Khazanah
Beranda » Berita » Fiqh Bersuci: Pelajaran dari Bab Ṭahārah dalam Safīnatun Najāh

Fiqh Bersuci: Pelajaran dari Bab Ṭahārah dalam Safīnatun Najāh

Ilustrasi fiqh bersuci dalam Safinatun Najah karya Sālim bin Sumair al-Ḥaḍramī.
Visualisasi spiritual bab Thaharah dalam Safīnatun Najāh; menggambarkan keseimbangan antara kesucian jasmani dan ruhani.

Surau.co. Di antara semua bab dalam ilmu fikih, pembahasan tentang thahārah atau bersuci menempati posisi yang sangat penting. Dalam kitab Safīnatun Najāh karya ulama besar Sālim bin ʿAbdallāh bin Saʿd bin Sumayr al-Ḥaḍramī, bab ini diletakkan pada bagian awal. Alasannya sederhana tapi mendalam: ibadah tidak akan sah tanpa kesucian. Bersuci bukan hanya perkara air dan debu, melainkan simbol kebersihan jiwa dan kesiapan hati untuk berdiri di hadapan Allah.

Bersuci: Antara Rutinitas dan Kesadaran

Setiap hari kita berwudhu — membasuh wajah, tangan, kepala, dan kaki — namun sering kali ritual itu menjadi rutinitas tanpa makna. Padahal, di balik setiap tetesan air ada pesan tentang pembersihan diri, baik lahir maupun batin.

Dalam Safīnatun Najāh, Sālim bin Sumair menulis:

الطَّهَارَةُ مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ
“Thaharah (bersuci) adalah kunci bagi shalat.”

Ungkapan singkat ini memiliki makna yang luas. Seperti kunci yang membuka pintu rumah, thaharah membuka pintu diterimanya amal. Tanpa bersuci, shalat yang kita lakukan ibarat tamu yang datang tanpa mengetuk pintu — tidak akan diterima dengan baik.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Ayat ini menunjukkan bahwa kesucian bukan hanya fisik, tetapi juga spiritual. Allah mencintai orang yang bersih dari dosa sebagaimana Ia mencintai orang yang bersih dari najis.

Air: Simbol Kehidupan dan Rahmat

Salah satu pelajaran menarik dalam bab thaharah Safīnatun Najāh adalah pembahasan tentang air. Sang penulis membedakan jenis-jenis air yang dapat digunakan untuk bersuci, sekaligus mengajarkan kita menghargai anugerah alam ini.

Beliau menulis:

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

الْمَاءُ الَّذِي يَجُوزُ بِهِ الطَّهُورُ هُوَ الْمَاءُ الْمُطْلَقُ
“Air yang sah digunakan untuk bersuci adalah air yang mutlak (suci dan menyucikan).”

Kalimat itu sederhana, tetapi sarat makna. Di zaman sekarang, kita mudah memperoleh air — tinggal memutar keran. Namun, di masa lalu, air adalah berkah yang harus dijaga dan disyukuri. Islam mengajarkan keseimbangan: tidak boros, tapi juga tidak menahan diri dari kebersihan.

Rasulullah ﷺ pernah menegur seseorang yang berwudhu berlebihan:

لَا تُسْرِفْ فِي الْمَاءِ وَلَوْ كُنْتَ عَلَى نَهَرٍ جَارٍ
“Janganlah berlebihan dalam menggunakan air, sekalipun engkau berada di sungai yang mengalir.” (HR. Ibnu Mājah)

Hadis ini menegaskan bahwa kebersihan tidak boleh melampaui batas hingga menjadi pemborosan. Bersuci adalah ibadah, bukan sekadar kebiasaan fisik.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Wudhu: Membasuh Dosa Bersama Air

Setiap gerakan wudhu dalam pandangan Safīnatun Najāh memiliki nilai ruhani. Wudhu bukan hanya membersihkan tubuh, tetapi juga menyucikan jiwa dari dosa-dosa kecil.

Sālim bin Sumair menjelaskan dengan indah:

فُرُوضُ الْوُضُوءِ سِتَّةٌ: غَسْلُ الْوَجْهِ، وَالْيَدَيْنِ، وَمَسْحُ الرَّأْسِ، وَغَسْلُ الرِّجْلَيْنِ، وَالنِّيَّةُ، وَالتَّرْتِيبُ
“Rukun wudhu ada enam: membasuh wajah, tangan, mengusap kepala, membasuh kaki, niat, dan tertib.”

Setiap anggota tubuh yang dibasuh adalah simbol pembersihan bagian jiwa.

Ketika membasuh wajah, kita seolah mencuci pandangan dari hal yang sia-sia.

Saat membasuh tangan, kita melepas dosa dari perbuatan yang tidak bermanfaat.

Dan saat mengusap kepala, kita menenangkan pikiran dari kesombongan.

Saat membasuh kaki, kita menghapus jejak langkah menuju maksiat.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ، خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ مَعَ الْمَاءِ
“Apabila seorang hamba berwudhu, maka dosa-dosanya keluar dari tubuhnya bersama air.” (HR. Muslim)

Dengan kesadaran ini, wudhu menjadi latihan spiritual yang menenangkan, bukan sekadar ritual fisik.

Tayammum: Keringnya Air, Tidak Keringnya Iman

Ada kalanya air tidak tersedia. Namun Islam tidak memutuskan hubungan antara hamba dan ibadah. Dalam Safīnatun Najāh, Sālim bin Sumair menjelaskan hukum tayammum dengan lembut dan penuh hikmah:

يَجُوزُ التَّيَمُّمُ بِالتُّرَابِ الطَّاهِرِ عِنْدَ فَقْدِ الْمَاءِ
“Tayammum dengan tanah yang suci diperbolehkan ketika air tidak ditemukan.”

Inilah keindahan syariat: kemudahan tanpa menghilangkan nilai ibadah. Tanah pun bisa menjadi sarana mendekat kepada Allah, bila hati tetap ikhlas dan niatnya lurus.

Fenomena ini mengajarkan bahwa Allah tidak pernah menuntut yang mustahil. Ia memudahkan, bukan mempersulit. Yang terpenting bukan alatnya, tetapi niat untuk tetap sujud kepada-Nya dalam kondisi apa pun.

Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:

فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
“Jika kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (suci).” (QS. Al-Mā’idah: 6)

Kesucian Batin: Inti dari Thaharah

Di akhir bab, Safīnatun Najāh tidak hanya berbicara tentang air dan tanah, tetapi juga tentang hati. Kesucian batin adalah tujuan akhir dari seluruh proses bersuci.

Sālim bin Sumair menulis dengan makna yang dalam:

الطَّهَارَةُ طَهَارَتَانِ: طَهَارَةُ الظَّاهِرِ وَطَهَارَةُ الْبَاطِنِ
“Kesucian itu ada dua: kesucian lahir dan kesucian batin.”

Kalimat ini mengingatkan kita bahwa tak ada gunanya tubuh yang bersih jika hati masih kotor oleh iri, sombong, dan dengki. Bersuci sejati adalah membersihkan niat, memaafkan orang lain, dan merendahkan diri di hadapan Allah.

Ibadah yang dilakukan dengan hati bersih akan terasa ringan, sementara amal yang dilakukan dengan hati kotor terasa berat meski tampak indah.

Pelajaran dari Lautan Kesucian

Bersuci adalah simbol kehidupan. Air yang mengalir, debu yang lembut, dan niat yang tulus — semuanya menyatu dalam satu pesan: kebersihan adalah jalan menuju kedekatan dengan Allah.

Setiap kali kita meneteskan air wudhu, seolah kita sedang berkata, “Ya Allah, bersihkan aku dari dosa sebagaimana air membersihkan tubuhku.”
Dan setiap kali kita berwudhu, kita sedang menyiapkan hati untuk menghadap Sang Pencipta dalam keadaan terbaik.

Thaharah bukan hanya tentang syarat sahnya shalat, tetapi latihan spiritual agar manusia senantiasa menjaga kesucian dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan.

 

* Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement