SURAU.CO – Abu Lahab yang bernama asli Abdul Uzza bin Abdul Muthalib termasuk salah satu paman Nabi Muhammad SAW. Masyarakat Quraisy menjulukinya Abu Lahab (Bapak Nyala Api) karena wajahnya tampak cerah kemerahan. Namun Allah menjadikan julukan itu sebagai lambang azab yang akan ia rasakan di neraka.
Sejak Nabi mulai menyampaikan dakwah secara terbuka, Abu Lahab langsung melakukan perlawanan keras. Ketika Rasulullah mengumpulkan keluarganya di Bukit Shafa untuk menyeru mereka agar menyembah Allah Yang Esa, Abu Lahab berteriak kasar, “Celaka engkau, wahai Muhammad! Apakah untuk ini engkau mengumpulkan kami?” (HR. Bukhari dan Muslim).
Allah menurunkan Surat Al-Lahab (111:1–2) untuk menjawab kesombongannya:
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang ia usahakan.”
Sejak saat itu, Abu Lahab semakin menghina, mencaci, dan menghasut orang-orang agar menjauhi Nabi. Ia menolak setiap seruan kebenaran dan menghabiskan hidupnya untuk memerangi dakwah Islam.
Peran Istrinya dalam Menyebar Fitnah
Abu Lahab tidak berjalan sendiri dalam menebar kebencian. Istrinya, Ummu Jamil binti Harb, yang juga saudara perempuan Abu Sufyan, ikut memperkeruh keadaan. Ummu Jamil terkenal dengan kelicikan lisannya. Ia sering membawa duri dan mengomel, lalu menebarkannya di jalan yang Rasulullah lewati agar kaki beliau terluka.
Allah pun mengabadikan perbuatan keji itu dalam Surah Al-Lahab ayat 4–5:
“Dan istrinya, pembawa kayu bakar.”
Ayat tersebut menggambarkan bagaimana Allah akan membalas Ummu Jamil di neraka. Ia akan memikul kayu bakar untuk menambah panas api bagi suaminya sebagai hukuman atas kejahatan yang mereka lakukan terhadap Rasulullah SAW.
Kehancuran di Perang Badar
Ketika kaum Quraisy berangkat menuju Perang Badar, Abu Lahab memilih untuk tidak ikut. Ia menyuruh Al-‘As bin Hisyam menggantikannya dan membayarnya delapan dirham sebagai tebusan. Meskipun tidak turun langsung ke medan perang, Abu Lahab merasa puas dan bangga dengan kepergian pasukan Quraisy. Namun kebanggaan itu sirna ketika kabar kekalahan Quraisy tiba di Makkah.
Kekalahan itu menghantam harga dirinya. Ia yang semula merasa paling berkuasa, tiba-tiba kehilangan wibawa di hadapan masyarakatnya. Allah pun menimpakan penyakit mengerikan sebagai balasan atas kesombongan dan kebenciannya terhadap Nabi.
Diserang Penyakit Menular
Menurut kisah Ibn Ishaq dan Ibn Katsir, beberapa hari setelah kekalahan di Badar, Abu Lahab terserang penyakit kulit menular bernama “al-‘adasah”, mirip penyakit pes atau lepra ganas. Tubuhnya mulai melepuh, mengeluarkan bau busuk, dan kulitnya mengelupas satu per satu.
Keluarganya merasa ngeri melihat kondisinya. Mereka menjauh karena takut tertular penyakit yang menjijikkan itu. Anak-anaknya pun tidak berani mendekatinya. Abu Lahab akhirnya menjalani hari-harinya sendirian, tanpa perawatan, tanpa sahabat, dan tanpa kasih sayang.
Penyakit itu berlangsung selama tujuh hari. Pada saat itu, Abu Lahab merasakan penderitaan yang sangat berat. Ia sulit makan, sulit bergerak, dan membusuk secara perlahan. Setelah rasa sakit yang panjang, Abu Lahab akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dalam keadaan hina, beberapa hari mengalahkan pasukan Quraisy di Badar.
Dibuang Tanpa Pemakaman Layak
Tragedi Abu Lahab tidak berhenti pada kematiannya. Setelah ia wafat, keluarganya menolak mendekat karena takut penyakit tertular. Mereka membiarkan jasadnya tergeletak di rumah selama tiga hari, hingga bau busuk menyebar ke seluruh penjuru Makkah.
Orang-orang akhirnya mengalami kerusakan pada keluarganya karena tidak juga menguburkan jenazahnya. Karena terpaksa, anak-anaknya menggali lubang dari luar, lalu menggunakan batang kayu untuk mendorong tubuh ayahnya ke dalam lubang. Mereka kemudian menimbunnya dengan batu dari jarak jauh tanpa doa, tanpa kafan, tanpa rasa hormat sedikit pun.
Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Ibnu Katsir. Keduanya menegaskan bahwa kisah itu menjadi bukti nyata bagaimana Allah menghinakan orang yang menentang Rasul-Nya.
Pelajaran dari Wafatnya Abu Lahab
Kisah wafatnya Abu Lahab memberikan pelajaran berharga bagi umat Islam. Abu Lahab hidup dengan kedudukan terhormat, harta berlimpah, dan pengaruh besar. Namun semua itu tidak mampu membantunya karena ia menolak kebenaran dan membiarkan kesombongan menguasai hatinya.
Ia menghabiskan hidup untuk melawan cahaya Islam, dan Allah menutup hidupnya dengan kehinaan di dunia sebelum siksa di akhirat. Kisah ini mengingatkan bahwa kehormatan sejati tidak lahir dari keturunan atau kekayaan, melainkan dari ketundukan kepada Allah dan keikhlasan menerima kebenaran.
Siapa pun yang menyombongkan diri di hadapan Allah akan berakhir dengan kerugian, sedangkan orang yang beriman dan sabar, seperti Rasulullah SAW, akan dimuliakan Allah selamanya.
Demikianlah kisah tragis wafatnya Abu Lahab —sebuah kisah yang menegaskan bahwa kesombongan hanya melahirkan kehinaan, sementara iman dan ketaatan membawa kemuliaan abadi.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
