Berita
Beranda » Berita » Temu Karya Serumpun 2025: Ratusan Penyair ASEAN Merajut Ingatan, Trauma, dan Imajinasi Kebebasan di Jember

Temu Karya Serumpun 2025: Ratusan Penyair ASEAN Merajut Ingatan, Trauma, dan Imajinasi Kebebasan di Jember

Suasana Temu Karya Serumpun 2025 di Jember Jawa Timur

SURAU.CO – Jember menjadi saksi bisu riuhnya perayaan puisi. Bukan hanya hujan Oktober yang menderu. Gemuruh semangat sastra juga berkumandang. Ratusan penyair dari kawasan ASEAN berkumpul. Mereka datang di acara Temu Karya Serumpun 2025. Negara-negara yang hadir meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, dan Timor Leste. Acara berlangsung di Seger Nusantara, Jember.

Kegiatan penting ini dilaksanakan selama dua hari. Setiap hari memiliki tempat dan topik diskusi yang berbeda. Hari pertama, tanggal 25 Oktober 2025, berpusat di Seger Nusantara. Pembukaan acara diisi dengan “Dialog Sastra Penyair Serumpun”. Dialog ini menghadirkan narasumber istimewa. Ada Abas Salae dari Thailand. Peneliti, pengamat, dan aktivis komunitas sastra Indonesia juga turut serta.

Persaudaraan Sastra Lintas Negara

Abas Salae, tokoh sastra terkemuka dari Pattani, Thailand Selatan, menyoroti pentingnya hubungan budaya. Ia juga menekankan peran bahasa. Keduanya sangat vital dalam mempererat persaudaraan. Ini berlaku khususnya bagi para penyair di Asia Tenggara. Ia menjelaskan bahwa sejarah serupa dan pengalaman hidup yang sama. Ini menjadi sumber inspirasi melimpah. Inspirasi ini sangat berarti bagi karya sastra mereka.

Penyair Muhammad Asqalani E dari Riau juga berbagi pengalaman. Ia menceritakan bagaimana trauma masa lalu membentuknya. Pengalaman itu menjadikannya seorang penulis puisi. Ia mengungkapkan rasa sakit dan kehilangan. Hal itu menjadi bahan bakar kreativitasnya. Ini mengantarkannya pada kedalaman makna. Makna itu terwujud dalam setiap bait puisinya. Narasi ini diperkuat kajian teoritis. Kajian disampaikan oleh Rakmat Faisal dari UNESA Surabaya.

Diskusi kemudian berlanjut. Nurul Ludfiah, aktivis sastra Banyuwangi, turut berpendapat. Faidi Rizal Alief dari Damar Korong Sumenep, Madura, juga. Ada pula Muhammad Lefand dari Sastra Timur Jawa. Yogira Yogaswara dari Komunitas Sastra Ciwedey, Jawa Barat, melengkapi. Diskusi ini dipandu Fitri Nura Murti. Beliau adalah dosen FKIP UNEJ.

Peduli Sumatera: Saat Saudara Kita Menjerit, Hati Kita Harus Bangkit

Tengsoe menambahkan pandangannya. Dialog lintas negara ini bukan sekadar pertemuan. Ini adalah ruang berbagi pengalaman. Ruang untuk refleksi kondisi kemanusiaan. Kondisi di seluruh kawasan juga dibahas. Ia berharap kegiatan semacam ini berlanjut terus. Harapannya agar puisi tetap menjadi jembatan. Jembatan antara perbedaan budaya dan bahasa.

Meluncurkan “Semesta Ingatan: Trauma dan Imajinasi Kebebasan”

Sesi kedua Temu Karya Serumpun 2025 sangat dinanti. Sesi ini adalah Peluncuran dan Bedah Buku Antologi Puisi. Prof. Taufiq memaparkan tema besar buku ini. Temanya adalah “Semesta Ingatan: Trauma dan Imajinasi Kebebasan”. Tema ini menggambarkan perjalanan batin manusia. Perjalanan menghadapi luka sejarah. Lalu menemukan makna kebebasan lewat sastra. Ia menilai ingatan kolektif. Itu menjadi sumber penting proses penciptaan karya.

Penyair Acep Zamzam Noor menyampaikan pandangannya. Trauma tidak selalu berdampak buruk. Justru dapat menjadi kekuatan besar. Kekuatan itu mendorong lahirnya karya sastra mendalam. Menurutnya, banyak karya besar lahir. Mereka berasal dari pengalaman personal penuh luka. Luka itu kemudian diolah. Diolah menjadi estetika puitik yang indah.

Sementara itu, Adziah Abd Aziz adalah penulis asal Malaysia. Ia menekankan pentingnya pedoman kepantasan. Pedoman itu harus ada dalam kreativitas. Juga dalam imajinasi kebebasan. Tujuannya agar tidak mengganggu sesama penulis. Pesan ini relevan bagi komunitas sastra.

Mashuri menutup sesi diskusi dengan tegas. Ia menegaskan pentingnya bahasa. Bahasa sangat krusial dalam dunia sastra. Ia menjelaskan proses kurasi puisi. Ketepatan penggunaan bahasa adalah penentu utama. Itu penentu kualitas sebuah karya. “Kalau kata depan saja salah, bisa gagal jadi juara satu,” ujarnya. Ia menekankan keindahan puisi lahir. Itu dari kedisiplinan berbahasa yang tinggi.

Asosiasi Ma’had Aly Dorong PenguatanDirektorat Jenderal Pesantren

Marwanto membawa buku Semesta Ingatan, antologi puisi yang diluncurkan pada Temu Karya Serumpun 2025

Apresiasi dari Sastrawan Kulon Progo

Apresiasi atas event tersebut datang dari berbagai daerah. Marwanto, sastrawan asal Kulon Progo, Yogyakarta, yang  puisinya juga termuat dalam buku antologi “Semesta Ingatan” sangat mengapresiasi Temu Karya  Serumpun yang  berskala ASEAN. “Apa yang dilakukan teman-teman pegiat sastra dari Jember patut diacungi jempol,” jelasnya.

Ia melanjutkan, “Komunitas ASEAN yang diikat dalam satu even kebudayaan saya pikir menjadi salah satu ikhtiar untuk merawat kemanusiaan.” Marwanto bukan orang baru. Ia mantan Wakil Ketua Dewan Kebudayaan Kulon Progo (2010-2015). Ia juga pernah menerima penghargaan bergengsi atau tingkas nasional, baik untuk penulisan puisi dan cerpen.

Temu Karya Serumpun 2025 telah sukses diselenggarakan. Acara ini bukan hanya pertemuan biasa. Ini adalah jembatan budaya dan bahasa. Jembatan untuk merajut persaudaraan. Persaudaraan di antara para penyair ASEAN. Momen ini menjadi bukti. Bukti bahwa sastra punya kekuatan besar. Kekuatan menyatukan hati dan pikiran. Terutama di tengah keberagaman kawasan. Diharapkan, kegiatan serupa akan terus berlanjut. Ini demi memupuk nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai melalui keindahan puisi.

 

Hikayat yang Menggetarkan: Menyelami Kitab Al-Mawa’idhul Ushfuriyah

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement