Khazanah
Beranda » Berita » Shalat: Menjadi Tamu Allah Setiap Hari

Shalat: Menjadi Tamu Allah Setiap Hari

Pemuda shalat di masjid kecil saat senja — simbol menjadi tamu Allah setiap hari.
Lukisan menggambarkan suasana shalat yang khusyuk dan damai di masjid pedesaan, simbol kehadiran hati di hadapan Allah.

Surau.co. Bagi seorang mukmin, shalat bukan sekadar kewajiban, melainkan undangan harian dari Allah. Seperti seorang sahabat yang memanggil untuk berbicara dalam keheningan, begitu pula Allah memanggil kita lima kali sehari. Kitab Al-Ghāyah wa at-Taqrīb karya Qāḍī Abū Shujā‘ al-Isfahānī membuka bab shalat dengan bahasa sederhana, namun penuh makna spiritual.

Dalam fiqh, shalat dijelaskan dengan hukum-hukum yang rinci: syarat, rukun, waktu, dan tata cara. Namun, di balik semua aturan itu tersembunyi rahmat dan kelembutan — bahwa Allah sedang menyiapkan ruang temu antara hamba dan Sang Pencipta.

Abū Shujā‘ menulis:

“الصلاة عماد الدين، من أقامها فقد أقام الدين، ومن تركها فقد هدم الدين.”
“Shalat adalah tiang agama; siapa yang menegakkannya berarti menegakkan agama, dan siapa yang meninggalkannya berarti merobohkan agama.”

Kalimat ini bukan sekadar peringatan, melainkan panggilan lembut agar kita menjaga perjumpaan suci itu. Karena tanpa shalat, rumah iman kita runtuh perlahan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Ketika Waktu Menjadi Pintu Bertamu

Waktu shalat tidak ditentukan secara acak. Dalam Al-Ghāyah wa at-Taqrīb, Abū Shujā‘ menyebut:

“وَأَوْقَاتُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ مَعْلُومَةٌ بِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ.”
“Waktu lima shalat diketahui dari tergelincirnya matahari hingga malam gelap.”

Waktu-waktu itu seperti jadwal pertemuan yang Allah atur sendiri. Dari pagi buta hingga larut malam, Allah menunggu kita datang. Seolah berkata, “Datanglah kapan pun kamu sempat, Aku selalu ada di sini.”

Fenomena sehari-hari mengingatkan hal ini. Kita bisa menunda janji dengan manusia, tapi janji dengan Allah punya waktu yang sakral. Dan ajaibnya, setiap kali kita datang tepat waktu, hati kita ikut “diperbaiki”.

Pernahkah kau perhatikan bagaimana setelah shalat Subuh, langit tampak lebih jernih dan udara terasa suci? Seolah alam pun ikut sujud bersama kita.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Rukun yang Menyusun Jiwa

Abū Shujā‘ menulis dengan ringkas tapi padat:

“فَرَائِضُ الصَّلَاةِ سَبْعَةَ عَشَرَ رُكْنًا”
“Rukun shalat ada tujuh belas.”

Bagi sebagian orang, ini hanya hitungan. Namun bagi yang mau merenungi, setiap rukun itu adalah latihan batin.

Berdiri — tanda kesiapan kita di hadapan-Nya.
Takbir — pelepasan ego: “Allahu Akbar” artinya bukan hanya “Allah Maha Besar,” tapi juga “Aku kecil.”
Rukuk — tunduk dengan akal, bahwa ilmu pun harus sujud.
Sujud — puncak kehinaan yang justru menjadi titik kemuliaan.
Tasyahhud — dialog penuh cinta antara hamba dan Tuhan.

Semua gerakan itu membentuk ritme hidup. Siapa yang menegakkan shalat dengan hati, hidupnya pun akan berirama — tak tergesa, tak serampangan, karena ia sudah terbiasa tertib di hadapan Allah.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Ketika Shalat Menjadi Cermin Diri

Dalam kitabnya, Abū Shujā‘ menulis pula:

“لا تَصِحُّ الصَّلَاةُ إِلَّا بِالطَّهَارَةِ، وَسَتْرِ الْعَوْرَةِ، وَاسْتِقْبَالِ الْقِبْلَةِ، وَالنِّيَّةِ.”
“Shalat tidak sah tanpa bersuci, menutup aurat, menghadap kiblat, dan niat.”

Setiap syarat itu bukan hanya hukum, tapi simbol.
Bersuci — membersihkan hati dari kesombongan.
Menutup aurat — menjaga kehormatan diri.
Menghadap kiblat — fokus pada tujuan hidup.
Niat — memastikan semua karena Allah.

Maka jika seseorang mendirikan shalat tapi masih kotor lisannya, sombong hatinya, dan lalai pikirannya — mungkin ia baru bergerak, belum benar-benar bertamu.

Seorang kiai tua di Rembang pernah berkata, “Nak, kalau engkau shalat tapi tak merasa jadi tamu Allah, berarti engkau hanya berolahraga dengan baju koko.”

Sujud: Saat Tertinggi dari Titik Terendah

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ”
(QS. Al-‘Alaq: 19)
“Bersujudlah dan dekatlah (kepada Allah).”

Sujud bukan sekadar menempelkan dahi ke tanah, tapi menempelkan hati ke bumi agar tak melayang oleh kesombongan. Abū Shujā‘ menulis:

“يُسَنُّ فِي السُّجُودِ أَنْ يُكَبِّرَ وَيَقُولَ: سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى.”
“Disunnahkan ketika sujud untuk bertakbir dan mengucapkan: Subhāna Rabbiyal A‘lā.”

Perhatikan, di saat kita menunduk serendah-rendahnya, kita justru menyebut Allah dengan “Yang Maha Tinggi.” Itulah paradoks cinta — semakin rendah kita di hadapan-Nya, semakin dekat Dia di dalam hati kita.

Dalam sujud, tidak ada gelar, tidak ada pangkat, tidak ada penampilan. Yang ada hanya keikhlasan. Karena itu, banyak ulama menulis: “Sujud adalah tempat terbaik untuk menangis.” Di sana, bahkan air mata menjadi dzikir.

Shalat sebagai Napas Kehidupan

Setiap hari, lima kali kita menjadi tamu Allah. Lima kali kita diajak untuk melepaskan lelah, menata arah, dan mengembalikan makna hidup.

Shalat mengajarkan keteraturan, kesabaran, bahkan disiplin emosional. Ia adalah terapi jiwa yang paling lembut. Orang yang menjaga shalatnya, sebenarnya sedang menjaga kewarasannya.

Abū Shujā‘ dalam kitab Al-Ghāyah wa at-Taqrīb menulis dengan nada pengingat:

“وَمَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا”
“Barang siapa lupa melaksanakan shalat, hendaklah ia segera melaksanakannya ketika ingat.”

Lupa itu manusiawi, tapi mengingat adalah bentuk cinta. Shalat bukan beban, melainkan kesempatan untuk kembali. Allah tidak menghitung berapa kali kita lupa, tapi seberapa cepat kita kembali mengingat-Nya.

Menjadi Tamu yang Tak Pernah Bosan Datang

Setiap kali adzan berkumandang, Allah seperti berbisik, “Datanglah, Aku ingin melihatmu lagi.”
Dan setiap kali kita berdiri di sajadah, kita sedang mengetuk pintu yang sama — pintu cinta.

Maka jangan terburu dalam shalat. Nikmatilah setiap detik seperti sedang berbicara dengan Sahabat yang paling setia. Karena sejatinya, shalat adalah cara Allah mengundang kita pulang setiap hari.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement