SURAU.CO – Setiap tanggal 22 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Santri Nasional. Tahun 2025 ini, gema Hari Santri kembali menggema di pesantren, masjid, dan sekolah-sekolah Islam di seluruh penjuru negeri. Spanduk, doa bersama, dan berbagai kegiatan bersejarah mempesona suasana. Namun, sejatinya Hari Santri bukan sekadar peringatan seremonial. Ia adalah pengingat bahwa kekuatan bangsa ini tumbuh dari akar iman, ilmu, dan ketulusan.
Santri: Pilar Iman dan Ketulusan
Santri bukan hanya mereka yang menimba ilmu di pondok pesantren, tetapi juga simbol generasi yang menjadikan iman sebagai dasar hidup. Dalam tradisi pesantren, iman tidak hanya diyakini, tetapi juga dihidupkan melalui amal. Setiap pagi santri berangkat menuju masjid, membersihkan lingkungan, dan menimba ilmu dengan penuh keikhlasan. Semua dilakukan tanpa pamrih, karena mereka yakin ilmu yang diraih dengan niat tulus akan membawa berkah.
Al-Qur’an menegaskan pentingnya keikhlasan dalam beramal. Allah berfirman:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan menyampaikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Ayat ini jiwa menjadi bagi kehidupan santri. Mereka belajar untuk tidak mencari pujian, tetapi mengharap ridha Allah. Ketulusan itu pula yang menjadikan para santri mampu bertahan dalam efisiensi. Tidur di lantai beralas tikar, makan dengan menu sederhana, namun hati lapang dan semangatnya besar. Dari singkatnya itu tumbuh jiwa tangguh yang siap mengabdi untuk bangsa.
Ilmu sebagai Cahaya Peradaban
Selain iman, santri menjadikan ilmu sebagai jalan hidup . Dalam Al-Qur’an, Allah mengangkat derajat orang berilmu:
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Santri meyakini bahwa ilmu adalah cahaya. Mereka tidak hanya mempelajari fikih, tafsir, atau hadis, tetapi juga mengembangkan akhlak dan kepemimpinan. Ilmu bagi santri bukan sekedar pengetahuan, tetapi sarana untuk memperbaiki diri dan masyarakat.
Dari pesantren-pesantren lahirlah tokoh-tokoh besar bangsa. Sebut saja KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, yang menanamkan semangat cinta tanah air sebagai bagian dari iman. Begitu pula KH. Ahmad Dahlan yang menggerakkan pendidikan Islam modern melalui Muhammadiyah. Para ulama itu membuktikan bahwa ilmu yang berlandaskan iman dapat membawa perubahan besar bagi bangsa.
Santri dan Cinta Tanah Air
Hari Santri juga mengingatkan kita pada resolusi jihad 22 Oktober 1945, ketika KH. Hasyim Asy’ari berkumpul kepada seluruh umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Seruan itu menggugah semangat para santri dan pejuang untuk turun ke medan perang. Mereka berjuang bukan demi kekuasaan, melainkan demi mempertahankan kehormatan bangsa dan menegakkan kalimat Allah di bumi nusantara.
Inilah bukti nyata bahwa cinta tanah air dan iman berjalan seiring . Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:
“Cinta tanah air adalah bagian dari iman.”
Meski hadis ini tergolong lemah dalam sanad, maknanya sejalan dengan semangat Islam yang mengajarkan untuk mencintai negeri dan menjaga ketentraman. Santri memaknai cinta tanah air sebagai bentuk syukur atas karunia Allah berupa tanah yang subur dan bangsa yang majemuk.
Hari Santri: Momentum Refleksi dan Aksi
Peringatan Hari Santri tahun 2025 ini seharusnya menjadi momentum refleksi, bukan sekadar seremoni. Kita perlu meneladani semangat santri yang berpegang pada iman, tekun menuntut ilmu, dan tulus mengabdi.
Di tengah arus digital dan globalisasi, tantangan santri hari ini berbeda. Mereka tidak lagi mengangkat senjata seperti di masa perjuangan, tetapi berjihad dengan pena, karya, dan akhlak . Dunia maya membutuhkan santri yang bijak, yang mampu menyebarkan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin dengan santun dan berwawasan luas.
Santri modern harus mampu berdiri di dua kaki: kuat dalam ilmu agama dan tangguh dalam ilmu pengetahuan umum. Mereka harus mampu menulis, meneliti, berdiskusi, dan memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa. Dengan cara itu, pesantren tetap menjadi mercusuar peradaban Islam di dunia tengah yang terus berubah.
Kekuatan Bangsa Berakar dari Iman, Ilmu, dan Ketulusan
Bangsa ini tidak akan kuat hanya dengan kekayaan alam atau jumlah penduduk yang besar. Kekuatan sejati terletak pada iman yang meneguhkan hati, ilmu yang mewujudkan pikiran, dan ketulusan yang mewujudkan niat . Itulah nilai-nilai yang diwariskan oleh para santri dan ulama dari generasi ke generasi.
Ketika kita memperingati Hari Santri, sejatinya kita sedang meneguhkan kembali akar kekuatan bangsa. Kita diingatkan bahwa kejayaan Indonesia hanya akan terwujud jika iman menjadi dasar, ilmu menjadi pedoman, dan keikhlasan menjadi nafas setiap perjuangan.
serupa firman Allah dalam QS. Muhammad: 7:
“Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”
Ayat ini menegaskan bahwa keberkahan dan kekuatan sejati lahir dari iman dan amal yang ikhlas.
Hari Santri 2025 hendaknya menjadi cermin untuk melihat diri dan arah bangsa. Kita perlu belajar dari para santri—tentang keikhlasan mereka menuntut ilmu, keteguhan mereka dalam beriman, dan kecintaan mereka kepada negeri. Dari pesantren, kita belajar bahwa ketulusan bukan kelemahan, tetapi sumber kekuatan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
