SURAU.CO. Menunda membayar utang adalah kezaliman, terutama bagi orang yang mampu membayarnya. Orang yang mampu membayar utangnya tetapi sengaja menunda-nunda, melakukan kezaliman ini secara khusus. Rasulullah SAW menegaskan hal ini dalam sebuah hadis: Menunda-nunda pembayaran utang oleh orang yang mampu adalah suatu kezaliman., (HR. Bukhari). Tindakan ini tidak hanya merugikan pemberi pinjaman, tetapi juga dapat membawa dampak buruk di dunia dan akhirat.
Orang yang mampu tetapi menunda pembayaran utang merugikan pemberi pinjaman dan merusak tatanan sosial. Menurut ajaran Islam, orang yang memiliki kemampuan finansial untuk melunasi utang mengharamkan perbuatan zalim jika menunda pelunasannya. Akan tetapi, Islam tidak menganggap menunda utang karena tidak mampu sebagai tindakan zalim dan tidak mengharamkannya.
Hadis riwayat Bukhari menyebutkan bahwa, “Menunda-nunda pembayaran utang bagi orang yang mampu adalah kezaliman”. Merugikan pihak pemberi pinjaman, terutama jika mereka juga membutuhkan dana tersebut. Merusak kepercayaan dan tatanan sosial dalam masyarakat. Allah menganggap perbuatan itu haram dan berdosa.
Hadis tersebut tidak berlaku bagi orang yang benar-benar tidak mampu membayar karena kesulitan finansial. Dalam Islam, pemberi pinjaman dianjurkan untuk memberikan tenggang waktu atau keringanan bagi orang yang tidak mampu. Bagi yang berniat tidak membayar sama sekali, dosanya lebih besar lagi. Ia bisa bertemu Allah di hari kiamat sebagai pencuri, berdasarkan hadis riwayat Ibnu Majah.
Segera lunasi utang jika sudah mampu. Berdoalah memohon rezeki yang berkah agar dapat melunasi kewajiban tersebut. Penuhi kewajiban utang karena ini adalah amanah dan tanggung jawab moral, hukum, serta agama. Jika seseorang yang sudah mampu membayar utangnya terus menunda pembayarannya, maka ia telah berbuat zalim, yang merupakan perbuatan terlarang dalam Islam. Seseorang yang memiliki dana untuk membayar utang dan sudah jatuh tempo, namun tetap mengulur-ulur waktu, telah menzalimi hak orang lain.
Berbeda dengan yang tidak mampu
Konsekuensi kezaliman ini tidak berlaku bagi orang yang memang tidak mampu membayar utang karena kondisi keuangan yang sebenarnya. Namun, jika ia mampu namun menunda-nunda, maka statusnya berbeda.
Menunda pembayaran utang bagi yang mampu dapat menghambat rezeki dan memiliki konsekuensi di akhirat. Sebaliknya, orang yang paling baik adalah yang paling baik dalam membayar utang. Bahkan, Rasulullah SAW menganjurkan agar membayar utang dengan cara yang terbaik, seperti yang diceritakan dalam kisah ketika seseorang menagih utang kepada Nabi, dan Nabi menyuruh sahabat untuk mengganti utangnya dengan unta yang seumuran.
Dasar hukumnya terdapat dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW:
“Menunda-nunda (pembayaran) utang bagi orang yang mampu adalah kezaliman.” (HR. Bukhari)
Kezaliman di sini berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya, dalam hal ini menahan hak orang lain. Menunda pembayaran utang padahal mampu dapat merugikan pemberi utang, terutama jika mereka sangat membutuhkan uang tersebut.
Beberapa dampak dari menunda utang antara lain:
- Merugikan pemberi utang: Pemberi utang mungkin memiliki kebutuhan mendesak atas uang yang dipinjamkan, sehingga penundaan pembayaran dapat menyulitkan mereka.
- Dosa besar: Dalam Islam, menunda-nunda pembayaran utang padahal mampu dianggap sebagai dosa besar.
- Hidup tidak berkah: Beberapa ulama menyebutkan bahwa utang yang belum terbayar dapat menghambat rezeki dan menyebabkan kehidupan tidak berkah.
- Dianggap sebagai pencuri: Jika seseorang berutang dengan niat sejak awal tidak ingin melunasinya, ia akan dianggap sebagai pencuri di hadapan Allah pada hari kiamat.
- Hutang tetap terbawa hingga akhirat: Dosa utang tidak akan terampuni bahkan bagi orang yang mati syahid, hingga utang tersebut dilunasi.
Bagaimana jika belum mampu membayar?
Pernyataan kezaliman ini tidak berlaku untuk orang yang benar-benar tidak mampu membayar utangnya. Dalam situasi ini, Islam mengajarkan beberapa hal:
- Berkomunikasi dengan pemberi utang: Peminjam wajib menginformasikan kesulitan yang dialaminya kepada pemberi utang dan meminta keringanan atau perpanjangan waktu.
- Terdapat keringanan dari Allah: Pemberi utang yang memberikan kelonggaran waktu atau bahkan membebaskan utang akan mendapatkan naungan Allah pada hari kiamat.
- Hindari berbohong: Peminjam tidak boleh berbohong atau lari dari tanggung jawabnya. Komunikasi yang jujur adalah kunci untuk mencapai penyelesaian terbaik.
(mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
