SURAU.CO-KH Anwar Mansur Pengasuh Ponpes Lirboyo Kediri menjadi salah satu tokoh penting dalam dunia pesantren di Indonesia. KH Anwar Mansur Pengasuh Ponpes Lirboyo Kediri tampil sebagai ulama yang mampu menjaga tradisi, sekaligus merespons tantangan zaman. Beliau memimpin pesantren dengan penuh ketenangan namun tetap tegas dalam prinsip. Banyak santri, akademisi, hingga masyarakat umum menjadikannya teladan dalam ilmu dan adab.
Sejak muda, KH Anwar menempuh pendidikan di berbagai pesantren besar dan menyerap tradisi keilmuan salaf dengan disiplin. Beliau mempelajari kitab kuning secara mendalam, lalu mengajarkannya kepada santri dengan metode yang hidup dan reflektif. Setiap pengajian selalu ia arahkan agar santri memahami makna ayat dan teks, bukan hanya membaca tanpa ruh. Karena itu, para santri tumbuh dengan pola pikir kritis yang tetap berakar pada tradisi.
Selain mengajar, beliau juga meluangkan waktu untuk mendengarkan masalah para santrinya. Banyak tamu mengaku merasakan keteduhan dan kebijaksanaan saat berbincang langsung dengan beliau. Sikap rendah hati dan kesederhanaan membuat siapa pun merasa diterima. Meskipun begitu, beliau tetap menegakkan disiplin dalam adab, kedisiplinan, dan etika belajar.
Tidak hanya dalam ilmu lahiriah, beliau juga menghidupkan sisi spiritual pesantren. Beliau membimbing santri menjalankan amalan wirid, dzikir, serta menjaga waktu ibadah. Tanpa banyak bicara, beliau memberi contoh nyata tentang keistiqamahan. Dari keteladanan itu, ribuan santri tumbuh menjadi pendakwah yang menyebarkan nilai ketulusan ke berbagai daerah.
Kiprah KH Anwar Mansur dan Pesantren Lirboyo
KH Anwar Mansur membangun fondasi keilmuan Pesantren Lirboyo Kediri dengan visi yang luas dan mendalam. Beliau mempertahankan karakter salaf pesantren, namun tetap membuka ruang terhadap dialog dan perkembangan teknologi. Melalui bimbingannya, santri belajar menulis, berdiskusi lintas madzhab, dan menyampaikan dakwah dengan cara yang santun.
Beliau menempatkan adab sebagai akar utama pendidikan. KH Anwar selalu mengingatkan, ilmu tanpa akhlak hanya menumbuhkan kesombongan. Karena itu, setiap kegiatan pesantren ia mulai dengan niat ikhlas dan ia akhiri dengan doa. Tradisi tersebut melahirkan suasana belajar yang hangat, tertib, dan penuh keberkahan.
Selain itu, beliau membangun hubungan yang kuat dengan para ulama di berbagai wilayah. Banyak kiai mengundang beliau untuk memberi ijazah, fatwa, atau pertimbangan keilmuan. Meski sering mendapat undangan, beliau tetap memilih hidup sederhana di Lirboyo dan menjaga kesunyian sebagai ruang bertumbuhnya ilmu.
Para alumni yang kembali ke pesantren menyaksikan beliau terus belajar. Mereka sering melihat beliau membaca kitab, mencatat penjelasan, dan berdiskusi dengan santri senior. Dari rutinitas itu, mereka memahami bahwa menjadi ulama bukan sekadar gelar, tetapi proses yang tidak pernah berhenti.
Teladan KH Anwar, Warisan Ilmu, dan Relevansi
Generasi muda menjadikan KH Anwar sebagai teladan dalam bersikap dan berpikir. Beliau memadukan keteguhan prinsip dengan kelembutan dalam menghadapi perbedaan. Dalam konteks kebangsaan, beliau menegaskan bahwa mencintai tanah air merupakan bagian dari iman. Pandangan ini tumbuh dalam kehidupan santri sehari-hari, bukan hanya dalam teori.
Warisan KH Anwar tidak tercatat hanya dalam buku, melainkan hidup dalam budaya pesantren. Metode pengajaran beliau—yang mengutamakan kesabaran, ketertiban, dan ketelatenan—mengalir ke santri dan masyarakat. Beliau tidak mengejar popularitas, tetapi keteladanannya menyebar luas melalui laku hidup yang konsisten.
Hingga kini, Pesantren Lirboyo tetap menjadi pusat ilmu, adab, dan spiritualitas. Para santri menyebarkan semangat gurunya ke berbagai penjuru negeri. Mereka membawa nilai keikhlasan, kesederhanaan, dan kecintaan pada ilmu. Dari situ, kita memahami bahwa perjuangan KH Anwar tidak hanya milik masa kini, tetapi juga menjadi cahaya bagi masa depan. (Hendri Hasyim)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
