Khazanah
Beranda » Berita » Shalat Sunnah dan Amalan Tambahan: Jalan Lembut Menuju Cinta Ilahi

Shalat Sunnah dan Amalan Tambahan: Jalan Lembut Menuju Cinta Ilahi

Ilustrasi shalat sunnah dalam Safinatun Najah karya Sālim bin Sumair al-Ḥaḍramī.
Lukisan realis menggambarkan ketenangan dan cinta dalam shalat sunnah sebagai bentuk ibadah lembut menuju Allah.

Surau.co. Setiap Muslim tahu bahwa shalat wajib lima waktu adalah tiang agama. Namun, kitab Safīnatun Najāh karya ulama besar Sālim bin ʿAbdallāh bin Saʿd bin Sumayr al-Ḥaḍramī mengingatkan kita bahwa ibadah tidak berhenti pada kewajiban semata. Di balik shalat wajib, ada shalat sunnah — amalan tambahan yang menjadi jalan lembut menuju cinta Ilahi.

Bagi sebagian orang, shalat sunnah mungkin terasa kecil atau tidak penting. Namun, dalam pandangan ruhani, ia adalah rahasia hubungan antara hamba dan Tuhannya — keintiman yang tidak bisa digantikan dengan ibadah lain.

Ketika Hati Merindukan Kedekatan dengan Allah

Dalam keseharian, banyak orang merasakan kehampaan spiritual meski telah menunaikan kewajiban. Mereka bekerja, berdoa, dan beribadah secara formal, namun tetap merasa jauh dari Allah. Di sinilah shalat sunnah hadir sebagai jembatan antara kewajiban dan cinta.

Sālim bin Sumair menjelaskan dalam Safīnatun Najāh:

وَالنَّوَافِلُ زِيَادَةٌ فِي الْخَيْرِ وَقُرْبَةٌ إِلَى اللهِ
“Amalan-amalan sunnah adalah tambahan dalam kebaikan dan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.”

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Kata nawāfil (نوافل) bermakna “tambahan”, tetapi bukan sembarang tambahan. Ia adalah bentuk cinta yang tulus — ibarat seseorang yang tidak hanya memberi karena harus, tapi karena ingin.

Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis qudsi yang sangat indah:

وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Hamba-Ku senantiasa mendekat kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhārī)

Inilah rahasia spiritual shalat sunnah: ia bukan sekadar ibadah tambahan, tetapi ekspresi cinta dan kerinduan untuk selalu dekat dengan Allah.

Lebih dari Sekadar Tambahan: Pelatihan Jiwa dan Keikhlasan

Dalam dunia yang sibuk, manusia cenderung menghitung setiap hal berdasarkan keuntungan. Namun, shalat sunnah mengajarkan sesuatu yang berbeda — memberi tanpa pamrih, mencintai tanpa berharap imbalan.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Sālim bin Sumair menulis dalam Safīnatun Najāh:

الصَّلَاةُ النَّافِلَةُ تَجْلُو الْقَلْبَ وَتُزِيلُ الْغَفْلَةَ
“Shalat sunnah membersihkan hati dan menghapus kelalaian.”

Betapa lembut kalimat itu. Shalat sunnah bukan beban tambahan, tetapi terapi bagi hati yang lelah. Saat dunia menekan dari segala arah, shalat sunnah menjadi ruang keheningan — tempat jiwa bernafas.

Bahkan dua rakaat yang dilakukan dengan khusyuk di tengah malam lebih berharga daripada tidur nyenyak tanpa kesadaran rohani. Karena pada dasarnya, shalat sunnah mengasah kepekaan hati, memperhalus jiwa, dan melatih ketulusan yang sering hilang dalam kesibukan.

Allah ﷻ berfirman:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا ۝ إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا ۝ وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا ۝ إِلَّا الْمُصَلِّينَ
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah. Apabila ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah; dan apabila mendapat kebaikan, ia kikir, kecuali orang-orang yang shalat.” (QS. Al-Ma‘ārij: 19–22)

Orang yang menjaga shalat sunnahnya akan terlatih menghadapi ujian dengan sabar, dan mensyukuri nikmat tanpa sombong.

Jenis Shalat Sunnah dan Makna Spiritualitas di Baliknya

Dalam Safīnatun Najāh, pembahasan shalat sunnah tidak panjang, tetapi penuh makna. Sālim bin Sumair menuliskan:

مِنَ النَّوَافِلِ: رَاتِبَةُ الْمَكْتُوبَةِ، وَالضُّحَى، وَالْوِتْرُ، وَالتَّهَجُّدُ، وَتَحِيَّةُ الْمَسْجِدِ
“Termasuk amalan sunnah adalah rawatib (shalat tambahan sebelum/ sesudah wajib), shalat dhuha, witir, tahajud, dan tahiyyatul masjid.”

Setiap jenis shalat sunnah memiliki nilai spiritual yang khas:

Shalat Rawatib — mengokohkan tiang ibadah wajib. Ia ibarat pagar yang menjaga rumah dari kerusakan.

Kemudian shalat Dhuha — simbol syukur atas rezeki pagi. Waktu dhuha menjadi saat terbaik untuk merenung dan mengucap terima kasih kepada Allah.

Shalat Witir — penutup malam yang menenangkan, tanda cinta kepada Allah sebelum mata terpejam.

Shalat Tahajud — jalan para kekasih Allah. Saat dunia terlelap, para pecinta bangun untuk bercakap dengan Tuhannya.

Tahiyyatul Masjid — sapaan lembut kepada rumah Allah, tanda penghormatan sebelum melangkah lebih jauh.

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ صَلَّى فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً، بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa shalat dua belas rakaat dalam sehari semalam (shalat sunnah rawatib), maka akan dibangunkan untuknya rumah di surga.” (HR. Muslim)

Betapa Allah mencintai mereka yang menambah ibadahnya dengan sukarela. Shalat sunnah menjadi cermin cinta yang tenang dan tulus.

Shalat Sunnah dan Kedalaman Cinta Ilahi

Ketika cinta sejati hadir, seseorang akan rela melakukan apa pun untuk yang dicintainya — bahkan hal kecil yang tampak sepele. Begitu pula seorang hamba yang mencintai Allah; ia akan menambah ibadah bukan karena takut neraka, tapi karena rindu.

Sālim bin Sumair menulis kalimat lembut yang menggugah:

مَنْ أَحَبَّ اللهَ كَثُرَ ذِكْرُهُ، وَمَنْ ذَكَرَهُ كَثِيرًا أَحَبَّهُ اللهُ
“Barang siapa mencintai Allah, maka ia banyak mengingat-Nya; dan barang siapa banyak mengingat-Nya, maka Allah mencintainya.”

Shalat sunnah adalah bentuk zikir dalam gerakan. Setiap rukuk, sujud, dan doa adalah percakapan cinta yang tak terucap. Ia mengajarkan kelembutan dalam ibadah dan keikhlasan dalam ketaatan.

Dalam hadis qudsi disebutkan:

فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ
“Apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, dan penglihatannya yang dengannya ia melihat.” (HR. Bukhārī)

Cinta Ilahi tidak dicapai dengan kata-kata, melainkan dengan amal-amal kecil yang dilakukan dengan kesetiaan — termasuk shalat sunnah.

Menjadikan Sunnah sebagai Gaya Hidup Spiritual

Menunaikan shalat sunnah tidak berarti harus menghabiskan waktu berjam-jam di sajadah. Cukup dengan hati yang lembut dan niat yang murni, bahkan dua rakaat bisa menjadi cahaya di hari yang gelap.

Dalam masyarakat modern, di mana stres dan kecemasan menjadi bagian hidup, shalat sunnah hadir sebagai oase batin. Ia mengajarkan kesederhanaan: berhenti sejenak, menarik napas, dan mengingat Allah.

Sālim bin Sumair menutup bab tentang amalan sunnah dengan pesan yang mendalam:

وَكُلُّ طَاعَةٍ تُقَرِّبُ إِلَى اللهِ هِيَ مِنْ أَفْضَلِ الْأَعْمَالِ
“Setiap ketaatan yang mendekatkan diri kepada Allah adalah amal terbaik.”

Shalat sunnah bukan soal jumlah rakaat, melainkan soal kedekatan. Ia adalah langkah kecil yang membawa hati lebih dekat kepada Yang Maha Pengasih.

Penutup: Jalan Lembut Menuju Cinta

Safīnatun Najāh mengajarkan bahwa ibadah bukan sekadar kewajiban, tetapi perjalanan menuju cinta Ilahi. Shalat sunnah menjadi kendaraan lembut yang membawa manusia dari rutinitas menuju kedekatan spiritual.

Ketika tangan terangkat, dahi bersujud, dan hati hadir — di sanalah cinta sejati lahir. Cinta yang tak meminta balasan, tak berharap pujian, hanya ingin berada lebih dekat dengan-Nya.

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement