Surau.co. Dalam studi ilmu hadis, pembahasan tentang nasikh dan mansukh dalam hadis selalu memantik rasa ingin tahu. Bagaimana mungkin satu sabda Nabi ﷺ bisa menghapus atau menggantikan sabda beliau yang lain? Bukankah keduanya berasal dari sumber yang sama — wahyu dan hikmah ilahiah?
Pertanyaan ini menjadi pintu masuk bagi para ulama hadis untuk menyelami dinamika syariat Islam. Di sinilah peran penting karya Muqaddimah Ibn al-Ṣalāḥ fī ʿUlūm al-Ḥadīth, karya monumental Abū ʿAmr ʿUthmān ibn ʿAbd al-Raḥmān al-Shahrazūrī, yang menjelaskan konsep nasikh-mansukh dengan kejernihan metodologis dan kehangatan spiritual.
Mengapa Ada Nasikh dan Mansukh dalam Sabda Nabi?
Dalam pandangan Ibn al-Ṣalāḥ, adanya nasikh (penghapus hukum lama) dan mansukh (hukum yang dihapus) bukan pertentangan, melainkan bentuk kasih sayang Allah kepada umat. Hukum-hukum itu hadir secara bertahap agar manusia dapat menyesuaikan diri dengan petunjuk ilahi.
Beliau menulis:
“النسخ في السنة بيان من الله تعالى لتدرج التشريع ورحمة بالعباد.”
“Nasakh dalam sunnah adalah penjelasan dari Allah tentang bertahapnya pensyariatan dan bentuk rahmat-Nya kepada para hamba.”
Kalimat ini menegaskan: nasikh dan mansukh bukanlah kontradiksi, tetapi proses pendidikan spiritual. Nabi ﷺ mengajarkan hukum sesuai kesiapan umatnya. Sama seperti seorang guru yang menyesuaikan cara mengajar dengan tingkat pemahaman muridnya.
Contohnya jelas terlihat pada larangan ziarah kubur. Awalnya Rasulullah ﷺ melarang, lalu kemudian membolehkannya:
“Dulu aku melarang kalian berziarah ke kubur, maka sekarang ziarahlah.” (HR. Muslim)
Larangan di awal bukan karena ziarah itu buruk, tetapi agar masyarakat Arab kala itu tidak kembali pada tradisi syirik. Setelah akidah mereka kuat, hukum pun diubah. Itulah hakikat nasikh dan mansukh dalam hadis: pergeseran demi kematangan iman.
Menemukan Hikmah di Balik Pergantian Hukum
Dalam Muqaddimah-nya, Ibn al-Ṣalāḥ mengingatkan agar para peneliti hadis berhati-hati dalam menentukan mana yang nasikh dan mana yang mansukh. Ia menulis:
“لا يثبت النسخ إلا بدليل صريح أو تاريخ معروف يوضح المتقدم والمتأخر.”
“Tidak boleh menetapkan nasakh kecuali dengan dalil yang jelas atau dengan pengetahuan pasti tentang mana hadis yang lebih dahulu dan mana yang datang kemudian.”
Dengan kata lain, tidak semua perbedaan dalam hadis berarti nasakh. Bisa jadi, keduanya berlaku dalam konteks berbeda. Ibn al-Ṣalāḥ menegaskan pentingnya memahami kronologi hadis (ta’rīkh al-ḥadīth) sebelum menilai bahwa satu hukum telah menghapus hukum lain.
Konsep ini relevan bagi kita di era informasi cepat. Di dunia digital, banyak orang menilai dalil tanpa memahami konteksnya. Ibn al-Ṣalāḥ mengajarkan bahwa ilmu tanpa kronologi adalah kebingungan tanpa arah.
Ketelitian Ulama dalam Menentukan Nasikh dan Mansukh
Para ulama hadis menggunakan tiga pendekatan utama untuk memahami nasikh dan mansukh:
- Al-Jam‘u (Kompromi): berusaha menggabungkan dua hadis agar keduanya tetap diamalkan.
-
An-Nasakh (Penghapusan): jika kompromi tidak mungkin, maka hukum lama dianggap mansukh.
-
At-Tarjīḥ (Penguatan): memilih hadis yang lebih kuat sanad dan matannya.
Ibn al-Ṣalāḥ menjelaskan secara sistematis:
“إذا أمكن الجمع بين الحديثين وجب العمل بهما، فإن لم يمكن فبالنسخ إن علم المتقدم، فإن لم يعلم فبالترجيح.”
>“Jika memungkinkan untuk menggabungkan dua hadis, maka wajib diamalkan keduanya. Jika tidak mungkin, maka dilakukan nasakh jika diketahui mana yang lebih dulu. Jika tidak diketahui, maka ditempuh jalan tarjih.”
Metode ini menunjukkan kedalaman rasionalitas dalam tradisi Islam klasik. Tidak ada keputusan terburu-buru. Segala sesuatu diuji dengan ilmu, sanad, dan niat yang jernih.
Kehidupan Modern dan Pelajaran dari Nasikh-Mansukh
Fenomena nasikh-mansukh juga dapat dimaknai secara eksistensial. Dalam kehidupan kita, banyak prinsip yang berubah seiring waktu: cara berpakaian, cara bekerja, bahkan cara beribadah di era digital. Namun, perubahan itu tidak berarti pengkhianatan terhadap nilai lama — justru penyempurnaannya.
Sebagaimana hukum Allah berkembang untuk kebaikan umat, manusia pun berkembang dalam cara memahami kebaikan. Itulah hikmah nasikh dan mansukh: perubahan menuju kematangan spiritual.
Al-Qur’an menggambarkan hal ini dengan indah:
مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا
“Apa saja ayat yang Kami nasakhkan atau Kami buat dilupakan, pasti Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang sebanding dengannya.” (QS. Al-Baqarah: 106)
Ayat ini bukan sekadar tentang hukum, tapi juga tentang kehidupan: Allah tidak pernah mengambil sesuatu kecuali menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik — jika kita mau bersabar dan memahami hikmahnya.
Nasikh-Mansukh sebagai Cermin Dinamika Sunnah
Dalam bagian akhir Muqaddimah, Ibn al-Ṣalāḥ menulis kalimat yang penuh kebijaksanaan:
“الفقه في النسخ من أشرف العلوم، لأنه يكشف عن حكمة التشريع ومقاصده.”
“Memahami nasikh dan mansukh adalah bagian termulia dari ilmu, karena ia menyingkap hikmah dan tujuan syariat.”
Ungkapan ini seolah mengajak kita untuk tidak melihat hadis hanya dari sisi tekstual, tetapi juga dari sisi spiritual dan historis. Sunnah Nabi ﷺ hidup dan bergerak bersama perkembangan umat.
Maka, setiap kali kita menemukan hadis yang tampak berbeda, jangan tergesa menuduhnya kontradiktif. Mungkin di baliknya ada proses pendidikan ilahi yang sedang berlangsung.
Sebagaimana dalam hidup, perubahan tidak selalu berarti pertentangan — terkadang, itu adalah jalan menuju pemahaman yang lebih dalam.
Penutup: Dari Penghapusan Menuju Penyempurnaan
Nasikh dan mansukh dalam hadis bukan bukti inkonsistensi, melainkan bukti perhatian Allah terhadap kemampuan manusia. Ia menuntun kita dengan bertahap, dari yang ringan menuju yang sempurna.
Ibn al-Ṣalāḥ melalui karyanya mengajarkan satu hal penting: perubahan adalah bagian dari rahmat, bukan ancaman bagi iman.
Ketika sabda Nabi ﷺ menghapus sabda sebelumnya, sesungguhnya ia tidak membatalkan, melainkan menyempurnakan. Dan di situlah letak keindahan Islam — agama yang hidup, bertumbuh, dan selalu relevan bagi manusia dari masa ke masa.
* Reza AS
Pengaasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
