Khazanah
Beranda » Berita » Dzikir dan Tenang: Menemukan Kedamaian ala Risālatul Mu‘āwanah

Dzikir dan Tenang: Menemukan Kedamaian ala Risālatul Mu‘āwanah

ilustrasi dzikir dan ketenangan hati
Siluet seorang hamba berdzikir di bawah cahaya fajar, dengan sinar lembut menerangi wajahnya. Simbol kedamaian yang datang dari dzikir.

Surau.co. Kita hidup di zaman ketika keheningan menjadi barang langka.
Notifikasi berdenting tanpa jeda, pikiran berpacu dengan waktu, dan hati kehilangan ruang untuk bernapas. Di tengah hiruk-pikuk itu, banyak orang mencari ketenangan — sebagian lewat liburan,  sebagian lagi lewat kesendirian. Namun sedikit yang sadar bahwa dzikir dan ketenangan hati merupakan suatu hal yang kita butuhkan.

Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, dalam karya klasiknya Risālatul Mu‘āwanah, berkata:

“اِعْلَمْ أَنَّ فِي الذِّكْرِ حَيَاةَ الْقُلُوبِ، وَنُورَ النَّفْسِ، وَبِهِ تَثْبُتُ الْمَحَبَّةُ وَتَسْتَقِرُّ الطُّمَأْنِينَةُ.”
“Ketahuilah, dalam dzikir terdapat kehidupan hati, cahaya bagi jiwa, dan dengan dzikir tumbuh rasa cinta serta ketenangan yang menetap.”

Dzikir bukan sekadar lafaz.  Ia adalah kesadaran terus-menerus bahwa Allah selalu hadir, bahkan di tengah gemuruh dunia yang tak pernah diam.

Dzikir: Nafas bagi Hati yang Ingin Hidup Tenang

Hati yang tak berdzikir seperti tanaman yang tak disiram air.
Lama-kelamaan ia layu, kering, lalu mati tanpa sempat berbunga.
Rasulullah ﷺ bersabda:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ، مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir, bagaikan orang hidup dan orang mati.”
(HR. Bukhari)

Hadis ini sederhana tapi mengguncang: hidup sejati hanya dimiliki oleh mereka yang hatinya berdzikir. Bukan karena mereka tak punya masalah, tapi karena mereka tahu ke mana harus kembali setiap kali hati terasa sesak.

Habib al-Haddad menjelaskan bahwa dzikir adalah sumber energi spiritual yang menumbuhkan keteguhan jiwa. Dengan dzikir, seorang hamba belajar melihat dunia dengan mata yang tenang dan hati yang jernih.

Menemukan Tenang di Tengah Dunia yang Bising

Ketenangan bukan berarti hidup tanpa kebisingan, melainkan mampu tetap damai di tengahnya. Orang yang berdzikir bisa tersenyum bahkan saat dunia mengecilkan ruang geraknya.
Allah berfirman:

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”
(QS. Ar-Ra‘d [13]: 28)

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Ayat ini bukan sekadar kalimat penghibur; ia adalah rumus ketenangan yang universal.
Hati manusia diciptakan untuk bergetar hanya pada nama Allah.
Ketika dzikir terlupa, hati pun kehilangan pusat gravitasinya, seperti planet yang keluar dari orbit.

Habib al-Haddad menulis:

“إِذَا غَفَلْتَ عَنِ الذِّكْرِ، ضَاعَتْ نَفْسُكَ فِي الضَّجِيجِ، وَإِذَا ذَكَرْتَ رَبَّكَ، وُجِدْتَ السَّكِينَةَ فِي الْهَدِيرِ.”
“Ketika engkau lalai dari dzikir, jiwamu tersesat dalam kebisingan. Namun ketika engkau mengingat Tuhanmu, ketenangan hadir bahkan di tengah keramaian.”

Maka, berdzikir bukan hanya ritual di sajadah, melainkan seni menemukan hening di tengah hiruk dunia.

Dzikir dalam Pandangan Risālatul Mu‘āwanah: Jalan Menuju Kehadiran Ilahi

Habib al-Haddad menekankan bahwa dzikir sejati bukan hanya di lidah, tapi di hati.
Beliau berkata:

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

“لَيْسَ الذِّكْرُ بِكَثْرَةِ اللَّفْظِ، وَلَكِنْ بِحُضُورِ الْقَلْبِ.”
“Dzikir bukan diukur dari banyaknya lafaz, melainkan dari hadirnya hati.”

Dzikir yang benar bukan semata mengulang kata-kata suci, tetapi menghadirkan kesadaran akan Allah dalam setiap tarikan napas. Inilah yang disebut dzikir qalbi — dzikir hati — yang menumbuhkan rasa kehadiran Allah dalam diri.

Ketika seseorang berdzikir dengan hati, ia akan merasakan perubahan yang nyata:

  • Ia menjadi lebih sabar dalam menghadapi ujian.
  • Ia lebih cepat tenang setelah terguncang.
  • Ia lebih mudah memaafkan dan berlapang dada.

Dzikir mengasah batin agar tidak reaktif terhadap dunia, melainkan responsif terhadap Tuhan.

Dzikir Sebagai Terapi Jiwa

Banyak orang mencari terapi untuk stres, kecemasan, atau kekosongan batin.
Namun, dalam Islam, dzikir adalah terapi tertua dan paling alami. Ia bukan sekadar menenangkan pikiran, tetapi menyeimbangkan seluruh dimensi diri — lahir, batin, dan ruhani.

Habib al-Haddad menjelaskan:

“الدِّوَاءُ لِأَمْرَاضِ الْقُلُوبِ هُوَ ذِكْرُ اللَّهِ.”
“Obat bagi penyakit hati adalah dzikir kepada Allah.”

Dzikir adalah meditasi spiritual Islam. Ketika seseorang mengucap Subhānallāh, Alhamdulillāh, Allāhu Akbar, sebenarnya ia sedang menata ulang jiwanya. Ia sedang menurunkan ritme batin agar selaras dengan irama ketenangan Ilahi.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ، حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ
“Barang siapa mengucapkan ‘Subhānallāh wa bihamdih’ seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus walau sebanyak buih di lautan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan dzikir, manusia bukan hanya mengingat Allah, tetapi diingat oleh Allah.
Dan itulah sumber kedamaian sejati.

Kiat-Kiat Berdzikir dengan Hati Hadir

Habib al-Haddad memberikan panduan agar dzikir tidak hanya diucapkan, tapi juga dirasakan. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Lakukan dengan kesadaran penuh

Dzikir yang dilakukan dengan sadar akan menghadirkan rasa khusyuk. Duduk tenang, tarik napas perlahan, dan biarkan setiap lafaz keluar dengan makna.

  1. Pilih waktu yang hening

Beliau menganjurkan waktu-waktu sunyi seperti sepertiga malam terakhir atau setelah Subuh, ketika hati masih bersih dari gangguan dunia.

  1. Jadikan dzikir bagian dari keseharian

Dzikir bukan hanya setelah shalat. Sebut nama Allah saat bekerja, belajar, bahkan saat menghadapi masalah. Dengan begitu, hidup kita perlahan berubah menjadi ibadah yang terus mengalir.

Habib al-Haddad menulis:

“مَنْ أَلِفَ ذِكْرَ اللَّهِ فِي كُلِّ أَحْوَالِهِ، أَلِفَتْهُ الرَّاحَةُ فِي كُلِّ أَزْمَانِهِ.”
“Barang siapa membiasakan dzikir dalam segala keadaan, maka ketenangan akan menjadi sahabatnya di setiap waktu.”

Dzikir yang Mengubah Perspektif Hidup

Dzikir tidak hanya membuat hati tenang, tapi juga mengubah cara kita memandang hidup. Orang yang berdzikir akan melihat kesulitan bukan sebagai beban, melainkan sebagai panggilan untuk mendekat kepada Allah.

Ketika seseorang terlatih berdzikir, ia akan lebih sabar, lebih bijak, dan lebih ikhlas.
Sebab setiap kejadian dunia ia pandang dalam bingkai kehadiran Allah.

Dalam Risālatul Mu‘āwanah, Habib al-Haddad menulis:

“إِذَا كَانَ ذِكْرُكَ دَائِمًا، كَانَ أَمْرُكَ مُسَدَّدًا.”
“Jika dzikirmu terus-menerus, maka segala urusanmu akan dipermudah.”

Kalimat ini sederhana, tapi mengandung rahasia besar: Semakin kita mengingat Allah, semakin ringan urusan hidup kita — bukan karena dunia berubah, tapi karena hati kita telah menemukan sandarannya.

Dzikir, Cinta, dan Keintiman dengan Allah

Dzikir yang konsisten menumbuhkan cinta kepada Allah.
Cinta yang lahir dari dzikir bukan sekadar rasa, tapi hubungan yang hidup.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَمَنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ
“Barang siapa mengingat-Ku dalam dirinya, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku; dan barang siapa mengingat-Ku di hadapan orang banyak, Aku akan mengingatnya di hadapan (malaikat) yang lebih baik dari mereka.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dzikir menumbuhkan keintiman yang dalam — sebuah rasa bahwa kita tidak pernah benar-benar sendiri.
Habib al-Haddad menggambarkan ini dengan indah:

“الذَّاكِرُ لِلَّهِ فِي خَلْوَتِهِ، لَهُ مَعَ اللهِ مُنَاجَاةٌ لَا يَسْمَعُهَا أَحَدٌ.”
“Orang yang berdzikir kepada Allah dalam kesepiannya, memiliki percakapan rahasia dengan Allah yang tak didengar oleh siapa pun.”

Itulah keindahan dzikir — rasa tenang yang lahir bukan karena sepi, tetapi karena ditemani oleh-Nya.

Penutup: Hening yang Paling Nyaring Adalah Dzikir

Ketika dunia semakin bising, dzikir dan ketenangan hati menjadi jalan untuk menemukan kembali ruang hening di dalam diri. Ia bukan hanya menenangkan hati, tapi juga membangunkan kesadaran tertinggi: bahwa kita hidup dalam pandangan Allah setiap saat.

Maka mari berdzikir dengan membayangkan bahwa kita esok akan rindu untuk pulang.
Sebab dalam setiap kata yang kita ucap, ada rumah yang sedang menunggu: rumah ketenangan dalam hati.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement