SURAU.CO – Nama Syekh Abdul Qadir Al-Jilani sudah lama menggema di seluruh dunia Islam. Umat Islam mengenalnya sebagai wali Allah yang menyebarkan ajaran hingga menembus zaman dan melintasi bangsa. Hingga kini, umat Islam dari berbagai negara terus mengunjungi makam beliau di Bagdad, Irak. Makam itu tetap terjaga dan menjadi pusat ziarah jutaan orang. Keistimewaan makam tersebut bahkan menarik perhatian banyak peneliti dunia, termasuk filsuf dan islamolog asal Prancis, Eric Geoffroy. Dalam penelitiannya, Geoffroy menegaskan bahwa makam Syekh Abdul Qadir Al-Jilani menempati posisi kedua terpenting di dunia Islam setelah Makam Nabi Muhammad SAW di Madinah.
Syekh Abdul Qadir Al-Jilani wafat pada tahun 1166 M di Bagdad. Para muridnya menguburkan beliau di dalam kompleks madrasah tempat beliau mengajar dan membimbing mereka. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Irak memperluas kompleks tersebut hingga berubah menjadi pusat spiritual dan tempat suci yang banyak dikunjungi umat Islam dari berbagai negara.
Meskipun berbagai peperangan dan konflik besar mengguncang Irak, umat Islam berhasil menjaga keutuhan Makam Syekh Abdul Qadir Al-Jilani. Dalam sejarah panjang negeri itu—dari invasi Mongol, perang dunia, hingga konflik modern—tidak ada satupun kekacauan yang berhasil merusak kompleks Makam ini. Umat Islam meyakini bahwa Allah menjaga makam itu karena karamah sang wali. Banyak peziarah yang menganggap keutuhannya sebagai lambang keabadian spiritual Islam yang tidak tergoyahkan oleh badai sejarah.
Penelitian Eric Geoffroy
Eric Geoffroy, filsuf dan islamolog asal Prancis, menaruh perhatian besar terhadap fenomena ziarah dalam tradisi Islam. Ia menulis hasil penelitiannya dalam buku Le Culte des Saints dans le Monde Musulman , yang kemudian Jean Couteau dan rekan-rekannya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Ziarah dan Wali di Dunia Islam . Dalam karya itu, Geoffroy menjelaskan bahwa makam Syekh Abdul Qadir Al-Jilani menjadi tempat ziarah paling ramai setelah Makam Nabi Muhammad SAW.
Geoffroy menilai kompleks makam tersebut bukan sekadar pusat keagamaan, melainkan simbol keteguhan umat Islam dalam mempertahankan nilai-nilai sufistik yang menekankan cinta, kasih sayang, dan kedekatan kepada Allah. Ia mencatat jutaan peziarah datang setiap tahun dari berbagai penjuru dunia — mulai dari Asia Selatan, Afrika Utara, hingga Asia Tenggara — untuk menunaikan ziarah ke Makam sang wali.
Dalam penelitiannya, Geoffroy membandingkan makam Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dengan makam-makam besar lainnya seperti makam Ibnu Arabi di Damaskus serta makam di Najaf dan Karbala. Ia menyebut bahwa meskipun Najaf dan Karbala menerima peziarah dalam jumlah besar, sebagian besar pengunjungnya berasal dari kalangan Syiah yang merupakan minoritas di Timur Tengah. Sementara itu, Makam Syekh Abdul Qadir Al-Jilani menarik jutaan peziarah dari kalangan Sunni di seluruh dunia.
Kompleks Makam yang Megah
Pemerintah Irak dan umat Islam terus memperindah kompleks Makam Syekh Abdul Qadir Al-Jilani hingga kini menjadi salah satu bangunan paling monumental di Bagdad. Kompleks tersebut meliputi masjid besar, ruang doa, madrasah, serta berbagai fasilitas yang melayani kebutuhan para peziarah. Arsitekturnya memadukan gaya Islam klasik dan modern, menciptakan suasana yang khusyuk dan menenteramkan.
Umat Islam yang berziarah tidak hanya menempuh perjalanan fisik, tetapi juga melakukan perjalanan batin. Mereka berdoa, memohon syafaat, dan memikirkan makna kehidupan sesuai ajaran sang wali. Para ulama di berbagai pesantren dan majelis taklim di seluruh dunia terus mempelajari karya beliau, terutama kitab Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq .
Warisan Spiritual yang Tak Lekang Waktu
Syekh Abdul Qadir Al-Jilani membangun Tarekat Qadiriyah, salah satu tarekat sufi tertua dan paling luas penyebarannya di dunia. Beliau menekankan pentingnya keikhlasan, kasih sayang, dan pengendalian diri dalam menempuh jalan menuju Allah. Banyak kisah yang menggambarkan beliau sebagai sosok yang lembut dan penuh welas asih, namun tetap teguh dalam menegakkan kebenaran.
Ajaran beliau terus menggerakkan hati umat Islam untuk datang ke makamnya. Setiap langkah peziarah menuju kompleks itu dipenuhi rasa haru dan damai. Di sana, mereka melantunkan doa dengan suara lirih, meneteskan air mata, dan memohon ketenangan batin. Setelah berziarah, banyak di antara mereka pulang dengan hati yang lebih ringan dan penuh ketenteraman.
Makam beliau berdiri sebagai saksi betapa hormatnya kepada wali bukan bentuk pengultusan. Hormat merupakan wujud cinta dan dianugerahkan kepada orang yang hidup dekat dengan Allah. Eric Geoffroy menulis, “Kompleks makam Syekh Abdul Qadir Al-Jilani merupakan makam yang paling menarik dan paling banyak dikunjungi di seluruh daerah yang saya teliti di Timur Tengah.” Pernyataan itu menyatakan betapa luasnya pengaruh spiritual sang wali yang melampaui batas budaya dan geografis.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
