SUARAU.CO – Kata “hijrah” sering terdengar pada kalangan umat Islam, terutama zaman sekarang ini. Banyak yang mengajak dengan seruan, “Ayo hijrah!” Sebuah ajakan untuk berubah, meninggalkan masa lalu yang kelam, dan beralih menuju kehidupan yang lebih baik sesuai tuntunan Islam. Namun, apa sebenarnya makna hijrah itu? Apakah sekadar berpakaian lebih islami, meninggalkan maksiat tertentu, ataukah lebih luas dari itu?
Dalam sejarah Islam, hijrah bukan sekadar perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga perpindahan hati, niat, dan kehidupan menuju keridaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hijrah adalah simbol perubahan total, dari gelap menuju terang, dari maksiat menuju taat, dari kelalaian menuju kesadaran.
Makna Hijrah
Secara bahasa, kata hijrah (هجرة) berarti meninggalkan atau berpindah. Dalam konteks syariat, hijrah memiliki dua makna utama:
- Hijrah fisik, yaitu berpindah dari negeri kafir atau tempat penuh kemaksiatan menuju tempat yang memungkinkan untuk beribadah kepada Allah dengan bebas.
- Hijrah maknawi, yaitu meninggalkan dosa, keburukan, dan segala hal yang Allah murkai menuju ketaatan dan ketakwaan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.”
(HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan bahwa hijrah sejati tidak hanya berpindah secara fisik, tetapi juga berpindah secara spiritual. Seorang Muslim dikatakan berhijrah ketika ia bertekad meninggalkan dosa dan berusaha hidup sesuai syariat Islam.
Hijrah dalam Sejarah Islam
Hijrah memiliki tempat yang sangat penting dalam sejarah umat Islam. Salah satu peristiwa terbesar dalam sejarah adalah Hijrah Nabi Muhammad ﷺ dari Makkah ke Madinah.
Selama tiga belas tahun dakwah di Makkah, Rasulullah ﷺ dan para sahabat menghadapi berbagai bentuk tekanan, penghinaan, bahkan penyiksaan. Kaum Quraisy menolak dakwah tauhid dan menghalangi umat Islam untuk beribadah dengan bebas. Dalam kondisi seperti itu, Allah memerintahkan Rasulullah ﷺ untuk berhijrah ke Madinah.
Hijrah ke Madinah bukan sekadar langkah penyelamatan, tetapi awal dari terbentuknya masyarakat Islam pertama yang berdaulat dan teratur. Di sana Rasulullah ﷺ membangun masjid, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, serta menegakkan hukum Islam sebagai dasar kehidupan bermasyarakat.
Peristiwa ini begitu penting hingga Khalifah Umar bin Khattab menjadikannya sebagai awal penanggalan hijriyah. Artinya, umat Islam mengukur waktu berdasarkan peristiwa hijrah — bukan kelahiran, kemenangan, atau penobatan, tetapi perpindahan menuju ketaatan dan perjuangan.
Makna Hijrah dalam Kehidupan Seorang Muslim
Hijrah bukan hanya peristiwa masa lalu, melainkan juga perjalanan hidup setiap Muslim di sepanjang zaman. Karena hakikatnya, setiap manusia diperintahkan untuk terus memperbaiki diri, berpindah dari keburukan menuju kebaikan, dari maksiat menuju taubat.
Hijrah dalam makna kekinian berarti:
- Meninggalkan gaya hidup yang menjauhkan diri dari Allah.
- Meninggalkan kebiasaan buruk seperti ghibah, riba, maksiat, dan kelalaian dalam ibadah.
- Beralih dari lingkungan yang buruk menuju lingkungan yang mendukung iman.
- Berpindah dari kesenangan dunia semata menuju orientasi akhirat.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak akan terputus hijrah hingga terputus taubat, dan tidak akan terputus taubat hingga matahari terbit dari barat.”
(HR. Abu Dawud)
Hadis ini menunjukkan bahwa hijrah tidak pernah berhenti, selama kehidupan di dunia masih berjalan. Artinya, kesempatan untuk berubah selalu terbuka bagi siapa pun yang ingin mendekat kepada Allah.
Hukum Hijrah dalam Islam
Dalam pandangan syariat, hijrah memiliki hukum yang berbeda-beda tergantung pada kondisi dan tujuannya. Para ulama membaginya menjadi beberapa hukum:
- Wajib,
jika seseorang tidak bisa menjalankan agamanya di tempat tinggalnya. Misalnya, ia dipaksa berbuat syirik, tidak bebas shalat, atau tidak bisa beribadah sesuai syariat. Maka ia wajib berpindah ke tempat yang memungkinkan untuk menegakkan agama Allah.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, malaikat berkata: ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab: ‘Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah).’ Para malaikat berkata: ‘Bukankah bumi Allah luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Maka tempat mereka adalah neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”
(QS. An-Nisa: 97)
- Sunnah,
jika seseorang ingin berhijrah untuk memperkuat imannya dan memperdalam ilmu agamanya meski masih bisa beribadah di tempat asalnya. Hijrah seperti ini bernilai besar di sisi Allah. - Mubah (boleh),
jika perpindahan dilakukan untuk urusan duniawi yang dibolehkan syariat, selama tidak meninggalkan kewajiban agama. - Haram,
jika melakukan hijrah untuk tujuan maksiat, seperti pindah tempat untuk melakukan kejahatan atau meninggalkan kewajiban agama.
Dengan demikian, hukum hijrah tergantung pada niat dan tujuannya. Hijrah karena Allah dan Rasul-Nya adalah ibadah yang tinggi nilainya, tetapi hijrah karena dunia tidak akan bernilai di sisi Allah.
Hijrah dan Niat
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barang siapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dituju.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa niat adalah ruh dari hijrah. Dua orang bisa sama-sama berpindah tempat, tetapi nilainya di sisi Allah bisa sangat berbeda tergantung niat di dalam hati.
Hijrah yang tulus karena Allah akan menghapus dosa, mengangkat derajat, dan mendekatkan pelakunya kepada surga. Sedangkan hijrah karena dunia hanya akan memberi hasil duniawi tanpa pahala di akhirat.
Hijrah Zaman Sekarang: Perubahan Gaya Hidup
Pada era modern ini, makna hijrah sering identik dengan perubahan gaya hidup, berpakaian lebih sopan, menjaga pergaulan, memperbaiki ucapan, dan memperdalam ilmu agama. Itu semua merupakan bagian dari hijrah maknawi yang sangat mulia, selama dasarnya adalah niat yang ikhlas dan komitmen untuk terus istiqamah.
Hijrah zaman sekarang bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk:
- Hijrah hati, dari cinta dunia menuju cinta Allah.
- Hijrah pikiran, dari pemikiran sekuler menuju pemahaman Islam.
- Hijrah pergaulan, dari teman yang melalaikan menuju teman yang mengingatkan pada kebaikan.
- Hijrah perilaku, dari maksiat menuju amal saleh.
- Hijrah finansial, dari sumber rezeki haram menuju yang halal dan berkah.
Setiap langkah kecil menuju kebaikan termasuk hijrah — meskipun belum sempurna. Allah melihat usaha dan niat setiap hamba-Nya, bukan kesempurnaan hasilnya.
Tantangan dalam Hijrah
Hijrah bukan perkara mudah. Ia memerlukan pengorbanan, kesabaran, dan keteguhan iman. Orang yang berhijrah pasti mengalami ujian, sebagaimana para sahabat Nabi yang meninggalkan keluarga, harta, dan kampung halaman demi Allah.
Allah berfirman:
“Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedangkan mereka tidak diuji?”
(QS. Al-‘Ankabut: 2)
Setiap orang yang memulai hijrah akan diuji — bisa melalui godaan dunia, ejekan teman, ujian ekonomi, bahkan kesepian. Namun, Allah menjanjikan balasan yang besar bagi mereka yang istiqamah:
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah setelah mereka dizalimi, pasti Kami akan memberikan tempat yang baik di dunia, dan sesungguhnya pahala di akhirat lebih besar.”
(QS. An-Nahl: 41)
Maka, jangan takut memulai hijrah, karena setiap langkah menuju Allah tidak akan sia-sia.
Buah dan Keindahan dari Hijrah
Hijrah membawa banyak berkah, di antaranya:
- Allah Menghaous dosanya
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Islam menghapus dosa-dosa sebelumnya, dan hijrah menghapus dosa-dosa sebelumnya.”
(HR. Muslim) - Mendapat ketenangan hati.
Orang yang berhijrah karena Allah akan merasakan ketenangan batin yang tidak bisa dibeli dengan dunia. - Mendapat cinta Allah.
Karena Allah mencintai hamba yang meninggalkan maksiat dan berjuang mendekat kepada-Nya. - Jaminan surga bagi yang istiqamah.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Baqarah: 218)
Penutup
Hijrah adalah panggilan suci dari Allah kepada setiap hati yang ingin berubah. Ia bukan sekadar perubahan penampilan, tetapi perubahan total dalam arah hidup — dari dosa menuju taubat, dari kelalaian menuju kesadaran, dari cinta dunia menuju cinta Allah.
Setiap Muslim harus memiliki semangat hijrah, sekecil apa pun langkahnya. Karena Allah tidak melihat seberapa jauh kita berjalan, tetapi seberapa tulus kita berniat untuk mendekat kepada-Nya.
Mari jadikan seruan “Ayo hijrah” bukan hanya slogan, tetapi tekad nyata untuk memperbaiki diri, memperkuat iman, dan meniti jalan menuju ridha Allah.
“Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya, maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.”
(QS. An-Nisa: 100)
Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk berhijrah, meneguhkan hati dalam ketaatan, dan menutup hidup kita dalam keadaan husnul khatimah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
