SURAU.CO – Kalimat lā ilāha illallāh adalah kalimat paling agung yang pernah diucapkan manusia. Ia bukan sekadar untaian kata, tetapi merupakan perjanjian abadi antara hamba dengan Rabb-nya, yang menegaskan pengakuan bahwa tiada sesembahan yang benar kecuali Allah semata.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari Nabi ﷺ:
“Barang siapa mengucapkan lā ilāha illallāh dan mengingkari segala yang disembah selain Allah, maka haramlah darah dan hartanya (dari gangguan kaum muslimin), dan perhitungannya terserah kepada Allah.”
(HR. Muslim no. 23)
Makna Kalimat Tauhid: Bukan Sekadar Ucapan
Dalam kitab al-Bayān al-Mufīd fī Syarḥ Kitāb at-Tauḥīd, dijelaskan bahwa Rasulullah ﷺ mensyaratkan dua hal agar seseorang benar-benar mendapatkan perlindungan agama dan kehormatan jiwa serta hartanya:
- Mengucapkan kalimat lā ilāha illallāh.
-
Mengingkari segala bentuk penyembahan selain Allah.
Tanpa kedua hal ini, seseorang belum dianggap sebagai muslim sejati. Sebab, pengakuan dengan lisan tanpa penolakan terhadap syirik belum cukup untuk menegakkan makna tauhid.
Dua Pilar Keislaman: Ikrar dan Penolakan
Kalimat lā ilāha illallāh terdiri dari dua unsur:
Nafyu (peniadaan): “lā ilāha” – tidak ada sesembahan yang berhak disembah.
Itsbāt (penetapan): “illallāh” – kecuali Allah semata.
Makna ini menunjukkan bahwa tauhid bukan hanya mengakui keesaan Allah, tetapi juga menolak segala bentuk ibadah kepada selain-Nya.
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Tauhid tidak akan tegak hanya dengan pengakuan, tetapi harus disertai dengan penafian terhadap segala sesembahan selain Allah.”
Kekeliruan yang Sering Terjadi: Mengucap tapi Tidak Menafikan
Banyak orang mengira cukup dengan mengucapkan lā ilāha illallāh, tanpa memahami kandungan dan tuntutannya. Padahal, mengucapkan kalimat tauhid harus disertai pemurnian niat, keyakinan, dan tindakan.
Jika seseorang masih berdoa kepada selain Allah, meminta kepada kubur, percaya pada perantara ghaib, atau meyakini adanya kekuatan di luar kehendak Allah — maka sejatinya ia belum menegakkan makna kalimat tersebut.
Allah ﷻ berfirman:
> “Dan barang siapa kafir kepada ṭāghūt dan beriman kepada Allah, maka sungguh ia telah berpegang kepada tali yang sangat kuat.”
(QS. Al-Baqarah: 256)
Ayat ini menegaskan bahwa iman kepada Allah harus diawali dengan kekufuran terhadap ṭāghūt, yaitu segala yang disembah selain Allah.
Implikasi Kalimat Tauhid dalam Kehidupan
Orang yang memahami kalimat lā ilāha illallāh dengan benar akan terlihat dalam kehidupannya. Ia akan:
Hanya berharap, takut, dan bergantung kepada Allah.
Tidak memuja manusia, benda, atau kekuasaan duniawi.
Menjauh dari praktik syirik modern seperti mempercayai jimat, dukun, atau ritual pesugihan.
Memurnikan ibadahnya, baik dalam shalat, doa, maupun muamalah.
Inilah buah dari pemahaman tauhid yang murni — membebaskan manusia dari perbudakan kepada makhluk menuju penghambaan murni kepada Sang Khaliq.
Tauhid: Pembeda Antara Muslim dan Non-Muslim
Dalam penjelasan para ulama, disebutkan bahwa siapa pun yang tidak mengingkari kesyirikan, meski ia mengaku beriman kepada Allah, maka keislamannya tidak sah.
Karenanya, umat Islam tidak boleh mencampur aduk keyakinan dengan ajaran lain yang bertentangan dengan tauhid. Tidak cukup seseorang berkata, “Kita semua sama, semua agama menuju Tuhan yang satu.”
Ucapan ini batil, karena Islam dengan tegas menolak penyamaan agama.
Allah ﷻ berfirman:
“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima darinya, dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Āli ‘Imrān: 85)
Kalimat yang Menyelamatkan
Kalimat lā ilāha illallāh adalah kunci surga bagi yang mengucapkannya dengan ikhlas.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Barang siapa akhir perkataannya adalah lā ilāha illallāh, maka ia akan masuk surga.” (HR. Abu Dawud no. 3116)
Namun, sebagaimana kunci memiliki gigi-gigi tertentu untuk bisa membuka pintu, demikian pula kalimat tauhid ini hanya dapat membuka pintu surga jika disertai syarat-syaratnya: ilmu, yakin, ikhlas, jujur, cinta, tunduk, dan penerimaan.
Penutup: Memurnikan Iman, Menegakkan Tauhid
Kalimat lā ilāha illallāh adalah fondasi seluruh amal. Ia bukan hanya diucapkan di bibir, tetapi harus berakar di hati dan tampak dalam perbuatan.
Kita tidak cukup mengenal Allah, tapi juga harus mengingkari segala yang selain-Nya. Inilah hakikat “menafikan sebelum menetapkan” — ruh tauhid yang diajarkan oleh para nabi dan rasul.
Semoga Allah meneguhkan kita di atas kalimat tauhid hingga akhir hayat, dan menjadikan lisan kita tetap mengucapkannya saat berpulang kepada-Nya.
> “Teguhkanlah kami di atas kalimat yang teguh di dunia dan di akhirat.”
(QS. Ibrahim: 27)
#Tauhid #LaIlahaIllallah #KitabTauhid #TengkuIskandar #PenaDaiNusantara #DakwahIlmiah #AkidahIslam. (Oleh: Tengku Iskandar, M.Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
