SURAU.CO – Dalam ajaran Islam, amal ibadah bukan hanya soal tindakan fisik, tetapi juga tentang niat yang tertanam dalam hati. Sebagus apa pun amal seorang hamba, sebesar apa pun kontribusi yang ia lakukan untuk jalan Allah, tidak akan bernilai jika tidak berlandaskan keikhlasan. Salah satu penyakit hati yang paling merusak niat adalah riya’. Riya’ adalah melakukan amal ibadah agar kelihatan dan mendapat manusia, bukan semata-mata karena Allah Ta’ala. Penyakit ini begitu berbahaya, karena dapat menghapus pahala amal, bahkan bisa menyeret pelakunya kepada syirik.
Pengertian Riya’ Menurut Islam
a. Secara Bahasa dan Istilah
Secara bahasa, kata riya’ berasal dari kata ra’ā yang berarti melihat atau memperlihatkan. Dalam konteks ibadah, riya’ berarti menampakkan amal agar terlihat manusia. Secara istilah, para ulama mendefinisikan riya’ sebagai:
“Melakukan amal ibadah bukan untuk mengharap ridha Allah, tetapi untuk mendapatkan perhatian, pujian, atau pengakuan manusia.”
Riya’ disebut juga sebagai syirik kecil (syirik ashghar), karena menyekutukan Allah dalam niat beribadah. Hati seseorang yang riya’ menjadikan manusia sebagai tujuan ibadah, bukan Allah.
b. Dalil tentang Riya’
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.”
Para sahabat bertanya, “Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Riya’.” (HR. Ahmad)
Allah SWT pun memperingatkan keras dalam Al-Qur’an:
“Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu orang yang lalai dari shalatnya dan berbuat riya’.” (QS. Al-Ma’un: 4–6)
Mengapa Riya’ Sangat Berbahaya?
a. Menghapus Pahala Amal
Amal yang dilakukan dengan riya’ tidak diterima oleh Allah. Betapapun besar amal tersebut, ia tidak bernilai di sisi Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Allah berfirman: Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amalan dan ia mempersekutukan dalam amalan itu selain Aku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutu yang ia buat itu.” (HR. Muslim)
b. Termasuk Syirik Kecil
Riya’ adalah bentuk syirik kecil yang tersembunyi. Walaupun tidak mengeluarkan seseorang dari Islam, namun ia sangat berbahaya bagi keselamatan iman. Jika membiarkan terus-menerus, riya’ bisa menjadi syirik besar.
c. Merusak Hati dan Keikhlasan
Orang yang terbiasa riya’ hidup dalam pujian manusia. Ia mudah kecewa ketika tidak dipuji dan berubah niat ketika tidak mendapat perhatian. Hatinya tidak tenang karena selalu bergantung kepada penilaian manusia.
d. Akan malu di Akhirat
Pada hari kiamat, orang yang riya’ akan memberikan pertanggungjawaban. Rasulullah ﷺ bersabda tentang tiga golongan pertama yang masuk ke neraka, yaitu mujahid, alim, dan dermawan yang beramal karena ingin mendapat pujian, bukan karena Allah. Mereka berkata, “Aku berjihad/berilmu/bersedekah karena-Mu,” tetapi Allah berfirman: “Engkau berdusta! Engkau melakukan itu agar disebut pemberani/alim/dermawan.”
Bentuk-Bentuk Riya’ dalam Kehidupan Sehari-Hari
Riya’ bukan hanya terjadi dalam ibadah formal seperti shalat atau puasa. Ia juga bisa muncul dalam berbagai aspek kehidupan:
- Riya’ dalam shalat: Shalat lebih khusyuk ketika ada orang lain yang melihat, tetapi malas saat sendirian.
- Riya’ dalam sedekah: Memberi sedekah dengan tujuan mendapat pujian, bahkan memamerkannya pada media sosial agar terlihat dermawan.
- Riya’ dalam dakwah atau ilmu: Mengajar agama agar terkenal, ingin mendapat sebutan ustaz, atau merasa bangga ketika mendapatkan sanjungan.
- Riya’ dalam berpakaian syar’i: Berhijab atau bercadar bukan karena Allah, tetapi karena ingin dianggap lebih suci atau terpandang.
- Riya’ dalam adab dan akhlak: Bersikap sopan dan dermawan hanya ketika diperhatikan, namun berbeda ketika tidak ada yang melihat.
Tanda-Tanda Orang yang Terkena Riya’
Beberapa tanda yang sering muncul pada orang yang terjangkit riya’ antara lain:
- Senang dengan pujian. Naluri dasar manusia, ia akan sangat senang ketika mendapat pujian, dan sedih ketika menerima caci maki. Hal ini tidak akan hilang sampai kapanpun, kecuali orang tersebut mengubah sudut pandangnya terhadap penilaian.
- Semangat beramal di depan orang lain tetapi malas saat sendirian. Memang kadang pencitraan sangat membahagiakan bagi kalangan tertentu, akan tetapi hal tersebut menjadikan manusia haus akan pujian dan rasa tenar. Sehingga, terkadang mengganggu kesehatan mental, karena ketika satu hari tidak tampil, ia akan merasa ada yang kurang dalam dirinya.
- Beramal karena ingin mendapat pujian atau takut mendapat kritikan manusia, bukan karena takut kepada Allah.
- Lebih memikirkan penilaian manusia dibanding ridha Allah.
- Marah atau sakit hati jika tidak mendapatkan pengakuan dari manusia.
Mengobati dan Menghindari Riya’
a. Meluruskan Niat
Niat adalah pondasi utama amal. Sebelum melakukan apa pun, seorang Muslim hendaknya bertanya pada dirinya, “Untuk siapa aku melakukan ini?” Harus menjaga niat sebelum, pada saat, dan setelah beramal.
b. Menyembunyikan Amal
Jika memungkinkan, sembunyikan amal shalih agar lebih ikhlas. Misalnya, shalat malam tanpa sepengetahuan orang lain, bersedekah diam-diam, atau membantu tanpa menyebut nama.
c. Memperbanyak Doa
Berdoa agar Allah menjaga hati dari riya’. Rasulullah ﷺ mengajarkan doa berikut:
“Allahumma inni a’udzu bika an usyrika bika wa ana a’lam, wa astaghfiruka lima la a’lam.”
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari berbuat syirik yang aku ketahui, dan aku memohon ampun atas apa yang tidak aku ketahui.”
d. Mengingat Kematian dan Akhirat
Saat seseorang mengingat kematian, alam kubur, dan hari perhitungan amal, ia akan sadar bahwa penilaian manusia tidak berarti apa-apa dibanding ridha Allah.
e. Fokus pada Ridha Allah, Bukan Pujian Manusia
Pujian manusia tidak bisa memasukkan seseorang ke surga, dan celaan mereka tidak bisa memasukkan ke neraka. Yang menentukan adalah penilaian Allah. Karena itu, latih hati untuk hanya berharap pada ridha Allah.
f. Perbanyak Muhasabah
Evaluasi niat setiap hari. Tanyakan kepada diri sendiri, apakah amal yang kita lakukan murni karena Allah atau ada keinginan mendapat pujian manusia?
Perbedaan Antara Riya’ dan Tampil Baik di Hadapan Manusia
Sebagian orang bingung membedakan antara ingin tampil maksimal dengan riya’. Islam tidak melarang seorang Muslim terlihat baik, rapi, atau melakukan amal di depan umum. Yang tidak boleh adalah amal yang niatnya bukan karena Allah.
Misalnya, jika seseorang bersedekah di depan umum agar menjadi teladan bagi orang lain, maka itu bukan riya’. Namun jika ia bersedekah agar mendapat pujian sebagai orang dermawan, maka ini riya’.
Riya’ adalah penyakit hati yang halus, sering kita tidak menyadarinya, tetapi sangat berbahaya. Ia dapat menghapus pahala amal bahkan menyeret pelakunya pada murka Allah. Karena itu, setiap Muslim wajib berhati-hati dan menjaga niat dalam setiap amal.
Keikhlasan adalah ruh ibadah. Tanpa keikhlasan, amal sebesar gunung pun Allah tidak akan terima. Sebaliknya, amal kecil yang ikhlas akan bernilai besar bagi Allah. Mari kita perbaiki niat, sembunyikan amal jika mampu, dan selalu berdoa agar Allah menjaga hati kita dari penyakit riya’.
“Ya Allah, jadikanlah amal kami ikhlas karena-Mu semata, dan jangan Engkau jadikan bagi amal kami bagian pun untuk selain-Mu.”
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
