Khazanah
Beranda » Berita » Jiwa Itu Musafir: Hidup di Dunia Cuma Numpang Lewat

Jiwa Itu Musafir: Hidup di Dunia Cuma Numpang Lewat

Ilustrasi perjalanan jiwa sebagai musafir di dunia menurut al-Kindī.
Ilustrasi manusia berjalan di jalan panjang, melambangkan jiwa yang sementara di dunia dan menuntut cahaya ilmu untuk menuntun perjalanannya.

Jiwa yang Melangkah Tanpa Berhenti

Jiwa itu musafir, hidup di dunia cuma numpang lewat. Al-Kindī dalam Risāla fī al-Nafs menekankan bahwa jiwa adalah penumpang sementara, sedangkan dunia hanyalah rumah singgah. Fenomena sehari-hari memperlihatkan bahwa banyak orang terlalu melekat pada harta, status, atau kesenangan duniawi, hingga lupa merawat jiwa yang sesungguhnya.

Jiwa yang sadar akan statusnya sebagai musafir akan lebih bijaksana dalam memilih langkah dan tujuan hidup. Ia tidak terlalu terbawa hawa nafsu, lebih peka terhadap nasihat, dan mudah menerima ujian hidup. Al-Kindī mengingatkan bahwa kesadaran akan sifat sementara dunia adalah cahaya yang menuntun jiwa agar tidak tersesat.

Tubuh dan Jiwa, Dua Sahabat Perjalanan

Al-Kindī menulis:
«النفس مسافر والجسد دابته»
“Jiwa adalah musafir, dan tubuh adalah kendaraannya.”

Fenomena sehari-hari terlihat ketika seseorang sakit atau lelah; tubuh menjadi penopang yang harus dirawat, agar jiwa dapat melanjutkan perjalanannya dengan ringan. Akal yang tercerahkan akan menjaga tubuh sebagai sarana, bukan tujuan utama hidup.

Al-Qur’an mengingatkan kita untuk menyadari perjalanan ini:
﴿كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ (QS. Ali Imran: 185)
“Setiap jiwa pasti merasakan kematian.”

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Kesadaran ini menumbuhkan sikap bijak: tidak berlebihan, tidak lalai, dan selalu mengarahkan diri menuju kebaikan.

Ilmu Menjadi Panduan Musafir

Al-Kindī menulis:
«العلم رفيق النفس في مسيرتها»
“Ilmu adalah sahabat jiwa dalam perjalanannya.”

Fenomena sehari-hari: orang yang menuntut ilmu dan merenungkan pengalaman hidup lebih mampu mengatasi kesulitan. Ilmu memberi cahaya dan arah agar jiwa tidak tersesat di jalan dunia yang penuh tipu daya.

Hadits Nabi Muhammad SAW menegaskan pentingnya ilmu:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ»
“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.”

Ilmu yang dipahami dan diamalkan menjadikan perjalanan jiwa lebih ringan, aman, dan penuh berkah.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Nafsu dan Akal, Penunjuk Jalan atau Penghalang

Al-Kindī menulis:
«النفس إذا لم يُهذبها العقل والفضيلة تقودها الشهوة إلى الضلال»
“Jiwa yang tidak dididik oleh akal dan kebajikan akan dibawa hawa nafsu ke kesesatan.”

Fenomena sehari-hari: banyak orang tersesat karena terlalu mengutamakan kesenangan sesaat. Jiwa yang tercerahkan akal dan ilmu akan mampu menahan dorongan nafsu yang merusak. Dengan demikian, perjalanan hidup menjadi bermakna, tidak terjebak dalam kesia-siaan.

Al-Qur’an menegaskan agar kita mengendalikan diri:
﴿وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ (QS. Al-Baqarah: 195)
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan.”

Menjaga keseimbangan antara akal, nafsu, dan tubuh menjadi kunci agar jiwa tetap aman dalam perjalanannya.

Refleksi Sehari-hari: Melatih Jiwa Agar Tegar

Al-Kindī menulis:
«التفكر في النفس والكون يهذب الروح ويقويها»
“Refleksi terhadap jiwa dan alam mendidik dan menguatkan roh.”

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Fenomena sehari-hari: orang yang meluangkan waktu merenung, bersyukur, dan menata hati akan lebih sabar menghadapi cobaan. Jiwa yang dilatih dengan renungan mampu menghadapi perpisahan, kehilangan, atau kesulitan dengan lapang dada.

Hadits Nabi Muhammad SAW berkata:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «ألا أُخْبِرُكُمْ بخير أعمالكم وأزكاها عند مليككم وأرفعها في درجاتكم وخير لكم من إنفاق الذهب والفضة» قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ! قَالَ: «ذكر الله»
“Tidakkah aku kabarkan kepadamu perbuatan terbaik, yang paling suci di sisi Tuhanmu, paling tinggi derajatnya, dan lebih baik daripada menginfakkan emas dan perak? Para sahabat berkata: ‘Ya, wahai Rasulullah!’ Beliau bersabda: ‘Mengingat Allah.’”

Renungan dan pengingatan jiwa merupakan bekal penting bagi musafir di dunia ini.

Menutup Perjalanan Sementara dengan Bijak

Jiwa itu musafir, hidup di dunia cuma numpang lewat. Al-Kindī mengingatkan agar setiap langkah, tindakan, dan pikiran diarahkan untuk menyinari jiwa. Ilmu, akal, dan refleksi adalah bekal utama agar perjalanan ini bermakna. Fenomena sehari-hari menunjukkan, mereka yang sadar akan sifat sementara dunia cenderung lebih damai, sabar, dan berorientasi pada kebaikan.

Menjadi musafir yang bijak berarti tidak terbawa gelombang dunia yang fana, selalu mengingat Tuhan, mengasah akal, dan menyalakan cahaya ilmu agar jiwa tetap terang, meski tubuh menua dan waktu terus berjalan.

 

*Sugianto Al-Jawi

Budayawan Kontenporer Tulungagung 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement