Sejarah
Beranda » Berita » Tarim, Kota Seribu Wali di Wadi Hadhramaut

Tarim, Kota Seribu Wali di Wadi Hadhramaut

Tarim, Kota Seribu Wali di Wadi Hadhramaut
Tarim, Kota Seribu Wali di Wadi Hadhramaut (Foto: Istimewa)

SURAU.CO – Tarim adalah kota bersejarah di Yaman. Kota ini terletak di lembah pinggiran Wadi Hadhramaut dan terkenal sebagai pusat teologi Islam. Tempat berkumpulnya banyak ulama serta keturunan Nabi Muhammad SAW (Habib). Sejak dahulu kala, Tarim melambangkan keilmuan, kesalehan, dan spiritualitas yang mendalam. Masyarakat menyebutnya “Kota Seribu Wali” karena setiap sudutnya menyimpan kisah tentang ulama besar dan orang saleh yang mengabdikan hidup untuk agama.

Sejarah Tarim berawal jauh sebelum masa Islam. Namun, Islamlah yang membuat kota ini bersinar terang dan berkembang pesat pada masa kekhalifahan. Sejak abad ke-10, para ulama telah menjadikan Tarim sebagai pusat belajar dan mengajar ilmu agama Islam. Dari kota inilah, para dai dan ulama besar berangkat untuk menyebarkan Islam ke Asia Tenggara, Afrika Timur, hingga India.

Para penghafal Al-Qur’an, ahli fikih, ahli tafsir, dan ahli hadis menetap di Tarim dan menjaga tradisi keilmuan secara turun-temurun. Mereka tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Para ulama Tarim selalu menekankan pentingnya adab, akhlak, dan kasih sayang dalam berdakwah.

Para guru di Tarim menurunkan ilmunya langsung kepada murid dengan penuh keikhlasan. Mereka mengikuti metode Rasulullah SAW dan para sahabat yang mengajarkan ilmu melalui teladan hidup. Tradisi inilah yang menjadikan sanad ilmu dari Tarim tetap kuat dan penuh keberkahan hingga kini.

Kota Seribu Wali

Masyarakat menjuluki Tarim sebagai “Kota Seribu Wali” karena banyaknya ulama dan wali yang dimakamkan di kota ini. Hampir setiap rumah di Tarim menyimpan silsilah keturunan seorang alim atau wali. Penduduknya hidup sederhana, tekun beribadah, dan berserah diri kepada Allah. Mereka memperbanyak dzikir serta menegakkan ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan sehari-hari.

Mengenal Dunia agar Tidak Tertipu olehnya: Tafsir Hikmah Al-Hikam

Para peziarah sering mengunjungi makam Imam al-Haddad, seorang ulama besar abad ke-17 yang menulis karya monumental seperti An-Nashaih ad-Diniyyah dan Risalat al-Mu’awanah . Kitab-kitab itu masih diajarkan di banyak pesantren di Indonesia hingga hari ini. Para pengunjung juga berziarah ke makam al-Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi, al-Habib Umar bin Abdurrahman al-Attas, dan banyak ulama lainnya yang meninggalkan jejak ilmu dan keteladanan.

Para peziarah tidak hanya datang untuk berdoa, tetapi juga untuk menimba ilmu dan meneladani kehidupan para ulama. Mereka menjadikan perjalanan ke Tarim sebagai sarana memperdalam hubungan spiritual dengan Allah SWT.

Dar al-Mustafa: Pusat Pendidikan Islam Modern

Al-Habib Umar bin Hafizh mendirikan Dar al-Mustafa pada tahun 1993 dan menjadikannya pusat pendidikan Islam modern yang mengeluarkan kuat pada tradisi klasik. Ribuan pelajar dari berbagai negara datang ke Tarim untuk belajar di lembaga ini.

Para santri di Dar al-Mustafa mempelajari fikih, tafsir, dan hadis sambil membenahi akhlak dan menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Para guru juga membimbing mereka agar berdakwah dengan lembut dan penuh kasih sayang. Habib Umar bin Hafizh membimbing langsung banyak muridnya yang kini menyebarkan ajaran Islam ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Para pendidik di Tarim selalu menyeimbangkan antara ilmu dan amal. Mereka mengajarkan bahwa ilmu tanpa amal tidak bernilai, dan amal tanpa ilmu tidak sempurna. Prinsip inilah yang membentuk lulusan Tarim menjadi pribadi yang tawadhu’, berilmu luas, dan ekosistem tinggi dalam menyebarkan Islam rahmatan lil ‘alamin.

Panjang Umur Belum Tentu Bermakna: Hikmah dalam Al-Hikam tentang Kualitas Usia

Pengaruh Tarim di Dunia Islam

Para ulama Tarim telah menembus batas geografis Yaman dan membawa pengaruh besar di dunia Islam. Melalui dakwah dan keturunan mereka, nilai-nilai Islam dari Tarim tersebar ke berbagai wilayah, termasuk Indonesia.

Banyak tokoh agama Nusantara yang memiliki sanad keilmuan yang bersambung ke Tarim. Para keturunan Rasulullah SAW seperti Habib Husein bin Abu Bakar al-Aydrus di Luar Batang dan Habib Ali Kwitang datang ke Indonesia untuk menyebarkan Islam yang damai dan penuh kasih sayang. Mereka membawa ajaran yang menekankan toleransi, kesantunan, dan keadilan.

Nilai-nilai dakwah dari Tarim turut membentuk karakter Islam Nusantara yang lembut dan mudah diterima masyarakat. Oleh karena itu, Tarim berperan besar dalam membangun wajah Islam yang damai di dunia timur, termasuk di tanah air.

Kesederhanaan dan Keberkahan

Penduduk Tarim menjalani hidup dengan kesederhanaan. Mereka membangun rumah dari tanah liat dengan arsitektur khas yang menyesuaikan iklim panas Wadi Hadhramaut. Meski tampak sederhana, suasana Tarim memancarkan ketenangan. Adzan berkumandang di setiap waktu, majelis ilmu diadakan hampir setiap hari, dan para ulama berjalan di jalan-jalan kecil dengan penuh kerendahan hati.

Masyarakat Tarim menata kehidupan mereka dengan menjadikan Allah sebagai pusat. Mereka menjaga waktu shalat, memperbanyak amal, dan menanamkan nilai-nilai keikhlasan dalam setiap perbuatan. Kehidupan mereka yang berpusat pada Allah membuat kota ini memancarkan aura spiritual yang kuat dan menenangkan.  Dari lembah Hadhramaut yang tenang, para ulama Tarim menyalakan cahaya ilmu yang membuka dunia Islam hingga kini.

Bahagia di Tengah Luka: Rahasia Spiritual Dzikir dari Al-Hikam

Tarim mengajarkan bahwa kesuksesan sejati tidak lahir dari kemegahan, tetapi dari ilmu, akhlak, dan keikhlasan dalam beribadah. Julukan “Kota Seribu Wali” benar-benar menggambarkan ruh Tarim yang penuh keberkahan. Selama para ulama dan generasi penerus menjaga warisan ilmu dari kota ini, Tarim akan terus berdiri sebagai mercusuar spiritual yang membimbing umat menuju cahaya kebenaran dan cinta kepada Allah serta Rasul-Nya.

 

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement