Khazanah
Beranda » Berita » Adab Ziarah ke Makam Rasulullah ﷺ dalam Safīnatun Najāh: Menyambung Cinta yang Abadi

Adab Ziarah ke Makam Rasulullah ﷺ dalam Safīnatun Najāh: Menyambung Cinta yang Abadi

Ilustrasi adab ziarah ke makam Rasulullah dalam Safīnatun Najāh karya Sālim bin Sumair al-Ḥaḍramī.
Lukisan realis menggambarkan seorang peziarah dalam ketenangan di hadapan makam Rasulullah ﷺ, simbol cinta dan ketulusan iman.

Surau.co. Ziarah ke makam Rasulullah ﷺ selalu menjadi momen paling haru dalam perjalanan spiritual seorang Muslim. Setelah menyelesaikan ibadah haji atau umrah, langkah menuju Masjid Nabawi di Madinah terasa lebih perlahan. Seolah-olah waktu ikut berbisik, meminta hati menenangkan diri dan jiwa bersiap. Dalam keheningan itu, peziarah tidak hanya mengunjungi sebuah makam, melainkan menyambung cinta dengan sosok yang membawa cahaya bagi seluruh umat manusia.

Dalam kitab Safīnatun Najāh karya Sālim bin ʿAbdallāh bin Saʿd bin Sumayr al-Ḥaḍramī, adab ziarah ke makam Rasulullah ﷺ dijelaskan dengan kelembutan dan penghormatan yang mendalam. Penulis kitab ini tidak hanya membahas tata cara secara fiqh, tetapi juga menanamkan ruh cinta dan kesopanan spiritual—dua hal yang mencerminkan adab seorang hamba di hadapan kekasih Allah.

Ziarah Sebagai Tanda Cinta dan Syukur

Bagi seorang Muslim, ziarah ke makam Rasulullah ﷺ bukan perjalanan sejarah, melainkan perjalanan cinta. Setelah hati disucikan oleh ihram dan air mata di Arafah, peziarah diajak menundukkan diri dalam rasa syukur di hadapan pembawa risalah terakhir.

Dalam Safīnatun Najāh, Sālim bin Sumair menulis:

وَيُسَنُّ زِيَارَةُ قَبْرِ النَّبِيِّ ﷺ تَبَرُّكًا وَتَقَرُّبًا إِلَى اللهِ بِمَحَبَّتِهِ وَاتِّبَاعِهِ
“Disunnahkan berziarah ke makam Nabi ﷺ untuk mencari keberkahan dan mendekatkan diri kepada Allah melalui cinta dan keteladanan terhadap beliau.”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Kata tabarrukan (mencari keberkahan) menunjukkan kesadaran mendalam bahwa cinta kepada Rasulullah ﷺ adalah jembatan menuju cinta Allah. Karena itu, Allah ﷻ berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
“Katakanlah: Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku; niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Āli ʿImrān: 31)

Dengan demikian, ziarah bukanlah ritual tanpa makna, melainkan pernyataan cinta yang hidup dan sadar: seluruh ibadah bermuara pada kasih yang diajarkan Rasulullah ﷺ.

Langkah yang Lembut: Adab Mendekati Makam Nabi ﷺ

Sebelum sampai di makam Rasulullah ﷺ, seorang peziarah perlu menata niat dan menjaga sikap. Dalam Safīnatun Najāhdijelaskan:

إِذَا دَخَلَ الْمَدِينَةَ فَلْيَدْخُلْهَا بِالْأَدَبِ وَالسَّكِينَةِ، وَلْيُكْثِرْ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ
“Apabila seseorang memasuki Madinah, hendaklah ia melakukannya dengan penuh adab dan ketenangan, serta memperbanyak shalawat atas Nabi ﷺ.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Nasihat ini tampak sederhana, namun sarat makna. Ziarah bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan hati. Karena itu, setiap langkah menuju makam Nabi ﷺ seharusnya diiringi keheningan, bukan keramaian; penuh doa, bukan sekadar rasa ingin tahu.

Lebih lanjut, Sālim bin Sumair mengingatkan:

يَقِفُ عِنْدَ قَبْرِهِ ﷺ مُسْتَقْبِلًا لَهُ، وَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ بِتَوَاضُعٍ وَإِخْلَاصٍ
“Berdirilah di depan makam beliau ﷺ dengan menghadap kepadanya, lalu ucapkan salam dengan penuh kerendahan hati dan keikhlasan.”

Pada saat itu, tidak ada permohonan duniawi yang lebih berharga daripada satu keinginan: diterima sebagai umat beliau. Air mata yang jatuh bukan tanda kesedihan, melainkan rasa syukur karena telah diizinkan berdiri di hadapan kekasih Allah.

Menyapa Rasulullah ﷺ dengan Salam dan Cinta

Rasulullah ﷺ bersabda:

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَيَّ إِلَّا رَدَّ اللَّهُ عَلَيَّ رُوحِي حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ
“Tidaklah seseorang mengucapkan salam kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruhku kepadaku hingga aku membalas salam kepadanya.” (HR. Abu Dawud)

Hadis ini memperlihatkan bahwa salam kepada Rasulullah ﷺ bukan sekadar formalitas, melainkan dialog rohani. Dalam Safīnatun Najāh, Sālim bin Sumair menulis bacaan salam yang penuh kelembutan:

السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا سَيِّدِي يَا رَسُولَ اللهِ، السَّلَامُ عَلَيْكَ يَا حَبِيبَ اللهِ، جَزَاكَ اللهُ عَنَّا خَيْرَ الْجَزَاءِ
“Salam sejahtera atasmu, wahai tuanku, wahai Rasul Allah. Salam atasmu, wahai kekasih Allah. Semoga Allah membalas kebaikanmu untuk kami dengan sebaik-baiknya balasan.”

Melalui salam itu, seorang peziarah seakan mengirim pesan dari hatinya: Ya Rasulullah, kami mencintaimu, walau belum pernah menatap wajahmu secara langsung.

Adab di Masjid Nabawi: Keheningan yang Menghidupkan Jiwa

Masjid Nabawi bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga ruang penuh berkah yang menyimpan jejak langkah Nabi ﷺ. Karena itu, Sālim bin Sumair menulis:

يُسْتَحَبُّ أَنْ يُصَلِّيَ فِي الْمَسْجِدِ النَّبَوِيِّ وَخَاصَّةً فِي الرَّوْضَةِ الشَّرِيفَةِ، فَهِيَ بَيْنَ الْمِنْبَرِ وَالْقَبْرِ
“Disunnahkan shalat di Masjid Nabawi, terutama di Raudhah yang mulia, yaitu area antara mimbar dan makam Nabi ﷺ.”

Raudhah menjadi tempat di mana doa terasa lebih hangat dan hati lebih lembut. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
“Antara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga.” (HR. Bukhārī dan Muslim)

Oleh karena itu, setiap sujud di Raudhah seakan menjadi pelukan spiritual dari Nabi ﷺ — lembut, damai, dan penuh cahaya.

Ziarah yang Menghidupkan Akhlak

Ziarah ke makam Rasulullah ﷺ tidak berhenti pada kunjungan. Ia mengajarkan akhlak. Dalam Safīnatun Najāh, disebutkan:

الزِّيَارَةُ تُذَكِّرُ الْقَلْبَ بِالسُّنَّةِ وَتُجَدِّدُ الْعَهْدَ عَلَى اتِّبَاعِ النَّبِيِّ ﷺ فِي كُلِّ أُمُورِ الْحَيَاةِ
“Ziarah mengingatkan hati pada sunnah dan memperbarui janji untuk mengikuti Nabi ﷺ dalam setiap aspek kehidupan.”

Artinya, ziarah sejati tidak berhenti di depan makam, tetapi berlanjut dalam kehidupan sehari-hari. Seorang peziarah yang benar akan belajar meniru kelembutan beliau, kesabaran beliau, dan kasih beliau terhadap sesama. Dengan begitu, ziarah berubah menjadi proses pembentukan akhlak yang hidup.

Penutup: Menyambung Cinta yang Tak Pernah Padam

Ziarah ke makam Rasulullah ﷺ bukan sekadar perjalanan tubuh, tetapi perjalanan hati. Ia menghidupkan cinta yang melampaui ruang dan waktu. Setiap peziarah yang berdiri di hadapan makam Nabi ﷺ, dengan air mata yang jatuh dan doa yang bergetar, sebenarnya sedang memperbarui janji: Ya Rasulullah, aku akan meneladanimu, hingga kelak aku datang lagi bukan hanya dengan raga, tetapi dengan amal dan cinta.

Sebagaimana ditegaskan dalam Safīnatun Najāh:

مَنْ زَارَ النَّبِيَّ ﷺ بِقَلْبٍ خَالِصٍ، فَقَدْ نَالَ مِنْ بَرَكَتِهِ وَنُورِهِ مَا يُنِيرُ دُنْيَاهُ وَآخِرَتَهُ
“Barang siapa menziarahi Nabi ﷺ dengan hati yang tulus, maka ia akan memperoleh keberkahan dan cahaya yang menerangi hidupnya di dunia dan akhirat.”


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement