak pernah jauh.
Risālatul Mu‘āwanah — karya spiritual yang lembut namun dalam dari Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad — seakan berbisik kepada kita yang lelah: tenanglah, ada Allah yang selalu dekat. Ia bukan sekadar konsep, tapi kenyataan yang bisa dirasakan bila hati mau berhenti sejenak dari hiruk pikuk dunia.
Ketika Lelah Menjadi Bahasa Jiwa
Manusia diciptakan dengan kemampuan untuk merasa. Namun, dalam dunia yang menuntut kecepatan, perasaan sering dianggap kelemahan. Kita diajari untuk terus bergerak, menuntaskan target, memburu hasil — hingga lupa berhenti untuk sekadar bernapas. Tak heran banyak jiwa yang berjalan, tapi kosong.
Habib Abdullah al-Haddad menulis dalam Risālatul Mu‘āwanah:
«وَعَلَيْكَ بِالرِّضَا وَالتَّسْلِيمِ وَالصَّبْرِ عَلَى مَا يَجْرِي بِهِ الْقَضَاءُ»
“Wajib atasmu untuk ridha, pasrah, dan bersabar atas segala yang ditetapkan oleh takdir.”
Kelelahan jiwa sering lahir bukan karena kerja keras, tapi karena perlawanan terhadap takdir. Kita ingin semua sesuai keinginan, tapi hidup punya cara sendiri. Maka, al-Haddad mengajarkan, ketenangan sejati datang ketika kita belajar ridha — bukan berarti menyerah, melainkan menerima dengan hati yang yakin bahwa Allah tahu apa yang terbaik.
Allah berfirman:
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(QS. Ar-Ra’d: 28)
Ayat ini bukan hanya penjelasan teologis, tetapi juga terapi spiritual. Ketika segala hal terasa kabur, zikir — dalam bentuk doa, istighfar, atau sekadar menyebut nama-Nya — menenangkan frekuensi hati yang kacau.
Allah Dekat, Bahkan Lebih Dekat dari Rasa Sendiri
Kedekatan Allah bukanlah metafora. Ia adalah kenyataan yang diulang oleh Al-Qur’an dengan penuh kelembutan.
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
(QS. Qaf: 16)
Kedekatan ini bukan hanya soal jarak, tapi soal hadirnya kasih dan pengawasan Allah di setiap detik hidup. Dalam setiap nafas, dalam setiap keputusan, dalam setiap air mata yang jatuh di tengah malam — Allah hadir. Hanya saja, sering kali kita yang sibuk hingga tak menyadari kehadiran itu.
Habib al-Haddad menulis dalam Risālatul Mu‘āwanah:
«إِذَا عَلِمْتَ أَنَّ اللهَ مَعَكَ فِي كُلِّ حَالٍ، فَكَيْفَ تَخَافُ أَوْ تَحْزَنُ؟»
“Jika engkau tahu bahwa Allah bersamamu dalam setiap keadaan, bagaimana mungkin engkau takut atau bersedih?”
Kedekatan ini bukan janji kosong. Ia nyata, bahkan dalam situasi paling gelap. Ketika teman menjauh, ketika doa seolah belum dijawab, atau ketika dunia tampak menutup semua pintu, Allah masih bersama — hanya saja terkadang Ia ingin kita berhenti mengetuk pintu dunia, agar mau kembali mengetuk pintu-Nya.
Menemukan Ketenangan dalam Penyerahan
Banyak orang merasa tenang hanya jika semua masalah selesai. Padahal, ketenangan sejati justru muncul ketika kita berserah, bukan ketika masalah lenyap.
Penyerahan bukan berarti pasif, tapi bentuk kecerdasan spiritual tertinggi. Ia mengajarkan kita bahwa yang paling kita butuhkan bukan kontrol atas keadaan, melainkan keyakinan kepada Pemilik keadaan.
Dalam Risālatul Mu‘āwanah, Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad menulis:
«فَاتَّكِلْ عَلَى اللهِ فِي جَمِيعِ أُمُورِكَ، فَإِنَّهُ كَافِيكَ وَنَاصِرُكَ»
“Bertawakallah kepada Allah dalam semua urusanmu, karena Dia yang akan mencukupimu dan menolongmu.”
Ayat Al-Qur’an juga menegaskan hal yang sama:
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barang siapa bertawakal kepada Allah, maka cukuplah Allah baginya.”
(QS. At-Talaq: 3)
Ketenangan bukan hasil dari mengendalikan segalanya, tapi dari mempercayakan segalanya. Ketika hati tahu bahwa Allah cukup, dunia tidak lagi menakutkan.
Risālatul Mu‘āwanah: Jalan Cahaya di Tengah Gelap
Habib Abdullah al-Haddad menulis Risālatul Mu‘āwanah bukan untuk para sufi besar, tapi untuk umat biasa yang ingin hidup damai di dunia sambil menuju akhirat dengan tenang. Beliau menulis dengan bahasa hati, mengajarkan bahwa hidup spiritual bukan berarti menjauh dari dunia, tapi menghadapi dunia dengan hati yang damai.
Dalam salah satu nasihatnya, beliau berkata:
«إِنَّ الْعِبَادَةَ بِغَيْرِ حُضُورِ الْقَلْبِ لَا تَنْفَعُ، وَإِنَّ الْقَلْبَ إِذَا تَعَلَّقَ بِاللهِ اسْتَرَاحَ»
“Ibadah tanpa kehadiran hati tidak bermanfaat, dan hati yang bergantung kepada Allah akan menemukan istirahat.”
Bagi jiwa yang lelah, kata “istirahat” di sini bukan berarti tidur atau berhenti, tapi menemukan tempat pulang dalam makna. Hati yang bergantung pada Allah akan menemukan tempatnya di mana pun ia berada — bahkan di tengah badai sekalipun.
Mengenali Allah Lewat Ujian
Kita sering mengeluh ketika ujian datang. Padahal, justru di situ Allah memperkenalkan diri-Nya. Di saat lapang, kita mengenal Allah sebagai Pemberi nikmat. Di saat sempit, kita mengenal-Nya sebagai Penolong.
Ujian bukan tanda kebencian, tapi undangan untuk mendekat. Dalam setiap luka, ada pesan lembut yang berkata: “Aku masih di sini.”
Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ»
“Apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka.”
(HR. Tirmidzi)
Habib al-Haddad menjelaskan bahwa ujian adalah bentuk takhliyah — pembersihan jiwa dari sifat-sifat yang menghalangi kedekatan dengan Allah. Beliau menulis:
«لَا يُرِيدُ اللهُ بِالْبَلَاءِ إِلَّا تَزْكِيَةَ النَّفْسِ وَرَفْعَ الدَّرَجَةِ»
“Allah tidak menghendaki dengan ujian kecuali untuk menyucikan jiwa dan mengangkat derajat.”
Jadi, saat lelah, jangan buru-buru menyalahkan keadaan. Bisa jadi, kelelahan itu sedang menjadi jembatan menuju versi terbaik dari diri kita.
Zikir dan Doa: Menjaga Hati Tetap Lembut
Dalam kelelahan, jangan biarkan hati mengeras. Sebab, hati yang keras tak lagi bisa merasakan kedekatan Allah. Salah satu pesan penting Risālatul Mu‘āwanah adalah menjaga zikir dan doa tetap hidup, meski dalam kesulitan.
«وَأَكْثِرْ مِنْ ذِكْرِ اللهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، فَإِنَّ فِي ذِكْرِهِ الْقُرْبَ مِنْهُ وَالسُّكُونَ إِلَيْهِ»
“Perbanyaklah zikir kepada Allah dalam setiap keadaan, karena dengan mengingat-Nya engkau akan dekat dan tenang bersama-Nya.”
Zikir bukan hanya menyebut nama, tapi menghidupkan kesadaran. Ia membuat kita berhenti berlari ke luar dan mulai melihat ke dalam — bahwa Allah tidak pernah pergi dari hati yang terus mengingat-Nya.
Tenanglah, Allah Tidak Pernah Meninggalkanmu
Dalam setiap masa sulit, setan akan berbisik bahwa kita sendirian. Tapi Risālatul Mu‘āwanah datang membawa bantahan halus: tidak, kamu tidak pernah sendiri.
Allah berfirman:
إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
“Sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.”
(QS. Asy-Syu‘ara: 62)
Inilah kalimat yang diucapkan Nabi Musa ketika terjebak antara laut dan pasukan Fir’aun — situasi yang secara logika, mustahil selamat. Namun justru di saat itu, pertolongan datang. Laut terbelah, dan jalan terbuka. Begitu pula dengan kita. Kadang Allah baru membuka jalan ketika semua jalan lain tertutup — agar kita tahu siapa satu-satunya tempat bergantung.
Penutup: Pulanglah ke Tenang yang Bernama Allah
Hidup tidak selalu lembut. Kadang ia mengguncang sampai kita tak tahu arah. Tapi di setiap guncangan, ada satu tempat yang tak pernah goyah: Allah. Ia bukan sekadar sandaran terakhir, tapi rumah pertama dari semua perjalanan.
Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad menulis:
«مَنْ وَجَدَ اللهَ فَقَدْ وَجَدَ كُلَّ شَيْءٍ، وَمَنْ فَقَدَهُ فَقَدْ فَاتَهُ كُلُّ شَيْءٍ»
“Siapa yang menemukan Allah, ia telah menemukan segalanya. Siapa yang kehilangan-Nya, ia telah kehilangan segalanya.”
Jadi, jika hari ini kamu lelah, tenanglah. Kamu tidak perlu tahu ke mana hidup akan berjalan. Cukup tahu bahwa Allah berjalan bersamamu. Dan itu sudah lebih dari cukup untuk membuatmu kuat lagi.
*Gerwin Satria N
Pegiat literasi Iqro’ University Blitar
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
