SURAU.CO – Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Kitab suci ini tidak hanya berisi ajaran moral dan hukum, tetapi juga bukti nyata akan kuasa dan penjagaan Allah terhadap wahyu-Nya. Dalam surat Al-Hijr ayat 9, Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya.” (QS. Al-Hijr : 9)
Ayat ini menjadi jaminan langsung dari Allah bahwa Al-Qur’an akan senantiasa terjaga dari segala bentuk perubahan, penyimpangan, dan penyelewengan.
Al-Qur’an: Wahyu yang Terjaga Sejak Awal
Proses turunnya Al-Qur’an berlangsung selama kurang lebih 23 tahun—13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah—melalui perantara Malaikat Jibril. Setiap kali wahyu turun, Nabi Muhammad ﷺ langsung mengajarkannya kepada para sahabat dengan dua cara: menghafal dan menulisnya. Para sahabat menuliskannya di berbagai media sederhana seperti pelepah kurma, batu tipis, kulit binatang, dan tulang.
Beberapa sahabat yang terkenal sebagai penulis wahyu antara lain Zaid bin Tsabit, Utsman bin ‘Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Ubay bin Ka’ab. Nabi ﷺ selalu memeriksa hasil tulisan mereka dan menunjukkan letak ayat tersebut dalam susunan surah. Dengan demikian, urutan ayat dan surah dalam mushaf yang kita baca sekarang adalah urutan yang telah disusun langsung atas petunjuk Rasulullah ﷺ.
Nabi juga melarang para sahabatnya menulis perkataan beliau selain Al-Qur’an agar wahyu tidak bercampur dengan hadis. Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Jangan kalian menulis dariku sesuatu selain Al-Qur’an. Barang siapa yang menulis selain Al-Qur’an, hendaklah ia menghapusnya.” (HR.Muslim)
Larangan ini menunjukkan betapa besar perhatian Rasulullah terhadap kemurnian wahyu agar tidak ada satu pun kata manusia yang disamakan dengan firman Allah.
Mekanisme Ilahi dalam Penjagaan Al-Qur’an
Penjagaan Al-Qur’an tidak hanya terjadi melalui usaha manusia, tetapi juga melalui mekanisme ilahi. Malaikat Jibril setiap tahun mendatangi Rasulullah untuk memeriksa bacaan Al-Qur’an beliau. Menjelang wafat, Jibril bahkan melakukan pengecekan dua kali dalam satu tahun. Proses al-‘ardhah al-akhirah (pengecekan terakhir), yang kemudian menjadi acuan utama bagi para sahabat dalam menghafal dan menulis mushaf.
Rasulullah ﷺ juga sering meminta sahabat membaca Al-Qur’an di hadapannya. Beliau memperbaiki bacaan mereka jika terjadi kesalahan. dsahabat yang mendapat keistimewaan karena kemampuan bacaannya adalah Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit. Dengan demikian, penjagaan Al-Qur’an tidak hanya dilakukan melalui tulisan, tetapi juga melalui hafalan yang kuat dari para sahabat pilihan.
Sejarah menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang membuat Al-Qur’an tetap terjaga kemurniannya hingga kini:
- Tulisan wahyu yang ditulis langsung oleh para sahabat di bawah bimbingan Rasulullah ﷺ.
- Hafalan kuat para sahabat yang menjadikan Al-Qur’an tertanam dalam ingatan kolektif umat Islam.
- Salinan pribadi para sahabat seperti milik Abdullah bin Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Umar yang menjadi referensi di berbagai wilayah Islam.
Faktor-faktor inilah yang membuat tidak ada celah bagi siapa pun untuk mengubah atau menyelewengkan Al-Qur’an.
Pembukuan Al-Qur’an di Masa Sahabat
Setelah Rasulullah ﷺ wafat, para sahabat melanjutkan tugas suci menjaga wahyu. Pada masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq mulai membukukan Al-Qur’an secara resmi. Zaid bin Tsabit memimpin tim khusus untuk menghimpun seluruh ayat dari berbagai sumber—baik dari hafalan maupun tulisan para sahabat. Mushaf hasil kodifikasi ini kemudian disimpan oleh Khalifah Abu Bakar, lalu dipindahkan ke Umar bin Khattab, dan setelah beliau wafat diserahkan kepada Hafshah binti Umar.
Pada masa Utsman bin ‘Affan, ketika Islam telah menyebar ke berbagai wilayah, muncul perbedaan bacaan karena perbedaan dialek. Untuk menjaga keseluruhan bacaan, Khalifah Utsman membentuk panitia resmi yang kembali menyalin mushaf berdasarkan naskah asli milik Hafshah. Beberapa salinan mushaf Utsmani kemudian dikirim ke berbagai wilayah Islam seperti Kufah, Basrah, dan Syam. Sejak saat itulah umat Islam di seluruh dunia membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang sama.
Al-Qur’an Tetap Murni Hingga Kini
Janji Allah dalam Surat Al-Hijr ayat 9 terbukti nyata. Lebih dari empat belas abad berlalu, tidak ada satu huruf pun dari Al-Qur’an yang berubah. Jutaan umat Islam terus menghafal dan membaca Al-Qur’an dengan cara yang sama sebagaimana Rasulullah ﷺ dan para sahabat dahulu.
Allah juga menegaskan dalam firman-Nya:
“Mereka hendak menyampaikan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap meningkatkan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya.” (QS. As-Shaff: 8)
Ayat ini menjadi bukti bahwa Al-Qur’an tidak hanya terjaga dari perubahan teks, tetapi juga terus bersinar sebagai petunjuk kehidupan manusia hingga akhir zaman. Penjagaan ini adalah bukti keagungan Allah dan keistimewaan Al-Qur’an yang tidak dimiliki kitab suci mana pun sebelumnya.
Dengan demikian, tadabbur terhadap Surat Al-Hijr ayat 9 mengingatkan setiap muslim agar semakin yakin bahwa Al-Qur’an merupakan amanah ilahi yang harus dijaga, dihafal, dan diamalkan sepanjang hayat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
