Fiqih
Beranda » Berita » Mengikat Janji & Membagi Rezeki: Filosofi Kerjasama Usaha Menurut Islam

Mengikat Janji & Membagi Rezeki: Filosofi Kerjasama Usaha Menurut Islam

Kerjasama Usaha dalam islam (ilustrasi)
Kerjasama Usaha dalam islam (ilustrasi)

SURAU.CO-Kerjasama usaha dalam Islam menawarkan jalan yang tidak hanya menguntungkan secara materi tetapi juga menghadirkan keberkahan. Kerjasama usaha dalam Islam mengikat bukan hanya modal, tetapi juga hati, niat, dan komitmen kepada Allah. Nabi Muhammad SAW dan para sahabat seperti Abdurrahman bin Auf memberi teladan bahwa kolaborasi bisa membawa rezeki, ukhuwah, dan pahala sekaligus.

Pelaku usaha merasa lebih tenang ketika bekerja bersama partner yang jujur dan menepati janji. Mereka tidak hanya membagi modal, tetapi juga doa dan beban usaha. Sebaliknya, usaha bubar ketika salah satu pihak lebih mengutamakan keuntungan daripada amanah. Realitas ini menunjukkan bahwa syirkah bukan sekadar strategi bisnis, tetapi juga latihan menjaga iman dan akhlak.

Meskipun begitu, banyak orang salah memulai kerjasama karena hanya fokus pada pembagian untung tanpa memperjelas akad. Islam menuntun kita untuk menulis perjanjian, menentukan porsi modal, tugas, serta risiko sejak awal. Dengan begitu, bisnis bukan menjadi sumber konflik, tetapi sumber rahmat. Selain itu, transparansi membuka pintu keberkahan yang lebih luas.

Transisi menuju sistem usaha yang islami membutuhkan keberanian untuk jujur. Saat akad jelas dan hati ikhlas, usaha tidak hanya berjalan, tetapi berkembang. Di sinilah filosofi “mengikat janji dan membagi rezeki” menemukan maknanya.

Fondasi Syirkah dan Kerjasama Usaha dalam Islam – syirkah, pembagian rezeki

Islam membangun syirkah dengan nilai keadilan, ridha, dan amanah. Allah berfirman, Tolong-menolonglah dalam kebaikan dan takwa.” (QS. Al-Maidah: 2). Ayat ini menegaskan bahwa kerjasama adalah ibadah jika semua pihak saling menguatkan. Dalam praktik, umat Islam mengenal syirkah inan, mudharabah, dan musyarakah—semuanya menuntut kejelasan modal dan pembagian keuntungan.

Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan; Apa Hukumnya?

Saya pernah menemui pengusaha muda yang memulai bisnis kopi bersama sahabatnya. Satu orang menanamkan modal, yang lain mengelola usaha. Mereka menyusun akad tertulis sederhana, menetapkan pembagian keuntungan 60:40. Karena kejujuran terjaga, usaha tumbuh, bahkan membuka cabang baru. Pengalaman ini membuktikan bahwa akad yang jelas justru menguatkan rasa saling percaya.

Kemudian, kejujuran menjadi syarat utama yang melindungi syirkah. Banyak usaha runtuh bukan karena kurang modal, tetapi karena kurang amanah. Transisinya terasa ketika seseorang menyadari bahwa Allah menjadi saksi setiap rupiah yang ia kelola.

Islam mengajarkan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan, bukan hanya jumlah modal. Dalam mudharabah, pemilik modal menanggung kerugian finansial, sedangkan pengelola kehilangan tenaga dan waktu. Dengan prinsip ini, tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Keuntungan halal justru hadir ketika semua pihak ridha.

Membagi Rezeki dan Menjaga Amanah dalam Bisnis Islami – amanah, keuntungan halal

Nabi SAW menegaskan pentingnya akuntabilitas melalui sabdanya, “Tulislah akad di antara kalian agar tidak terjadi perselisihan.” (HR. Tirmidzi). Banyak orang menghindari kontrak karena takut dianggap tidak percaya, padahal kontrak justru melindungi persahabatan dan silaturahmi. Transisi dari hanya ucapan ke tulisan menjadi kunci menjaga hubungan tetap bersih.

Bencana Alam Dari Perspektif Islam: Ujian atau Peringatan Allah?

Kerjasama usaha dalam Islam berdiri di atas amanah, kejujuran, dan kesepakatan yang jelas. Setiap pihak tidak hanya menyatukan modal, tetapi juga niat untuk saling menguatkan. Nabi Muhammad SAW mencontohkan bahwa usaha bersama yang dijalankan dengan adil dan jujur dapat menghadirkan rezeki, persaudaraan, dan keberkahan.

Pembagian keuntungan dalam Islam dilakukan berdasarkan kesepakatan awal agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Transparansi, pencatatan akad, dan musyawarah menjadi prinsip penting dalam menjalankan syirkah. Jika semua pihak menjaga amanah dan tanggung jawab, usaha tidak hanya menghasilkan laba, tetapi juga ketenangan hati dan nilai ibadah. (Hendri Hasyim)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement