Kisah
Beranda » Berita » Kisah Ashif bin Barkhiya: Ilmu, Doa, dan Cinta yang Menggerakkan Singgasana

Kisah Ashif bin Barkhiya: Ilmu, Doa, dan Cinta yang Menggerakkan Singgasana

Ilustrasi Ashif Bin Barkhiya mendatangkan singgasana megah telah terhampar di hadapan Nabi Sulaiman AS

SURAU.CO. Para ulama memiliki pandangan beragam tentang sosok Ashif bin Barkhiya. Ada yang meyakini ia merupakan sepupu Nabi Sulaiman, sementara sebagian lain menyebutnya sebagai wazir—pembantu utama sang nabi yang memegang amanah besar dalam kerajaan. Namun di balik perbedaan itu, tersimpan satu hal yang sama bahwa Ashif bukan sekadar pejabat istana.

Ia adalah seorang arif, hamba yang menempuh jalan ma‘rifat; mengenal Allah dengan ilmu, dzikir, dan cinta yang tulus. Dalam dirinya terpancar keseimbangan antara kekuasaan dan ketundukan, antara ilmu dan penghambaan. Ashif menjadi cerminan manusia yang dekat dengan Tuhannya, tidak karena kedudukan, melainkan karena hatinya yang berserah sepenuhnya kepada Sang Pencipta.

Kisah Ashif: Dari Hud-Hud Hingga Singgasana Bilqis

Kisah ini berawal ketika Nabi Sulaiman mengumpulkan seluruh makhluk di bawah kekuasaannya. Saat absen, burung hud-hud tidak hadir. Nabi Sulaiman menanyakan keberadaan hud-hud. Hud-hud datang membawa kabar dari negeri Saba’, kerajaan besar yang dipimpin oleh Ratu Bilqis di Yaman.

Hud-hud menyampaikan bahwa rakyat negeri itu menyembah matahari, bukan Allah Swt. Mendengar hal itu, Nabi Sulaiman menulis surat dan mengundang Ratu Bilqis untuk beriman kepada Allah Swt. Surat itu dibawa oleh hud-hud dan sampai ke tangan sang ratu. Akhirnya, Bilqis tergerak untuk menemui Nabi Sulaiman. Ratu Bilqis ingin melihat siapa raja yang begitu berwibawa, namun menyeru kepada Tuhan Yang Esa.

Sayembara, Kehebatan Jin, dan Mukjizat Ashif

Sebelum kedatangan Bilqis, Nabi Sulaiman mengadakan sayembara. Ia ingin mengetahui siapa yang mampu menghadirkan singgasana Ratu Bilqis sebelum ia tiba. Ifrit, dari bangsa jin, menawarkan diri. Ifrit berkata, “Aku akan membawakannya kepadamu sebelum engkau bangun dari tempat dudukmu.” Namun, Nabi Sulaiman menginginkan sesuatu yang lebih cepat dan suci.

Menerapkan Parenting Nabawi: Panduan Mendidik Karakter Anak Lewat Riyadus Shalihin

Berdirilah Ashif bin Barkhiya, dengan wajah teduh dan penuh cahaya. Ashif berkata, “Aku akan mendatangkannya kepadamu dalam sekejap mata.” Sekejap kemudian, singgasana megah itu telah terhampar di hadapan Nabi Sulaiman. Semua yang hadir tertegun. Nabi Sulaiman bersujud seraya berkata,

“Ini adalah karunia dari Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau kufur. Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.” (QS. An-Naml: 40).

Rahasia Ilmu, Doa, dan Ismullah al-A‘zham

Apa yang membuat Ashif mampu melakukan hal luar biasa? Para ulama tafsir menjelaskan bahwa Ashif adalah “seorang yang memiliki ilmu dari Kitab.” Maksudnya, Ashif mengetahui sebagian dari Ismullah al-A‘zham – Nama Allah Yang Maha Agung. Nama suci ini, bila dipanjatkan dengan keikhlasan dan keyakinan penuh, menjadi kunci terkabulnya doa.

Rasulullah Saw bersabda, “Allah memiliki nama yang paling agung; jika seseorang berdoa dengannya, maka doanya akan dikabulkan.” Ashif mengucapkannya dengan hati yang bersih. Ia melakukannya bukan karena ingin menunjukkan kehebatan. Ashif melakukannya karena cinta dan penghambaan yang sempurna. Ia bukan ahli sihir, bukan pula ilmuwan duniawi, melainkan hamba yang mengenal Tuhannya melalui ilmu dan doa. Dalam dirinya berpadu kecerdasan, keikhlasan, dan cinta yang murni kepada Allah.

Ashif: Ilmu yang Hidup dari Doa dan Taubat

Ashif mengajarkan bahwa ilmu sejati bukan berasal dari banyaknya pengetahuan semata, tetapi dari seberapa dekat ia membawa seseorang kepada Allah. Ilmu tanpa doa menumbuhkan kesombongan, sementara doa tanpa ilmu kehilangan arah. Namun, ketika keduanya bersatu, lahirlah kekuatan spiritual yang, dengan izin Allah, mampu “memindahkan singgasana” dan mengubah keadaan.

Manajemen Waktu: Refleksi Mendalam Bab Bersegera dalam Kebaikan

Ashif bukanlah sosok suci sejak awal. Ia pernah tergelincir dalam dosa, lalu bertaubat dan menempuh jalan ma‘rifat hingga Allah menganugerahkan ilmu laduni—ilmu yang ditanamkan langsung ke dalam hati hamba pilihan-Nya.

Kisahnya menjadi pelajaran abadi: ilmu dan iman harus berjalan seiring. Ilmu menuntun akal memahami hukum Allah, sedangkan doa menuntun hati untuk tunduk kepada-Nya. Dari perpaduan keduanya, lahirlah keseimbangan yang membawa keberkahan dan kedekatan sejati dengan Tuhan.

Cinta yang Menggerakkan Segalanya

Ashif bin Barkhiya bukan nabi, bukan pula malaikat. Namun, ia menjadi simbol bahwa kedekatan dengan Allah tidak ditentukan oleh status, melainkan oleh cinta, ilmu, dan doa yang tulus. Ia mengajarkan bahwa mukjizat bukan semata milik para nabi; mukjizat dapat lahir dari hati siapa pun yang bersih dan ikhlas. Singgasana Bilqis berpindah bukan karena kekuatan fisik, tetapi karena kekuatan cinta—cinta kepada Allah yang membuat segala sesuatu tunduk pada kehendak-Nya.

Di sanalah letak keajaiban sejati. Bukan pada perpindahan singgasana, melainkan pada perpindahan hati manusia: hati yang lalai menjadi sadar, yang sombong menjadi tunduk, yang tahu menjadi benar-benar mengenal. (kareemustofa)

Meneladani Seni Hidup Imam Nawawi: Kunci Keseimbangan Dunia dan Akhirat

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement