Khazanah
Beranda » Berita » Hidup Jangan Hanya Makan-Tidur, Jiwa Rasional Butuh Asupan Juga

Hidup Jangan Hanya Makan-Tidur, Jiwa Rasional Butuh Asupan Juga

Ilustrasi refleksi manusia memberi asupan pada jiwa dan akal.
Ilustrasi seorang manusia merenung sambil membaca buku di alam terbuka, melambangkan perhatian pada akal dan jiwa.

Jiwa Butuh Asupan Selain Tubuh

Hidup manusia tidak hanya soal makan dan tidur. Jiwa rasional membutuhkan perhatian dan “asupan” yang berbeda: ilmu, refleksi, dan kesadaran diri. Al-Kindī dalam Risāla fī al-Nafs menekankan bahwa jiwa manusia memiliki kebutuhan yang tidak kalah penting dibandingkan tubuh. Fenomena sehari-hari menunjukkan banyak orang sibuk dengan rutinitas fisik, tetapi lalai memberi perhatian pada akal dan jiwa.

Saat kita menyeduh teh, berjalan di pagi hari, atau mendengarkan cerita, itulah saat jiwa menuntut kita hadir penuh. Al-Kindī menegaskan bahwa jiwa harus “diberi makan” melalui pengamatan, pemikiran, dan refleksi agar tetap sehat dan seimbang.

Jiwa sebagai Pusat Kesadaran

Al-Kindī menulis:

«النفس هي مركز الإدراك والفهم»
“Jiwa adalah pusat kesadaran dan pemahaman.”

Fenomena sehari-hari: ketika seseorang merasa gundah, marah, atau bingung, itulah tanda bahwa jiwa sedang mencari arah. Tubuh bisa sehat, tetapi tanpa perhatian pada jiwa, hidup terasa hampa. Jiwa memandu tubuh, memberi warna pada setiap tindakan, dan menjadikan manusia lebih dari sekadar makhluk biologis.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Al-Qur’an menekankan kesadaran diri:

﴿وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (QS. Asy-Syams: 7)
“Demi jiwa dan penyempurnaannya.”

Ayat ini mengingatkan bahwa jiwa manusia memiliki hakikat yang harus dijaga dan dikembangkan.

Akal: Kompas Jiwa

Al-Kindī menulis:

«العقل هو دليل النفس في هذه الحياة»
“Akal adalah panduan bagi jiwa dalam kehidupan ini.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Fenomena sehari-hari: ketika kita dihadapkan pada keputusan sulit, akal menimbang antara nafsu dan kewajiban. Akal yang sehat memungkinkan jiwa memilih jalan yang selaras dengan nilai dan tujuan hidup.

Hadits Nabi Muhammad SAW mengingatkan pentingnya berpikir:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «تفكر ساعة خير من عبادة سنة»

“Renungan selama satu jam lebih baik daripada ibadah selama setahun.”

Akal berfungsi sebagai kompas; ia memandu manusia untuk menyeimbangkan kehidupan fisik dan spiritual. Dengan demikian, kita dapat memberikan makna pada setiap detik yang telah kita lewati, sebab akal memungkinkan kita memahami hakikat dari waktu tersebut.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Nafsu dan Tubuh: Harus Diatur, Bukan Dihamba

Al-Kindī menulis:
«إذا سيطر الشهوى على النفس، ضاعت الحكمة»

“Jika nafsu menguasai jiwa, kebijaksanaan hilang.”

Fenomena sehari-hari kerap kali menunjukkan hasil buruk dari ketidakseimbangan: misalnya, terlalu banyak makan, tidur berlebihan, atau bahkan membiarkan hawa nafsu memimpin justru membuat jiwa kehilangan arah. Berdasarkan pengamatan ini, hendaknya kita selalu mengingat penegasan Al-Kindī: tubuh memang hanyalah wadah; sebaliknya, jiwa dan akal itulah yang sesungguhnya secara fundamental menentukan kualitas hidup kita.

 

Versi 2: Fokus pada Alur Logika dan Kesimpulan

Al-Qur’an menegaskan keseimbangan:

﴿وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (QS. Al-Mu’minun: 5)

“Dan mereka yang memelihara kemaluan mereka.”

Menjaga tubuh dan nafsu adalah bentuk penghormatan terhadap jiwa dan akal. Ketika tubuh terkendali, jiwa dapat berkembang, dan akal bisa berfungsi optimal.

Refleksi: Memberi Makanan untuk Jiwa

Al-Kindī menulis:

«التفكر في النفس والعقل يغذي الروح»

“Refleksi atas jiwa dan akal memberi nutrisi bagi roh.”

Fenomena sehari-hari: membaca, mendengarkan, berdialog, atau menulis adalah “makanan” bagi jiwa. Tanpa aktivitas ini, jiwa menjadi lelah dan akal kehilangan ketajamannya. Hidup yang penuh makna tercipta saat manusia sadar memberi perhatian pada dimensi batin.

Hadits Nabi Muhammad SAW menegaskan:

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «التفكر عبادة»

“Renungan adalah ibadah.”

Melalui refleksi, manusia menata dirinya, memahami hubungannya dengan Allah, diri sendiri, dan sesama.

Praktik Sehari-hari untuk Jiwa Rasional

Memberi asupan pada jiwa bisa dilakukan sederhana:

Merenung sambil menikmati alam.

Membaca buku yang memperluas wawasan.

Mengingatkan diri akan tujuan hidup dan akhirat.

Menulis jurnal atau catatan reflektif.

Fenomena sehari-hari menunjukkan manusia yang menjalani praktik sederhana ini lebih sabar, lebih bijak, dan lebih damai dalam menghadapi cobaan. Akal dan jiwa yang diberi “makanan” bisa menuntun tubuh untuk hidup lebih bermakna.

Penutup: Hidup yang Seimbang

Hidup jangan hanya soal makan dan tidur. Jiwa rasional perlu asupan: ilmu, refleksi, dan kesadaran. Al-Kindī mengajarkan kita untuk menghargai akal, menyeimbangkan nafsu, dan merawat tubuh sebagai wadah jiwa. Fenomena sehari-hari mengingatkan bahwa kualitas hidup tergantung pada bagaimana kita memberi perhatian pada dimensi batin.

Ketika jiwa dan akal diberi nutrisi yang tepat, manusia bisa hidup selaras, damai, dan bijak. Hidup menjadi lebih dari sekadar rutinitas fisik; ia menjadi perjalanan refleksi, pembelajaran, dan pengembangan diri. Dengan perhatian pada jiwa, makan dan tidur hanyalah bagian dari harmoni hidup yang lebih besar.

 

*Sugianto Al-Jawi

Budayawan Kontenporer Tulungagung 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement