Khazanah
Beranda » Berita » Fiqh Jenazah dalam Safīnatun Najāh: Menghormati Kehidupan Hingga Akhir

Fiqh Jenazah dalam Safīnatun Najāh: Menghormati Kehidupan Hingga Akhir

Ilustrasi fiqh jenazah dalam Safinatun Najah karya Sālim bin Sumair al-Ḥaḍramī.
Lukisan realis yang menggambarkan adab dan kelembutan dalam merawat jenazah menurut Safīnatun Najāh.

Surau.co. Fiqh Jenazah dalam Safinatun Najah – Kematian selalu hadir dengan dua wajah: kesedihan dan kesadaran. Bagi keluarga yang ditinggalkan, ia adalah duka yang dalam. Namun bagi yang beriman, kematian adalah gerbang menuju kehidupan abadi. Dalam ajaran Islam, bahkan setelah seseorang meninggal, kehormatannya tetap dijaga.
Inilah yang dijelaskan secara lembut dan sistematis dalam kitab Safīnatun Najāh karya Sālim bin ʿAbdallāh bin Saʿd bin Sumayr al-Ḥaḍramī — sebuah karya klasik fiqh yang menjadi panduan dasar bagi umat Islam dalam memahami fiqh jenazah dengan penuh adab, kasih, dan ketenangan hati.

Menghadapi Kematian dengan Kesadaran dan Cinta

Kematian sering datang tanpa aba-aba. Kita kehilangan orang yang kita cintai, terkadang tanpa sempat mengucap selamat tinggal. Namun Islam mengajarkan untuk tidak panik atau kehilangan arah. Ada tata cara, ada ketenangan, dan ada penghormatan yang tetap dijaga bahkan setelah ruh terlepas dari jasad.

Dalam Safīnatun Najāh, Sālim bin Sumair membuka pembahasan bab jenazah dengan kalimat:

يُسَنُّ تَغْسِيلُ الْمَيِّتِ وَتَكْفِينُهُ وَالصَّلَاةُ عَلَيْهِ وَدَفْنُهُ بِالطَّهَارَةِ وَالْإِكْرَامِ
“Disunnahkan untuk memandikan jenazah, mengkafaninya, menshalatinya, dan menguburkannya dengan penuh kesucian dan penghormatan.”

Kalimat ini sederhana, tapi sarat makna: bahkan dalam kematian, Islam mengajarkan cinta. Tidak ada tubuh yang ditinggalkan begitu saja, karena setiap manusia memiliki martabat yang harus dijaga hingga akhir.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا كَفَّنَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُحْسِنْ كَفَنَهُ
“Apabila salah seorang dari kalian mengkafani saudaranya, maka hendaklah ia memperbagus kafannya.” (HR. Muslim)

Hadis ini mengingatkan bahwa merawat jenazah bukan sekadar kewajiban, melainkan wujud kasih sayang terakhir kita kepada sesama Muslim.

Memandikan Jenazah: Menyucikan dengan Lembut

Proses memandikan jenazah dalam Islam memiliki nilai spiritual yang tinggi. Bukan hanya tentang membersihkan tubuh, tetapi juga menyucikan jiwa yang telah kembali kepada Tuhannya.

Dalam Safīnatun Najāh, dijelaskan tata cara memandikan jenazah:

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

يُبْدَأُ بِغَسْلِ الْيَمِينِ وَالْأَعْضَاءِ الَّتِي فِي الْوُضُوءِ، ثُمَّ يُغَسَّلُ جَسَدُهُ كُلُّهُ ثَلَاثًا أَوْ أَكْثَرَ
“Dimulai dengan membasuh bagian kanan dan anggota tubuh yang digunakan untuk wudhu, kemudian seluruh tubuh dimandikan tiga kali atau lebih.”

Urutan ini menunjukkan kehati-hatian dan penghormatan. Orang yang memandikan jenazah tidak boleh tergesa-gesa, karena yang sedang ia rawat bukan sekadar tubuh, tapi makhluk Allah yang telah menyelesaikan perjalanannya di dunia.

Rasulullah ﷺ pun bersabda:

مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَسَتَرَهُ سَتَرَهُ اللَّهُ مِنَ الذُّنُوبِ
“Barang siapa memandikan jenazah dan menutupi aibnya, maka Allah akan menutupi dosa-dosanya.” (HR. Ahmad)

Betapa indahnya balasan bagi mereka yang berkhidmat dengan lembut kepada sesama, bahkan setelah kematian.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Mengafani dan Menshalati: Simbol Kesetaraan di Hadapan Allah

Setelah dimandikan, jenazah dikafani dengan kain putih polos — simbol kesucian, kesederhanaan, dan kesetaraan. Tak ada perbedaan antara si kaya dan si miskin di hadapan Allah.

Dalam Safīnatun Najāh, disebutkan:

وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ الْكَفَنُ ثَلَاثَةَ أَثْوَابٍ بِيَاضٍ نَقِيَّةٍ
“Disunnahkan agar kain kafan berjumlah tiga lembar, berwarna putih dan bersih.”

Warna putih menjadi simbol bahwa setiap jiwa yang kembali kepada Allah berangkat tanpa noda duniawi. Ia meninggalkan segala status dan harta, hanya membawa amalnya.

Kemudian dilanjutkan dengan shalat jenazah, sebagaimana dijelaskan:

الصَّلَاةُ عَلَى الْمَيِّتِ فَرْضُ كِفَايَةٍ، لَا رُكُوعَ فِيهَا وَلَا سُجُودَ
“Shalat atas jenazah adalah fardhu kifayah, tidak ada rukuk dan tidak ada sujud di dalamnya.”

Dalam shalat ini, seluruh umat berdiri sejajar. Tidak ada gerakan sujud — karena penghormatan tertinggi diberikan dengan doa, bukan dengan tindakan fisik. Shalat jenazah adalah simbol cinta kolektif umat Islam kepada saudaranya yang telah pergi.

Menguburkan dengan Hormat: Ketenangan Sebuah Akhir

Tahap terakhir adalah penguburan. Islam menekankan agar jenazah segera dikubur dengan cara yang layak, di tempat yang aman dan bersih.

Sālim bin Sumair menjelaskan dengan lembut:

يُدْخَلُ الْمَيِّتُ قَبْرَهُ عَلَى جَنْبِهِ الْأَيْمَنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ
“Jenazah diletakkan di liang lahat pada sisi kanan tubuhnya, menghadap kiblat.”

Arah kiblat menunjukkan bahwa bahkan dalam kematian, umat Islam tetap berorientasi pada satu arah: menuju Allah.

Setelah jenazah ditimbun, keluarga dianjurkan untuk berdoa. Rasulullah ﷺ bersabda:

اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ، وَسَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ
“Mohonkanlah ampunan untuk saudaramu dan mintakanlah keteguhan baginya, karena kini ia sedang ditanya (oleh malaikat).” (HR. Abu Dawud)

Doa ini bukan hanya bentuk kasih, tetapi juga pengingat bagi yang masih hidup: bahwa kita pun akan tiba di titik yang sama.

Menghidupkan Nilai-Nilai Kemanusiaan dalam Fiqh Jenazah

Fiqh jenazah tidak hanya membahas hukum dan tata cara. Ia mengajarkan empati, kebersamaan, dan penghormatan terhadap kehidupan. Dalam proses merawat jenazah, seseorang belajar makna rendah hati dan ketulusan — nilai yang sering terlupakan dalam kehidupan modern.

Safīnatun Najāh menegaskan bahwa menghormati jenazah adalah bagian dari menjaga kehormatan manusia, sebagaimana disebutkan:

كَرَامَةُ الْإِنسَانِ لَا تَزُولُ بِمَوْتِهِ، فَيُعَامَلُ بِالطَّهَارَةِ وَالْإِكْرَامِ
“Kemuliaan manusia tidak hilang dengan kematiannya, maka ia tetap harus diperlakukan dengan suci dan hormat.”

Betapa indahnya Islam menjaga kemanusiaan — dari lahir, hidup, hingga meninggal. Fiqh jenazah bukan hanya pedoman hukum, tetapi pelajaran tentang cinta, kelembutan, dan tanggung jawab sosial.

Penutup: Menghormati Kehidupan Hingga Akhir

Dalam pandangan Safīnatun Najāh, kematian bukanlah akhir, melainkan pintu menuju kebahagiaan abadi. Menghormati jenazah berarti menghormati kehidupan itu sendiri.
Ketika seseorang dimandikan dengan lembut, dikafani dengan bersih, dan dikuburkan dengan doa, maka ia diantarkan ke alam lain dengan penuh martabat.

Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

اذْكُرُوا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ
“Sebutlah kebaikan orang-orang yang telah meninggal di antara kalian.” (HR. Abu Dawud)

Ucapan ini adalah pesan lembut agar kita mengingat kebaikan, bukan kesalahan.
Karena pada akhirnya, yang tersisa bukanlah tubuh, tetapi amal dan cinta yang ditinggalkan.

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement