Jiwa dan Badan, Dua Entitas yang Bersatu
Jiwa dan badan: kayak suami-istri, mesra tapi bisa pisah. Al-Kindī dalam Risāla fī al-Nafs menekankan bahwa jiwa adalah penggerak utama, sementara badan adalah alat yang mengeksekusi. Keduanya saling terkait, namun tetap berbeda esensi. Fenomena sehari-hari terlihat ketika tubuh sakit, jiwa pun terganggu; sebaliknya, jiwa gundah bisa melemahkan semangat fisik.
Seorang seniman yang kehilangan inspirasi merasakan tubuhnya kaku, atau seorang pekerja yang hati-hatinya penuh cemas mudah lelah. Itulah bukti bahwa hubungan jiwa dan badan erat, tapi mereka bisa “pisah” dalam arti pengalaman subjektif.
Jiwa Sebagai Penggerak Tubuh
Al-Kindī menulis:
«النفس هي المحركة للجسد، بها تحيا وتتفاعل»
“Jiwa adalah penggerak tubuh; dengannya, tubuh hidup dan berinteraksi.”
Kehidupan sehari-hari menunjukkan bagaimana keputusan yang lahir dari jiwa memengaruhi tindakan tubuh. Misalnya, ketika seseorang merasa tergerak untuk menolong tetangganya, tubuh akan bergerak mengeksekusi. Jiwa memberi motivasi dan arah, sedangkan tubuh menyalurkan energi ke dunia nyata.
Al-Qur’an menegaskan hubungan ini:
﴿وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ﴾ (QS. Al-Mu’minun: 14)
“Dan Dia-lah yang menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu kembali.”
Ayat ini mengingatkan bahwa kehidupan fisik bergantung pada ruh, seolah jiwa adalah sumber energi yang memberi warna pada setiap gerak tubuh.
Tubuh Sebagai Wadah dan Penopang Jiwa
Al-Kindī menulis:
«الجسد وعاء للنفس، به تتجلى أعمالها»
“Tubuh adalah wadah jiwa; dengannya, amal jiwa terealisasi.”
Fenomena sehari-hari: ketika seseorang bersedekah atau berdoa, tubuh bergerak, tangan memberi, kaki melangkah, mata menatap. Semua ini adalah wujud nyata dari niat jiwa. Tanpa tubuh, niat jiwa tetap abstrak, tidak bisa diwujudkan. Tubuh adalah medium yang menyalurkan cahaya jiwa ke dunia.
Hadits Nabi Muhammad SAW menekankan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «أَلاَ إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِمَا أَدْرَكُوا رَسُولَ اللهِ أَعْلَمُهُمْ»
“Ketahuilah, yang paling dekat kepada Rasulullah adalah mereka yang paling mengetahui ilmu yang mereka capai.”
Ilmu yang dipahami jiwa bisa diwujudkan melalui tubuh. Tanpa keselarasan, tubuh bisa pasif sementara jiwa aktif, atau sebaliknya.
Keseimbangan Jiwa dan Tubuh
Al-Kindī menulis:
«اتحد النفس والجسد بالتوازن، فتنشأ حياة متكاملة»
“Satukan jiwa dan tubuh dalam keseimbangan, maka lahirlah kehidupan yang utuh.”
Fenomena sehari-hari: ketika kita makan secukupnya, berolahraga ringan, dan menjaga pikiran tetap tenang, keseimbangan tercipta. Tubuh sehat mendukung jiwa yang tenang, jiwa tenang memotivasi tubuh untuk terus bergerak. Sebaliknya, ketidakseimbangan membawa penyakit fisik maupun mental.
Al-Qur’an mengingatkan:
﴿وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ﴾ (QS. Al-Baqarah: 195)
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.”
Menjaga tubuh dan jiwa adalah bentuk tanggung jawab agar hidup bermanfaat, penuh energi, dan produktif.
Jiwa Bisa Pergi, Tubuh Tetap Ada
Al-Kindī menulis:
«قد يغادر الجسد النفس، لكنها تبقى في ذاكرة الأعمال»
“Bisa saja tubuh meninggalkan jiwa, namun jiwa tetap hidup dalam jejak amalnya.”
Fenomena sehari-hari: seseorang meninggal dunia, tubuhnya tetap di bumi, tetapi amal dan pengaruhnya masih terasa. Jiwa meninggalkan bekas, menginspirasi orang lain. Ini menunjukkan bahwa walau jasad fana, jiwa punya eksistensi yang berkelanjutan melalui tindakan dan pengaruhnya.
Hadits Nabi SAW menegaskan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ»
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niat.”
Niat berasal dari jiwa, dan meskipun tubuh tak lagi ada, jejak niat tetap membekas bagi dunia.
Penutup: Menjaga Keharmonisan Jiwa dan Tubuh
Jiwa dan badan: kayak suami-istri, mesra tapi bisa pisah. Al-Kindī mengajarkan bahwa harmoni antara keduanya penting agar hidup terarah. Jiwa memberi motivasi, tubuh mengeksekusi. Fenomena sehari-hari membuktikan, manusia yang seimbang antara jiwa dan badan mampu bertindak bijak, menjaga kesehatan, dan memberikan manfaat bagi diri sendiri serta orang lain.
Dengan memahami peran masing-masing dan menjaga keduanya tetap selaras, hidup menjadi harmonis, produktif, dan penuh makna. Jiwa dan badan berjalan bersama, namun tetap memiliki batasan masing-masing yang harus dihormati.
*Sugianto Al-Jawi
Budayawan Kontenporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
