Khazanah
Beranda » Berita » Sujud di Tengah Dunia yang Berdiri

Sujud di Tengah Dunia yang Berdiri

Pemuda bersujud di tengah ruang kantor modern yang terang — simbol kesederhanaan ibadah di tengah kesibukan dunia.
Lukisan realis-filosofis menggambarkan makna sujud sebagai bentuk ketenangan spiritual di tengah hiruk-pikuk dunia modern.

Surau.co. Di tengah dunia yang sibuk berdiri — mengejar, menuntut, dan bersaing — sujud menjadi tindakan paling aneh sekaligus paling mulia. Sementara orang-orang berlomba menegakkan diri setinggi mungkin, seorang mukmin justru menundukkan dahinya ke tanah. Ia bersujud bukan karena kalah, tapi karena sadar: tidak ada yang lebih tinggi di hadapan Allah selain mereka yang rela merendahkan diri.

Dalam Al-Ghāyah wa at-Taqrīb, Qāḍī Abū Shujā‘ al-Isfahānī menulis tentang shalat dengan begitu tenang dan padat. Ia tak membahasnya sebagai rutinitas, tapi sebagai gerak cinta yang memulangkan hati kepada Tuhan. Setiap takbir adalah panggilan pulang, setiap sujud adalah tanda kerendahan hati di tengah kesombongan dunia.

Ketika Dunia Memaksa Kita Berdiri Terus

Kita hidup di zaman di mana manusia diajarkan untuk selalu berdiri tegak — bekerja keras, bersaing, memenangkan. Namun dalam kelelahan itu, berapa banyak dari kita yang lupa untuk berlutut sejenak kepada Yang Maha Menghidupkan?

Abū Shujā‘ membuka pembahasan shalat dengan kalimat yang tampak teknis tapi penuh makna batin:

“والصلاة فرض عين، وهي خمس في اليوم والليلة.”
“Shalat adalah kewajiban individu, dan ia dilakukan lima kali dalam sehari semalam.”

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Lima kali sehari — bukan karena Allah butuh diingat, tapi karena kita yang mudah lupa. Di antara rapat, ambisi, dan keramaian, Allah memanggil kita agar berhenti sebentar. Shalat bukan sekadar kewajiban, tapi tempat jiwa bernafas.

Mereka yang rajin bersujud tahu, satu menit di sajadah bisa menenangkan hati lebih dalam daripada seribu langkah di kantor.

Gerakan yang Mengajarkan Rasa Syukur

Bagi sebagian orang, shalat adalah rutinitas mekanis — berdiri, rukuk, sujud, salam. Tapi bagi yang menghayati, setiap gerakan menyimpan pesan.

Abū Shujā‘ menulis lagi:

“وأركانها: القيام، والقراءة، والركوع، والسجود، والجلوس الأخير.”
“Rukun shalat adalah berdiri, membaca, rukuk, sujud, dan duduk terakhir.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Berdiri adalah simbol kesadaran. Rukuk adalah tanda hormat. Sujud adalah lambang tunduk total. Dan duduk adalah tanda siap menerima kembali hidup dengan hati yang tenang. Setiap kali kita rukuk, kita sedang berkata kepada dunia: “Aku tahu siapa yang lebih tinggi.” Setiap kali kita sujud, kita sedang berkata pada diri sendiri: “Aku tahu dari mana asal dan ke mana akan kembali.”

Sujud yang Menyembuhkan

Rasulullah ﷺ bersabda:

“أقرب ما يكون العبد من ربه وهو ساجد، فأكثروا الدعاء.”
“Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia bersujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Muslim)

Sujud bukan hanya gerakan tubuh, tapi obat bagi jiwa yang penat. Ketika seseorang bersujud, aliran darah ke otak meningkat, tubuh menenangkan diri, dan yang lebih penting — hati merasa pulang.

Namun di tengah dunia modern yang penuh kesibukan, sujud sering dianggap gangguan. Banyak orang merasa waktu shalat menghambat produktivitas. Padahal justru sebaliknya — shalat menjaga manusia agar tidak berubah menjadi mesin.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Abū Shujā‘ menulis dengan lembut namun tegas:

“ولا تصح الصلاة إلا بطهارة وستر للعورة واستقبال القبلة.”
“Shalat tidak sah kecuali dengan bersuci, menutup aurat, dan menghadap kiblat.”

Lihatlah betapa indahnya makna batin di balik syarat-syarat itu. Sebelum menghadap Allah, kita disuruh membersihkan diri — lahir dan batin. Menutup aurat bukan hanya menutup tubuh, tapi menjaga kesopanan jiwa. Dan menghadap kiblat bukan sekadar arah geografis, tapi arah hati — agar tidak salah menghadap.

Sujud yang Tak Butuh Panggung

Dunia hari ini gemar menampilkan segala sesuatu — termasuk ibadah. Foto orang sedang umrah, video shalat berjamaah, status tentang tahajud. Tapi sujud sejati justru tak butuh panggung. Ia hanya butuh ruang sepi, dan air mata yang tulus.

Abū Shujā‘ menulis:

“ويستحب الخشوع في الصلاة، وحضور القلب فيها.”
“Disunnahkan khusyuk dalam shalat dan menghadirkan hati di dalamnya.”

Khusyuk bukan berarti tidak bergerak, tapi tidak berpindah dari hadirat-Nya.
Dan menghadirkan hati bukan berarti tidak punya pikiran dunia, tapi mampu mengembalikan dunia kepada Allah saat shalat.

Banyak orang takut kehilangan dunia jika terlalu lama sujud. Padahal, dunia sering kali justru kembali dengan lebih tenang kepada mereka yang bersujud lama.

Sujud di Tengah Dunia yang Berdiri Tegak

Shalat adalah bentuk kecil dari revolusi spiritual.
Ketika dunia memerintahkan kita untuk berdiri terus, Islam memerintahkan untuk sujud lima kali sehari.
Ketika dunia berkata “kejar dan menangkan,” Allah berkata “tenang dan kembalilah.”

“واستعينوا بالصبر والصلاة، وإنها لكبيرة إلا على الخاشعين.”
(QS. Al-Baqarah: 45)
“Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat; dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”

Sujud adalah bahasa cinta yang tak bisa diterjemahkan.
Ia tidak butuh kata, tidak butuh musik, tidak butuh penonton.
Cukup tanah yang dingin dan hati yang hangat oleh rindu.

Bagi yang mengerti, sujud bukan tanda kalah, tapi cara paling lembut untuk menang melawan diri sendiri.

Penutup: Dunia Akan Tenang Bila Manusia Mau Bersujud

Al-Ghāyah wa at-Taqrīb mengajarkan bahwa hukum-hukum fiqh bukanlah belenggu, tapi jalan pulang menuju ketenangan.
Sujud bukan perintah yang memberatkan, tapi pintu untuk beristirahat dari kesombongan dunia.

Dunia akan lebih damai bila manusia mau bersujud, bukan hanya di sajadah, tapi juga dalam sikap.
Bersujud kepada Allah berarti tidak bersujud kepada dunia.
Dan orang yang mampu menunduk di hadapan Allah, tak akan tunduk kepada siapa pun yang sombong di bumi.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement