Surau.co. Dalam kehidupan, perubahan adalah keniscayaan. Aturan yang berlaku hari ini bisa saja berbeda besok, bukan karena salah, tapi karena kondisi dan tujuan yang berubah. Dalam hukum Islam, prinsip ini dikenal dengan istilah naskh (penghapusan hukum) dan mansukh (hukum yang dihapus).
Imām al-Ḥaramayn Abū al-Ma‘ālī al-Juwaynī, melalui karyanya Uṣūl al-Fiqh al-Waraqāt, menjelaskan konsep ini dengan jernih, rasional, dan penuh kebijaksanaan. Baginya, naskh bukan sekadar penggantian hukum lama dengan yang baru, tetapi bagian dari perjalanan wahyu yang menyesuaikan dengan tahap kedewasaan umat manusia.
Dalam kitabnya, beliau menulis:
“النَّسْخُ رَفْعُ حُكْمٍ شَرْعِيٍّ بِدَلِيلٍ شَرْعِيٍّ مُتَرَاخٍ عَنْهُ.”
“Naskh adalah penghapusan suatu hukum syar‘i dengan dalil syar‘i yang datang setelahnya.”
Kalimat ringkas ini mencerminkan kedalaman berpikir al-Juwaynī. Ia mengajarkan bahwa hukum Islam tidak beku; ia dinamis, berkembang sesuai tuntunan wahyu dan kebutuhan zaman.
Mengapa Ada Ayat yang Menghapus Ayat Lain?
Pertanyaan yang sering muncul di benak umat Islam adalah: Mengapa ada ayat yang menghapus ayat lain? Bukankah wahyu itu sempurna dan abadi?
Imam al-Juwaynī menjelaskan, naskh bukan berarti perubahan kehendak Allah, melainkan pergantian ketentuan sesuai hikmah dan waktu. Sama seperti seorang guru yang memberikan pelajaran bertahap — dari yang mudah ke yang sulit — Allah menurunkan hukum sesuai kesiapan umat.
Sebagaimana firman Allah Swt.:
﴿مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِّنْهَا أَوْ مِثْلِهَا ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾
“Ayat mana pun yang Kami hapus atau Kami jadikan terlupa, Kami ganti dengan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu tahu bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?” (QS. Al-Baqarah [2]: 106)
Ayat ini menegaskan bahwa perubahan hukum bukan bentuk kekurangan, tetapi manifestasi kebijaksanaan Ilahi. Seperti dokter yang mengubah resep pasien setelah melihat perkembangan kesehatannya, demikian pula Allah menetapkan hukum sesuai situasi umat.
Makna Filosofis di Balik Penghapusan Hukum
Dalam Al-Waraqāt, Imam al-Juwaynī memandang naskh sebagai bagian dari kasih sayang Allah. Ia menulis:
“وَيَجُوزُ النَّسْخُ قَبْلَ الْعَمَلِ وَبَعْدَهُ.”
“Diperbolehkan adanya naskh sebelum hukum diamalkan atau setelah diamalkan.”
Artinya, Allah bebas menetapkan hukum sesuai kehendak dan hikmah-Nya, baik sebelum manusia sempat mengamalkannya, maupun setelahnya. Hal ini menunjukkan betapa hukum Islam bukan sekadar aturan kaku, tetapi panduan hidup yang bertujuan menumbuhkan kebijaksanaan dan kesadaran spiritual.
Bayangkan jika semua hukum sejak awal diturunkan dalam bentuk paling berat. Manusia mungkin tidak sanggup menanggungnya. Dengan naskh, Allah menuntun secara bertahap, memberi waktu untuk memahami, menerima, dan beradaptasi.
Contoh-Contoh Naskh dalam Sejarah Hukum Islam
Salah satu contoh yang sering dikemukakan adalah perubahan arah kiblat. Pada awalnya, umat Islam diperintahkan untuk menghadap ke Baitul Maqdis (Yerusalem). Kemudian, arah kiblat diubah ke Ka‘bah di Mekkah.
﴿قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا﴾
“Sungguh, Kami telah melihat wajahmu (Muhammad) menengadah ke langit, maka Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai.” (QS. Al-Baqarah [2]: 144)
Perubahan ini bukan pertentangan, melainkan penegasan identitas umat Islam yang berdiri dengan prinsip dan arah sendiri. Imam al-Juwaynī menjelaskan bahwa naskh semacam ini menunjukkan “perjalanan spiritual syariat” — dari masa penyesuaian menuju kemandirian.
Contoh lainnya adalah penghapusan larangan minum khamar secara bertahap. Dari hanya disebutkan keburukannya (QS. Al-Baqarah: 219), hingga dilarang saat mendekati shalat (QS. An-Nisā’: 43), dan akhirnya diharamkan secara total (QS. Al-Māidah: 90).
Tahapan ini menunjukkan pendidikan moral yang lembut dan bertahap. Syariat tidak turun untuk memaksa, melainkan untuk menuntun.
Kebijaksanaan di Balik Perubahan
Imam al-Juwaynī dalam Al-Waraqāt menegaskan bahwa memahami naskh bukan hanya perkara hukum, tetapi juga pemahaman terhadap kehendak Tuhan. Beliau menulis:
“وَيُعْرَفُ النَّسْخُ بِقَوْلِهِ تَعَالَى أَوْ بِقَوْلِ رَسُولِهِ.”
“Naskh diketahui melalui pernyataan Allah Ta‘ālā atau pernyataan Rasul-Nya.”
Dengan kata lain, tidak semua perbedaan ayat bisa disebut naskh. Hanya jika ada dalil tegas yang menunjukkan penghapusan hukum sebelumnya. Ini adalah pelajaran penting di era sekarang — agar umat tidak sembarangan menyebut ayat bertentangan hanya karena tampak berbeda.
Di balik perubahan hukum, tersimpan nilai kemanusiaan dan keseimbangan. Allah tidak ingin membebani hamba-Nya di luar kemampuan mereka. Sebagaimana firman-Nya:
﴿لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا﴾
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
Naskh, dalam pandangan Imam al-Juwaynī, justru merupakan wujud rahmat Tuhan yang memahami kondisi manusia.
Pelajaran bagi Zaman Sekarang
Konsep naskh dan mansukh mengajarkan kita untuk tidak kaku terhadap perubahan. Dalam kehidupan modern, hukum dan kebijakan juga perlu menyesuaikan keadaan tanpa kehilangan prinsip moral.
Seorang guru yang bijak tahu kapan harus menegaskan aturan dan kapan harus memberi kelonggaran. Demikian pula hukum Islam — ia fleksibel dalam aplikasi, tapi kokoh dalam nilai.
Imam al-Juwaynī seolah berpesan bahwa syariat Islam bukan beban yang membatasi, melainkan sistem hidup yang beradaptasi dengan kasih. Ia menulis bukan untuk membekukan pemikiran, tetapi untuk membuka ruang tafsir yang cerdas dan beradab.
Refleksi Akhir: Ketika Hukum Berbicara dengan Hikmah
Melalui Al-Waraqāt, Imam al-Juwaynī menanamkan kesadaran bahwa hukum Ilahi tidak bertentangan dengan perubahan zaman. Justru, ia menjadi pelita yang menerangi jalan manusia di setiap masa.
Memahami naskh bukan berarti mencari kontradiksi dalam wahyu, melainkan menemukan harmoni di antara ayat-ayat yang tampak berbeda. Karena sejatinya, di balik setiap perubahan, ada cinta dan kebijaksanaan Tuhan yang menuntun manusia menuju kebaikan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
