SURAU.CO – Dalam sejarah Islam, banyak kisah heroik yang menggambarkan keteguhan iman para sahabat Nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah kisah Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi, seorang sahabat yang teguh mempertahankan keyakinannya di hadapan penguasa besar Romawi. Ia bukan hanya menolak harta, tahta, dan kedudukan, tetapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa kekuatan iman lebih berharga daripada segala gemerlap dunia.
Kisah ini bermula ketika Khalifah Umar bin Khattab RA mengirim pasukan kaum Muslimin untuk memerdekakan negeri Syam. Abdullah bin Hudzafah adalah salah satu dari panglima yang memerangi penduduk Kaisariah, sebuah kota benteng di tepi Laut Tengah, wilayah Palestina. Dalam salah satu pertempuran, pasukannya mengalami kekalahan, dan Abdullah pun tertangkap oleh tentara Romawi.
Menurut catatan Muhammad Amin Al-Jundi dalam Hiburan Orang-Orang Shalih, para tentara Romawi membawa Abdullah ke hadapan Raja Romawi. Ketika sang raja mendengar bahwa tawanan itu adalah sahabat Nabi Muhammad SAW, ia melihat kesempatan untuk menurunkan martabat Islam dengan mencoba menggoyahkan keimanan salah satu pengikut Rasulullah.
Godaan Kekuasaan dan Kekayaan Dunia
Raja Romawi memanggil Abdullah bin Hudzafah dan mulai menawarinya berbagai kenikmatan dunia. Ia menjanjikan kekayaan melimpah, pernikahan dengan putri kerajaan, bahkan setengah dari kerajaannya jika Abdullah bersedia meninggalkan Islam dan memeluk agama Nasrani. Namun Abdullah menjawab dengan tegas, “Seandainya engkau serahkan seluruh kerajaanmu dan seluruh kerajaan Arab, aku tidak akan meninggalkan agama Muhammad SAW meski sekejap mata.”
Jawaban itu membuat sang raja murka. Ia mengancam akan membunuh Abdullah, namun sahabat Rasulullah tetap tenang dan berkata, “Silakan saja.” Karena kegagalannya, raja pun memenjarakannya tanpa makanan dan minuman selama tiga hari. Setelah itu, ia menguji Abdullah dengan menawarkan gelas arak dan daging babi agar ia mau bertahan hidup. Namun Abdullah menolak meski dalam keadaan kelaparan dan kehausan.
Ujian Iman di Tengah Penderitaan
Ketika raja melakukan pemesanan kembali dan bertanya mengapa ia menolak, padahal dalam keadaan darurat makanan dan minuman itu menjadi halal, Abdullah menjawab, “Benar, dalam kondisi darurat hal itu halal terjadi. Tetapi saya tidak ingin Anda berbohong karena melihat seorang Muslim tunduk di hadapanmu.” Jawaban ini menggetarkan hati raja. Ia melihat betapa keteguhan seorang Muslim tidak bisa dibeli dengan alasan apa pun.
Raja kembali mencoba menghancurkan tekad Abdullah dengan ancaman yang lebih kejam. Ia memerintahkan agar Abdullah dimasukkan ke dalam panci berisi air mendidih. Namun sebelum dilempar, Abdullah menangis. Melihat hal itu, para penjaga mengira ia takut mati dan melaporkannya kepada raja. Sang raja pun bertanya lagi dan bertanya, “Mengapa kamu menangis? Apakah kamu takut mati?”
Dengan suara mantap, Abdullah menjawab, “Aku bukan menangis karena takut mati. Aku menangis karena aku hanya punya satu nyawa. Aku berharap aku memiliki nyawa sebanyak rambut di tubuhku, dan semuanya bisa mati di jalan Allah.” Mendengar jawaban itu, sang raja memikirkannya. Ia menyadari bahwa tidak ada kekuatan dunia yang bisa menundukkan hati yang memenuhi iman.
Kemenangan yang Menggetarkan Iman
Akhirnya, sang raja mengakui kekalahannya. Ia berkata, “Wahai Abdullah bin Hudzafah, maukah kamu mencium kepalaku? Aku akan memerdekakanmu.” Abdullah menjawab dengan syarat, “Saya akan melakukannya jika Anda juga memerdekakan seluruh tawanan Muslim.” Raja menyetujui syarat itu, dan berkat ketegasan Abdullah, sebanyak 300 tawanan Muslim dibebaskan.
Setelah peristiwa itu, Abdullah kembali ke Madinah. Ketika Khalifah Umar bin Khattab mendengar kisahnya, beliau menghampiri Abdullah dan berkata, “Sungguh layak bagi setiap Muslim untuk mencium kepala Abdullah bin Hudzafah, dan aku akan menjadi orang pertama yang melakukannya.” Umar pun mencium kepala Abdullah sebagai bentuk penghormatan atas keberanian dan keteguhan imannya.
Pelajaran Abadi tentang Keteguhan Tauhid
Kisah ini menjadi teladan abadi tentang kekuatan iman dan keikhlasan dalam mempertahankan keyakinan. Abdullah bin Hudzafah tidak hanya menolak godaan duniawi, tetapi juga menunjukkan bahwa harga diri seorang Muslim tidak dapat ditukar dengan kemewahan apa pun. Ia tidak memandang keselamatan dirinya sebagai tujuan utama, melainkan ridha Allah sebagai puncak dari segala perjuangan.
Dari kisah ini, kita belajar bahwa iman yang kuat akan membuat seseorang teguh dalam menghadapi ujian. Ketika dunia menawarkan kemewahan, seorang mukmin sejati tetap memilih jalan kebenaran. Abdullah bin Hudzafah mengajarkan bahwa Islam bukan sekedar agama, melainkan cahaya yang menuntun jiwa untuk tidak tunduk pada bujuk rayu dunia.
Keteguhan imannya menunjukkan bahwa kekuasaan dan harta hanyalah fatamorgana yang tidak akan pernah mampu menggantikan ketenangan hati orang yang berpegang pada tauhid. Seorang Muslim yang benar-benar beriman tidak akan menukar akidahnya dengan kenikmatan sesaat. Abdullah bin Hudzafah menjadi simbol keberanian dan kemuliaan Islam, mengingatkan bahwa keimanan sejati tidak lahir dari kata-kata, tetapi dari keteguhan hati yang diuji dalam penderitaan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
