Khazanah
Beranda » Berita » Ketika Laut Bicara: Rahasia Samudra dalam Ayat-Ayat Ilahi

Ketika Laut Bicara: Rahasia Samudra dalam Ayat-Ayat Ilahi

Al-Quran-Ungkap-Laut-Dua-Warna-di-Selat-Gibraltar
Al-Quran-Ungkap-Laut-Dua-Warna-di-Selat-Gibraltar

SURAU.COKetika laut dalam Islam dipahami lebih dalam, laut dalam Islam langsung menghadirkan rasa takjub dan renungan spiritual. Laut tidak hanya membentang luas, tetapi juga berbicara melalui gelombang, aroma garam, dan suara angin yang menyapu permukaan. Setiap riak tampak seperti ayat tak bersuara, tetapi penuh makna. Karena itu, manusia seharusnya tidak hanya memandang laut sebagai pemandangan, tetapi sebagai guru yang diam namun mengajarkan banyak hal.

Selain itu, Al-Qur’an berkali-kali mengajak manusia untuk memperhatikan laut. Allah menyebut laut sebagai tempat rezeki, ujian, dan tanda kekuasaan-Nya. Ketika saya berdiri di tepi pantai, saya merasa laut seperti mengingatkan bahwa manusia begitu kecil di hadapan Sang Pencipta. Ombak yang datang dan pergi tanpa lelah mengisyaratkan ketundukan total kepada hukum Allah, bukan karena dipaksa, melainkan karena takdir yang mereka jalani dengan ikhlas.

Selanjutnya, fenomena “dua laut yang tidak bercampur” dalam QS. Ar-Rahman 19–20 semakin memperkuat keajaiban laut. Para ilmuwan kini menjelaskan fenomena itu sebagai halocline, yaitu batas garam yang memisahkan dua massa air. Pengetahuan ini membuat saya sadar bahwa laut tidak hanya menawarkan keindahan, tetapi juga ilmu dan rahasia Ilahi. Ilmu pengetahuan justru semakin meneguhkan ayat wahyu, bukan menghapusnya.

Kemudian, laut juga membangkitkan kesadaran spiritual. Nelayan yang berangkat sebelum fajar sering menyebut nama Allah, bukan hanya untuk keberuntungan, tetapi untuk menyerahkan hidupnya pada perlindungan Tuhan. Laut bisa menjadi sahabat, tetapi bisa berubah menjadi ujian. Kesadaran itu membuat manusia belajar tawakal dengan cara yang paling jujur.

Tafsir Laut dalam Islam dan Kedalaman Samudra

Laut dalam Islam hadir bukan hanya sebagai sumber ekonomi, tetapi juga ruang kontemplasi. Setiap ikan, karang, hingga plankton menjalankan tugasnya dengan taat, seolah berzikir tanpa suara. Allah mengingatkan bahwa seluruh makhluk, termasuk yang hidup di laut, bertasbih kepada-Nya (QS. An-Nur: 41). Karena itu, laut justru memperdalam iman ketika manusia mau memperhatikannya.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Selain ilmu spiritual, laut juga menyimpan ilmu ilmiah. Lebih dari 80 persen oksigen bumi berasal dari fitoplankton laut. Namun, ironisnya manusia masih mencemari laut dengan plastik dan limbah. Islam tidak membiarkan itu terjadi. Rasulullah mengajarkan larangan mencemari air mengalir dan tempat umum, dan laut termasuk di dalamnya. Jadi, menjaga laut berarti menjaga amanah Allah.

Selain tradisi ilmiah, tradisi masyarakat Muslim di pesisir juga memperlihatkan hubungan spiritual dengan laut. Nelayan di Sulawesi, Aceh, dan Jawa membaca doa Nabi Khidr untuk memohon keselamatan. Mereka percaya laut mendengar doa, bukan karena laut memiliki kuasa, tetapi karena laut tunduk pada perintah Tuhan. Tradisi ini bukan mistik, melainkan etika ekologis yang lahir dari iman.

Setelah merenungi semua itu, saya memahami bahwa laut mengajarkan kesabaran, keseimbangan, dan kerendahan hati. Laut tetap tenang meski menyimpan badai di kedalaman. Begitu pula hati manusia harus menampung luka, tetapi tetap kembali jernih setelahnya.

Gelombang, Ayat Ilahi, dan Hikmah Abadi

Tafsir Ibn Katsir menyebut laut sebagai saksi sejarah umat terdahulu. Allah menenggelamkan Fir’aun di laut, tetapi menyelamatkan Nabi Musa dengan membelahnya. Laut menjadi saksi bahwa kekuasaan Tuhan tidak mengenal batas. Peristiwa ini tidak sekadar kisah, tetapi peringatan bahwa kesombongan akan tenggelam, sedangkan keimanan akan diselamatkan.

Selain sejarah, laut juga memberikan pelajaran batin. Saat seseorang memandang laut di waktu senja, ia sedang membaca kitab kehidupan. Luasnya mengajarkan keluasan hati, gelombangnya mengajarkan perjuangan, dan kedalamannya mengajarkan kejujuran. Sebab itu, laut tidak hanya memberi ikan, tetapi juga menumbuhkan jiwa.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Akhirnya, laut menegaskan bahwa kehidupan tidak selalu tenang. Gelombang akan datang, tetapi setiap gelombang pasti kembali ke samudra asalnya. Demikian pula manusia, setelah menghadapi ujian, seharusnya kembali kepada Allah dengan hati yang lebih kuat dan bersyukur. (Hendri)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement