Surau.co. Dalam sejarah panjang peradaban Islam, tidak ada tradisi intelektual yang seketat dan seteliti ilmu jarh wa taʿdīl — ilmu yang menilai kejujuran serta kredibilitas para perawi hadis. Di masa modern, ilmu ini sering disebut sebagai “sains detektif ulama hadis,” sebab tujuannya serupa dengan kerja seorang detektif: menelusuri jejak, memverifikasi kebenaran, dan mengungkap siapa yang benar-benar layak dipercaya.
Dalam Muqaddimah Ibn al-Ṣalāḥ fī ʿUlūm al-Ḥadīth, Abū ʿAmr ʿUthmān ibn ʿAbd al-Raḥmān al-Shahrazūrī — yang lebih dikenal sebagai Ibn al-Ṣalāḥ — membahas ilmu ini dengan kedalaman luar biasa. Ia tidak hanya menjelaskan tekniknya, tetapi juga memperlihatkan etika dan moralitas yang menyertai kerja ilmiah para ahli hadis.
Ketelitian sebagai Benteng Keilmuan
Ibn al-Ṣalāḥ membuka pembahasan jarh wa taʿdīl dengan kalimat yang tegas namun penuh tanggung jawab:
“العلم بالجرح والتعديل من أجلّ العلوم، إذ به يُعرف المقبول من المردود من الرواة.”
“Ilmu jarh dan taʿdīl merupakan ilmu yang paling mulia, sebab dengannya dapat diketahui mana perawi yang diterima dan mana yang ditolak.”
Ungkapan itu menegaskan bahwa para ulama hadis tidak sekadar menghafal ribuan sanad, tetapi juga meneliti karakter manusia dengan cermat. Mereka menelusuri latar belakang perawi, kebiasaan hidupnya, hingga integritas pribadinya untuk memastikan kejujuran dalam meriwayatkan sabda Nabi ﷺ.
Selain itu, semangat ilmiah tersebut sejajar dengan prinsip fact-checking dalam jurnalisme atau peer review dalam sains modern. Bedanya, ulama hadis sudah melakukannya lebih dari seribu tahun lalu — dengan tingkat ketelitian yang menakjubkan.
Menimbang Antara Kritik dan Keadilan
Salah satu keindahan jarh wa taʿdīl terletak pada keseimbangannya antara objektivitas dan empati. Ibn al-Ṣalāḥ menulis:
“لا يجوز الجرح إلا بعلم وعدل، ولا يُقبل ممن عُرف بالتعصب أو الهوى.”
“Tidak boleh melakukan penilaian jarh (kritik) tanpa ilmu dan keadilan, serta tidak diterima dari orang yang dikenal fanatik atau mengikuti hawa nafsu.”
Dengan kata lain, kritik dalam Islam memiliki etika yang ketat. Ulama tidak boleh menuduh tanpa bukti, dan mereka tidak boleh menilai seseorang hanya karena perbedaan mazhab atau sentimen pribadi.
Di sisi lain, pelajaran ini terasa sangat relevan pada era media sosial. Kini, banyak orang menilai tanpa dasar ilmu, menuduh tanpa data, dan menghakimi tanpa empati. Ibn al-Ṣalāḥ mengingatkan bahwa kritik sejati lahir dari kasih terhadap kebenaran, bukan dari amarah terhadap manusia.
Para Ulama sebagai Detektif Kebenaran
Ibn al-Ṣalāḥ juga menampilkan kisah-kisah menakjubkan tentang ketelitian para ulama hadis. Mereka rela menempuh perjalanan panjang hanya untuk memeriksa satu kalimat dari seorang perawi.
“كانوا يرحلون في الحديث الواحد مسافات بعيدة، يتحققون من لفظ الراوي ودقته في النقل.”
“Mereka melakukan perjalanan jauh hanya untuk satu hadis, guna memastikan lafaz dan ketelitian seorang perawi.”
Bayangkan, tanpa internet dan transportasi cepat, mereka tetap menempuh perjalanan berbulan-bulan demi memastikan satu kebenaran. Oleh karena itu, kerja mereka dapat disamakan dengan ilmuwan forensik modern: membedah setiap detail, menguji setiap bukti, dan memastikan tidak ada cacat dalam rantai transmisi pengetahuan.
Menggali Hikmah di Balik Ketegasan
Meski terkenal ketat, ilmu jarh wa taʿdīl tidak bersifat kejam. Justru di balik ketegasan itu tersimpan kasih sayang mendalam terhadap umat. Ibn al-Ṣalāḥ menulis lembut:
“المقصود بالجرح حفظ الدين لا النيل من الأشخاص، فإن المقصود هو سلامة السنة.”
“Tujuan dari jarh bukan untuk merendahkan seseorang, tetapi untuk menjaga agama, sebab yang dimaksud adalah keselamatan sunnah.”
Pernyataan ini menggambarkan kedewasaan spiritual yang tinggi. Kritik terhadap seorang perawi tidak dimaksudkan untuk menjatuhkan, melainkan untuk melindungi umat dari kesalahan.
Lebih jauh lagi, dalam konteks kehidupan modern, prinsip ini relevan untuk semua bentuk koreksi sosial. Menegur atau mengoreksi seseorang seharusnya muncul dari cinta terhadap kebenaran, bukan dari dendam pribadi. Jarh wa taʿdīlmengajarkan bahwa keilmuan dan kasih sayang dapat berjalan beriringan.
Cermin Etika di Era Informasi
Ilmu jarh wa taʿdīl bukan hanya sistem ilmiah; ia juga cermin akhlak. Di dalamnya, terdapat nilai kejujuran, tanggung jawab, dan ketulusan yang abadi.
Bayangkan bila prinsip-prinsip ilmu ini diterapkan di dunia modern:
-
setiap informasi diperiksa sumbernya terlebih dahulu,
-
setiap kritik dilakukan dengan adil,
-
dan setiap penyebaran berita didasari niat menjaga kebenaran, bukan mencari sensasi.
Selain itu, Al-Qur’an telah mengingatkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka telitilah kebenarannya.” (QS. Al-Ḥujurāt: 6)
Ayat ini mempertegas bahwa iman dan verifikasi adalah dua sisi dari mata uang yang sama — keduanya saling melengkapi untuk menjaga integritas umat.
Pelajaran Moral dari Ilmu Jarh wa Taʿdīl
Selain nilai akademik, ilmu jarh wa taʿdīl mengandung pelajaran moral yang tetap relevan di setiap zaman:
-
Kebenaran menuntut keberanian. Ulama harus berani menyatakan cacat seorang perawi, meski ia populer.
-
Kejujuran menuntut kehati-hatian. Tidak semua kabar dapat dipercaya begitu saja.
-
Kritik sejati lahir dari cinta. Teguran menjadi indah bila diniatkan untuk menjaga kemurnian kebenaran.
Dengan demikian, dalam dunia yang serba cepat seperti sekarang, ilmu ini seolah berbisik: “Tenanglah, periksa dulu, dan berbicaralah dengan adil.”
Penutup: Dari Sanad ke Integritas
Akhirnya, ilmu jarh wa taʿdīl menjadi simbol integritas ilmiah dalam Islam. Ia tidak hanya menjaga teks hadis, tetapi juga membentuk karakter ulama sebagai penjaga moral masyarakat.
Ibn al-Ṣalāḥ melalui Muqaddimah-nya menegaskan bahwa ilmu ini bukan sekadar menilai orang lain, melainkan melatih diri agar jujur dalam menilai.
Oleh karena itu, di tengah dunia yang kini dipenuhi “sanad digital” — dari media sosial hingga sumber berita — pesan Ibn al-Ṣalāḥ tetap bergema: kejujuran adalah sanad paling sahih dalam kehidupan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
