Surau.co. Dalam dunia ilmu hadis, ketelitian terhadap nama perawi bukan sekadar kebutuhan akademik, tetapi juga jantung dari keaslian sunnah. Di antara pembahasan paling menarik dalam karya klasik Muqaddimah Ibn al-Ṣalāḥ fī ʿUlūm al-Ḥadīth adalah bab tentang “al-Mubhamāt” — yakni hadis-hadis yang di dalamnya terdapat perawi yang tidak disebutkan secara jelas.
Konsep al-Mubhamāt ini membahas ketika seorang perawi berkata, “Telah menceritakan kepadaku seseorang,” atau “Seorang sahabat Nabi berkata,” tanpa menyebut nama. Sekilas hal itu tampak sederhana, tetapi dalam ilmu hadis, “ketidakjelasan” nama bisa menjadi faktor besar dalam menilai kekuatan suatu riwayat.
Ketika Nama yang Hilang Menjadi Masalah Besar
Bayangkan kamu mendengar sebuah cerita: “Ada seorang guru besar di Madinah mengatakan…” tanpa tahu siapa nama guru itu. Secara alami, kamu akan bertanya-tanya—siapa dia? Apakah terpercaya? Apakah ahli di bidangnya?
Begitu pula dalam hadis. Ibn al-Ṣalāḥ menjelaskan bahwa mengenali siapa yang berbicara adalah bagian dari amanah keilmuan. Ia menulis:
“المبهم من الرواة لا يُقبل حديثه حتى يُعرف، لأن العدالة شرط في الراوي، ولا تتحقق العدالة إلا بعد معرفة العين.”
“Perawi yang mubham (tidak disebutkan namanya) tidak diterima hadisnya hingga ia dikenal, sebab keadilan adalah syarat perawi, dan keadilan tidak dapat dipastikan tanpa mengenali dirinya.”
Kalimat ini tampak tegas namun sangat rasional. Bagaimana mungkin kita bisa menilai kejujuran seseorang tanpa tahu siapa dia? Prinsip Ibn al-Ṣalāḥ ini menunjukkan bahwa keilmuan Islam selalu berdiri di atas kehati-hatian dan verifikasi, bukan prasangka atau spekulasi.
Fenomena “perawi tak dikenal” ini juga punya refleksi modern. Di dunia digital, kita sering menjumpai “akun anonim” yang menyebarkan informasi agama. Ibn al-Ṣalāḥ seolah mengingatkan kita dari abad ke-7 H: “Jangan percaya tanpa tahu siapa yang berbicara.”
Mengurai Kejelasan dari Ketidakjelasan
Meski begitu, tidak semua perawi yang tidak disebutkan namanya otomatis ditolak. Ibn al-Ṣalāḥ menulis dengan penuh nuansa:
“قد يُقبل حديث المبهم إذا قامت قرائن تدل على عدالته، كما في قول الصحابي: قال رجل من أصحاب النبي ﷺ.”
“Hadis dari perawi yang mubham kadang dapat diterima jika ada petunjuk kuat atas keadilannya, seperti dalam perkataan seorang sahabat: ‘Seorang sahabat Nabi ﷺ berkata.’”
Dalam contoh ini, meski nama tidak disebut, “seorang sahabat Nabi” sudah cukup dipercaya karena seluruh sahabat secara umum dianggap adil.
Poin ini menegaskan kecerdasan ilmiah Ibn al-Ṣalāḥ: beliau tidak menilai hitam putih, tetapi mempertimbangkan konteks, kebiasaan periwayatan, dan posisi sosial perawi. Ini adalah prinsip balance dalam kritik hadis—antara kehati-hatian dan keadilan.
Menghidupkan Ketelitian di Era Informasi Cepat
Dalam dunia hadis, mengidentifikasi perawi yang mubham membutuhkan ketelitian luar biasa. Para ahli hadis klasik sering menggabungkan berbagai jalur riwayat untuk menemukan siapa yang dimaksud dengan “seorang laki-laki”, “seorang sahabat”, atau “seseorang dari Bani Fulan”.
Ibn al-Ṣalāḥ menyebut:
“يُعرف المبهم بجمع الطرق والروايات، فإن اتفقت على تسمية واحدة، علمنا أنه هو المقصود.”
“Perawi yang mubham dapat dikenali dengan menghimpun berbagai jalur riwayat; jika semuanya menunjuk pada satu nama, maka diketahui bahwa dialah yang dimaksud.”
Metode ini mirip dengan cara kerja investigasi ilmiah modern — mengumpulkan data dari berbagai sumber hingga mencapai kesimpulan yang objektif.
Dalam konteks kekinian, prinsip itu bisa diterapkan dalam literasi digital: verifikasi sumber sebelum menyebarkan informasi. Jangan hanya karena ada kutipan hadis di media sosial, kita langsung percaya tanpa menelusuri siapa yang meriwayatkan dan dari mana sumbernya.
Pelajaran Akhlak dari Ketelitian Ilmiah
Bab al-Mubhamāt bukan hanya membahas teknis sanad, tapi juga mengandung pelajaran moral. Ia mengajarkan pentingnya amanah dalam menyampaikan ilmu. Ketika seseorang meriwayatkan hadis tanpa menyebut sumber dengan jelas, itu sama saja dengan menyampaikan sesuatu tanpa tanggung jawab penuh.
Ibn al-Ṣalāḥ menulis dengan lembut namun mendalam:
“الأمانة في الرواية تقتضي بيان المروي عنه، لأن في الكتمان مظنة الغلط أو الخيانة.”
“Amanah dalam meriwayatkan menuntut penjelasan tentang dari siapa riwayat itu diambil, karena menyembunyikannya berpotensi mengandung kesalahan atau pengkhianatan.”
Pesan ini terasa sangat manusiawi. Ia tidak hanya berbicara untuk ahli hadis, tapi juga untuk siapa pun yang berbicara atas nama kebenaran. Dalam setiap “kalimat” yang kita sebarkan, ada tanggung jawab moral yang harus dijaga.
Refleksi: Dari Sanad ke Dunia Modern
Jika para ulama dahulu bisa menghafal ribuan nama perawi untuk menjaga keaslian hadis, maka kita di zaman ini seharusnya bisa lebih teliti dalam menjaga keaslian informasi.
Konsep al-Mubhamāt mengajarkan bahwa identitas dan kejelasan sumber adalah fondasi kepercayaan. Tanpa keduanya, pengetahuan bisa berubah menjadi rumor, dan ilmu bisa kehilangan cahaya.
Al-Qur’an mengingatkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka telitilah kebenarannya.” (QS. Al-Ḥujurāt: 6)
Ayat ini menegaskan bahwa ketelitian adalah bentuk keimanan, bukan sekadar disiplin akademik.
Ibn al-Ṣalāḥ melalui bab al-Mubhamāt ingin mengajarkan: ilmu tidak hanya soal tahu, tapi juga soal jujur terhadap apa yang kita ketahui.
Penutup: Nama yang Jelas, Ilmu yang Terjaga
Di tengah arus informasi tanpa batas, pesan Ibn al-Ṣalāḥ terasa semakin relevan. Ia mengajarkan bahwa dalam setiap ilmu, harus ada kejelasan identitas, keterlacakan sumber, dan kejujuran dalam penyampaian.
Para perawi yang mubham bukan sekadar bagian dari sanad hadis, tetapi juga pengingat bahwa kebenaran memerlukan wajah yang jelas.
Dan mungkin, dalam kehidupan modern yang penuh “sumber anonim”, pesan Ibn al-Ṣalāḥ adalah bentuk amar ma’ruf paling lembut: “Jangan sampaikan sesuatu tanpa nama yang bisa dipertanggungjawabkan.”
* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
