Khazanah
Beranda » Berita » Utang dan Amanah: Ketika Janji Menjadi Timbangan Akhirat

Utang dan Amanah: Ketika Janji Menjadi Timbangan Akhirat

Lelaki menulis surat pelunasan utang dengan bayangan timbangan di dinding, simbol amanah dan keadilan.
Gambar realis-filosofis tentang hubungan antara kejujuran dalam menepati janji dan keadilan Allah di akhirat.

Surau.co. Dalam kehidupan sehari-hari, utang dan amanah selalu bersinggungan. Dari meminjam uang kepada teman hingga menjaga titipan milik orang lain, keduanya menuntut kejujuran serta kesetiaan pada janji. Namun, bagi Imam Yahya Ibn Sharaf al-Nawawi — ulama besar pengarang Minhāj al-Ṭālibīn — persoalan itu tidak berhenti pada urusan dunia. Ia menegaskan bahwa utang dan amanah merupakan “ujian moral” yang akan menentukan berat atau ringannya timbangan amal seseorang di akhirat.

Kini, manusia modern sering memandang utang sekadar angka dalam laporan keuangan, sementara amanah hanya dianggap formalitas jabatan. Padahal, menurut Imam Nawawi, setiap janji yang terucap, setiap amanah yang diterima, dan setiap pinjaman yang tertunda pembayarannya akan tampil sebagai saksi di hadapan Allah kelak.

Janji yang Terlupakan di Tengah Kesibukan Dunia

Dalam kehidupan modern yang penuh kesibukan, banyak orang berutang dengan niat baik namun melupakan janji saat kondisi telah lapang. Begitu pula amanah sering terabaikan karena alasan pekerjaan dan urusan pribadi. Imam Nawawi menegaskan dalam Minhāj al-Ṭālibīn:

قال الإمام النووي في المنهاج:
“وَيَجِبُ قَضَاءُ الدُّيُونِ عَلَى الْمَقْدُورِ، وَيَحْرُمُ الْمُطْلُ لِصَاحِبِ الْحَقِّ.”
“Wajib bagi orang yang mampu untuk membayar utang, dan haram menunda pembayaran bagi pemilik hak.”

Kalimat ini tampak sederhana, namun maknanya dalam dan menggugah. Imam Nawawi tidak sekadar berbicara soal hukum fikih, melainkan juga menekankan nilai akhlak yang mengikat. Seseorang mungkin menunda banyak hal dalam hidup, tetapi tidak dengan kewajiban yang menyangkut hak orang lain.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Al-Qur’an juga menegaskan pentingnya menjaga amanah:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” — (QS. An-Nisā’: 58)

Ayat ini menempatkan amanah sejajar dengan keadilan dan ketakwaan. Sebab, amanah bukan hanya berupa harta atau barang titipan, tetapi juga janji, rahasia, bahkan tanggung jawab sosial yang melekat pada diri setiap manusia.

Utang Bukan Sekadar Kewajiban Finansial

Dalam Minhāj al-Ṭālibīn, Imam Nawawi menegaskan bahwa utang memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Ia menulis:

قال الإمام النووي:
“مَنْ مَاتَ وَلَهُ دَيْنٌ لَمْ يُقْضَ، فَهُوَ مَحْبُوسٌ بِهِ عَنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ حَتَّى يُؤَدَّى.”
“Barangsiapa meninggal dalam keadaan memiliki utang yang belum dibayar, maka ia tertahan dari surga hingga utangnya dilunasi.”

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Sabda Nabi ﷺ pun memperkuat pernyataan ini:

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Ruh seorang mukmin tergantung (tertahan) karena utangnya sampai utang itu dibayar.” — (HR. Tirmidzi)

Kedua teks tersebut memperlihatkan bahwa utang tidak hanya menyangkut dunia, tetapi juga menjadi perkara akhirat. Betapa banyak orang yang rajin beribadah dan bersedekah, namun tetap menunda membayar utang tanpa alasan yang sah. Dalam pandangan Imam Nawawi, kebiasaan itu mencederai amanah dan menghapus keberkahan hidup.

Utang tidak menjatuhkan martabat seseorang, tetapi menunda pembayarannya dengan sengaja berarti menumpuk dosa. Karena di balik setiap angka dalam catatan utang, tersembunyi hak orang lain yang wajib dikembalikan.

Amanah: Pondasi Keadilan Sosial

Imam Nawawi juga menekankan pentingnya menjaga amanah dalam segala hal — baik dalam tanggung jawab publik maupun janji pribadi. Dalam Minhāj al-Ṭālibīn beliau menulis:

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

قال الإمام النووي:
“الْأَمَانَةُ أَصْلُ كُلِّ خَيْرٍ، وَالْخِيَانَةُ أَصْلُ كُلِّ شَرٍّ.”
“Amanah adalah asal dari segala kebaikan, dan khianat adalah akar dari segala kejahatan.”

Ketika amanah terjaga, masyarakat hidup dalam ketenangan. Sebaliknya, ketika amanah hilang, kepercayaan ikut runtuh. Di masa kini, bentuk amanah semakin beragam — tidak hanya menyangkut uang atau barang, tetapi juga tanggung jawab pekerjaan, jabatan publik, hingga peran sosial yang melekat pada setiap individu.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah.” — (HR. Ahmad)

Pesan ini menegaskan bahwa kejujuran dan amanah merupakan dua sisi dari satu koin bernama iman. Tanpa keduanya, semua amal baik kehilangan makna.

Timbangan Akhirat: Saat Janji Ditimbang dengan Nyata

Imam Nawawi menulis dalam penutup bab muamalah:

قال الإمام النووي:
“الْمُعَامَلَاتُ فِي الدُّنْيَا تَكْشِفُ الْمِيزَانَ فِي الْآخِرَةِ.”
“Transaksi di dunia adalah cerminan dari timbangan amal di akhirat.”

Pernyataan ini bukan sekadar pandangan fikih, tetapi juga refleksi moral yang mendalam. Dunia adalah tempat manusia melakukan transaksi — bukan hanya dengan uang, tetapi juga dengan waktu, janji, dan amanah. Semua yang dilakukan di sini akan kembali ditimbang di akhirat, dalam neraca Allah yang tak pernah miring.

Al-Qur’an menegaskan keadilan itu:

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ، وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya ia akan melihat (balasannya), dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya ia akan melihat (balasannya).” — (QS. Az-Zalzalah: 7–8)

Setiap janji yang ditepati, setiap amanah yang dijaga, dan setiap utang yang dilunasi dengan ikhlas menjadi batu kecil yang memperberat timbangan kebaikan di akhirat.

Menutup Janji, Menjaga Timbangan

Hidup sejatinya adalah rangkaian amanah dan utang yang harus diselesaikan sebelum waktu habis. Imam Nawawi mengajarkan, siapa pun yang menjaga amanah dan melunasi utangnya tepat waktu bukan hanya sedang menunaikan tanggung jawab sosial, tetapi juga sedang mempersiapkan diri untuk dihisab dengan ringan.

Di tengah masyarakat modern yang serba cepat dan penuh distraksi, kemampuan untuk mengingat janji dan menunaikan kewajiban menjadi bentuk ibadah yang sederhana namun luar biasa. Karena pada akhirnya, kejujuran terhadap sesama manusia adalah cerminan kejujuran terhadap Tuhan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement