SURAU.CO – Bangsa Rum adalah salah satu bangsa besar yang disebut secara eksplisit dalam Al-Qur’an. Penyebutan ini menunjukkan betapa pentingnya posisi mereka dalam perjalanan sejarah manusia dan dalam pandangan Islam. Dalam Surat Ar-Rum ayat 2–3, Allah berfirman:
“Bangsa Romawi telah dikalahkan, di negeri terdekat, dan setelah kekalahannya, mereka akan menang.” (QS. Ar-Rum: 2–3)
Ayat ini turun sebagai kabar gembira bagi kaum Muslimin di masa Rasulullah SAW. Saat itu, kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) mengalami kekalahan dari bangsa Persia. Namun, Allah menegaskan bahwa bangsa Rum akan bangkit dan meraih kemenangan kembali, yang benar-benar terjadi beberapa tahun kemudian.
Asal usul dan Sejarah Bangsa Rum
Menurut penjelasan Amirulloh Syarbini dan Sumantri Jamhari dalam buku Kedahsyatan Membaca Al-Qur’an, bangsa Rum dalam Al-Qur’an adalah bangsa Romawi Timur atau Bizantium. Mereka berpusat di Konstantinopel (kini Istanbul, Turki) dan beragama Nasrani.
Musa Cerantonio dalam bukunya Rum dalam Ahadith of the Last Days Merujuk Bangsa Yang Mana? menegaskan bahwa sebutan “Rum” berasal dari kata Roma atau Romawi. Bizantium sendiri merupakan kelanjutan dari kekaisaran Romawi yang berawal di kota Roma, lalu berkembang pesat hingga menguasai Eropa, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Karena wilayahnya terlalu luas, penjajahan ini akhirnya terbagi dua: Romawi Barat yang berpusat di Roma, dan Romawi Timur yang berpusat di Konstantinopel.
Pada tahun 476 M, bangsa jermanik meruntuhkan kekaisaran Romawi Barat runtuh di tangan bangsa Jermanik. Sejak saat itu, Romawi Timur atau Bizantium menjadi satu-satunya penerus sah kejayaan Romawi. Kaisar Flavius Heraclius Augustus atau Heraklius memimpin pemeruntahan ini (610–641 M), yang juga dalam catatan sejarah sebagai pemimpin pada masa turunnya wahyu Surah Ar-Rum.
Menurut Tafsir Kementerian Agama RI, bangsa Rum yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah bangsa Romawi Timur yang menganut agama Nasrani. Mereka menjadi lawan sekaligus saksi sejarah dalam perkembangan dakwah Islam awal.
Sementara itu, Dr. Abdullah dalam Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa bangsa Rum merupakan keturunan al-‘Ish bin Ishaq bin Ibrahim, yaitu sebagai Bani Ashfar. Mereka termasuk keturunan Bani Israil yang mengadopsi kebudayaan dan agama Yunani setelah berinteraksi dengan dunia Helenistik.
Kebangkitan Bangsa Rum dalam Al-Qur’an
Kemenangan bangsa Rum yang disebutkan dalam Al-Qur’an menjadi bukti nyata kebenaran wahyu Allah. Ketika bangsa Persia berhasil menaklukkan Romawi Timur, kaum musyrikin Makkah bergembira karena Persia adalah bangsa penyembah api, seperti mereka. Sementara kaum Muslimin merasa sedih karena Rum adalah bangsa beragama samawi.
Namun, Allah menurunkan ayat Ar-Rum sebagai kabar kemenangan bagi kaum mukminin. Beberapa tahun kemudian, tepat seperti yang menjanjikan Al-Qur’an, bangsa Rum berhasil membalas kekalahan mereka dan memenangkan pertempuran melawan Persia. Peristiwa ini memperkuat keyakinan umat Islam terhadap kebenaran wahyu dan nubuwah Nabi Muhammad SAW.
Kemenangan bangsa Rum tidak hanya menunjukkan kebangkitan politik mereka, tetapi juga menjadi simbol bahwa kekuatan iman kepada Tuhan selalu mampu menaklukkan kesyirikan dan kekufuran.
Bangsa Rum dalam Hadis dan Akhir Zaman
Selain disebut dalam Al-Qur’an, bangsa Rum juga muncul dalam berbagai hadis Nabi SAW yang berkaitan dengan peristiwa akhir zaman. Dalam buku Isa dan al-Mahdi di Akhir Zaman karya Muslih Abdul Karim disebutkan bahwa Bani Ashfar (bangsa Rum) akan memainkan peran penting menjelang datangnya Hari Kiamat.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Mu’adz bin Jabal:
“Wahai Auf, ada enam hal sebelum terjadi Kiamat; kematian Nabi kalian, penaklukan Baitul Maqdis, kemudian kematian massal akibat wabah penyakit qu’as seperti kambing terkena qu’as, harta benda berlimpah, dan datanglah Bani Ashfar kepada kalian di bawah 80 bendera, setiap bendera berisi 12 ribu pasukan.”
Hadis ini menunjukkan bahwa bangsa Rum (Bani Ashfar) akan kembali tampil dalam panggung sejarah menjelang akhir zaman. Pada awalnya, umat Islam dan Bani Ashfar akan membuat perjanjian damai untuk menghadapi musuh bersama. Namun, di tengah jalan, bangsa Rum akan menciptakan perjanjian tersebut dan menyerang kaum Muslimin.
Dalam Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain , Rasulullah SAW menggambarkan peristiwa besar tersebut:
“Kamu akan berdamai dengan bangsa Rum dalam keadaan aman, kemudian kamu dan mereka melawan musuh dari belakang mereka. Kamu akan menang dan memperoleh harta rampasan. Namun kemudian, seorang laki-laki dari kaum salib mengangkat salib seraya berkata, ‘Salib telah menang,’ lalu seorang Muslim melawannya dan memecahkan salib itu. Maka bangsa Rum berkhianat, lalu mereka datang dengan 80 bendera, di bawah tiap bendera terdapat 12 ribu tentara.”
Pertempuran besar itu akan menjadi salah satu tanda munculnya Imam al-Mahdi.
Makna dan Pelajaran dari Kisah Bangsa Rum
Kisah bangsa Rum mengandung pelajaran besar bagi umat Islam. Pertama, ia menunjukkan bahwa sejarah dunia selalu bergerak di bawah kehendak Allah. Kemenangan dan kekalahan bukan semata hasil kekuatan manusia, melainkan bagian dari takdir Ilahi.
Kedua, kisah ini mengajarkan bahwa kebenaran wahyu selalu terbukti oleh waktu. Apa yang dinyatakan dalam Al-Qur’an benar-benar terjadi, membuktikan bahwa Al-Qur’an bukanlah karangan manusia, melainkan firman Allah yang Maha Mengetahui masa lalu dan masa depan.
Ketiga, kisah bangsa Rum dalam konteks akhir zaman mengingatkan umat Islam agar senantiasa waspada terhadap tipu daya musuh dan tetap teguh dalam iman.
Bangsa Rum bukan sekadar bagian dari sejarah klasik dunia, tetapi juga simbol dari dinamika peradaban manusia—di mana kekuatan, iman, dan pengabdian selalu menjadi bagian dari ujian besar menjelang datangnya kebenaran sejati.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
