Khazanah
Beranda » Berita » Amanah: Iman yang Terlihat dalam Perbuatan

Amanah: Iman yang Terlihat dalam Perbuatan

Seorang pemuda memegang kunci di bawah cahaya pagi, simbol amanah dan iman yang terlihat dalam perbuatan.
Gambaran simbolik tentang amanah sebagai tanggung jawab yang dijaga dengan hati bersih; cahaya pagi melambangkan kejujuran dan iman yang hidup.

Surau.co — Amanah dalam Islam bukan sekadar urusan administratif atau profesional. Lebih dari itu, amanah adalah bukti hidup dari keimanan seseorang. Dalam setiap tindakan jujur, dalam janji yang ditepati, dan dalam rahasia yang dijaga, di situlah iman bekerja nyata — tanpa banyak kata, tapi penuh makna.

Dalam Bulūgh al-Marām min Adillat al-Aḥkām, Al-Ḥāfiẓ Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī menegaskan bahwa amanah merupakan fondasi kehidupan sosial sekaligus spiritual. Ia bukan hanya urusan antarmanusia, tetapi juga hubungan langsung antara manusia dan Tuhannya.

Rasulullah ﷺ bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Ḥajar:

«لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ، وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ»
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.”
(HR. Ahmad, dikutip dalam Bulūgh al-Marām)

Hadis ini menegaskan bahwa iman sejati tidak berhenti pada ucapan atau keyakinan, melainkan tampak dalam tindakan. Karena itu, siapa pun yang mengabaikan amanah, sesungguhnya sedang mencederai imannya sendiri.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Dunia Modern: Ketika Amanah Menjadi Barang Langka

Kini, kita hidup di zaman yang serba cepat dan penuh kepentingan. Di tengah hiruk pikuk itu, amanah sering kali hanya tinggal kata. Banyak orang mudah berbicara tentang kejujuran, namun sulit menerapkannya dalam hal-hal sederhana: menepati waktu, menjaga rahasia, atau menggunakan wewenang secara benar.

Ibn Ḥajar mengingatkan bahwa rusaknya amanah adalah tanda melemahnya iman umat. Rasulullah ﷺ bersabda sebagaimana dicatat dalam Bulūgh al-Marām:

«إِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»
“Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah datangnya kiamat.”
(HR. al-Bukhārī)

Hadis ini bukan sekadar ancaman tentang akhir zaman, melainkan peringatan sosial yang sangat relevan. Masyarakat yang kehilangan amanah akan mudah retak. Ketika kepercayaan hancur — dalam pemerintahan, pendidikan, ekonomi, bahkan rumah tangga — kehidupan menjadi gaduh, namun kosong makna.

Karena itu, Gus Mus mengingatkan, “Yang membuat manusia rusak bukan karena kurang pintar, tapi karena kehilangan rasa malu dan tanggung jawab.” Amanah, sejatinya, adalah rasa malu yang hidup — malu kepada Allah, malu kepada sesama, dan malu kepada diri sendiri.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Amanah: Iman yang Diuji Melalui Hal-hal Kecil

Banyak orang mengira amanah hanya berkaitan dengan hal besar: jabatan, kekuasaan, atau harta. Padahal, amanah justru diuji melalui hal-hal kecil. Ia hadir ketika kita menepati janji kepada teman, tidak menggunjing di belakang, atau menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan tepat waktu.

Dalam Bulūgh al-Marām, Ibn Ḥajar menukil sabda Rasulullah ﷺ:

«أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنِ ائْتَمَنَكَ، وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ»
“Tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayaimu, dan janganlah engkau berkhianat kepada orang yang mengkhianatimu.”
(HR. Abū Dāwūd dan at-Tirmiżī)

Hadis ini menuntun kita untuk tetap berintegritas, bahkan kepada orang yang tidak layak dipercaya. Sebab, amanah mencerminkan diri kita, bukan respon terhadap orang lain.

Di sisi lain, Gus Mus pernah berkata lembut, “Kalau kamu jujur hanya kepada orang jujur, itu transaksi. Tapi kalau kamu tetap jujur kepada yang curang, itu iman.” Kalimat ini mengingatkan bahwa amanah sejati tidak tergantung pada situasi, melainkan tumbuh dari kesadaran spiritual yang dalam.

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Amanah dalam Kehidupan Sehari-hari

Amanah menyentuh seluruh aspek kehidupan. Dalam pekerjaan, ia berarti bekerja jujur dan tidak curang. Di dalam keluarga, ia berarti menjaga kasih sayang serta tanggung jawab. Dalam pertemanan, amanah berarti tidak mengkhianati kepercayaan.

Ibn Ḥajar menulis bahwa amanah tidak hanya mencakup harta, tetapi juga kata dan perilaku. Setiap orang — pemimpin, guru, pedagang, bahkan penulis — memegang amanah dalam perannya masing-masing.

Rasulullah ﷺ bersabda:

«كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.”
(HR. al-Bukhārī dan Muslim, diriwayatkan Ibn Ḥajar)

Dengan kata lain, amanah adalah bentuk kepemimpinan. Orang tua bertanggung jawab atas anaknya, guru atas muridnya, pejabat atas rakyatnya. Bahkan setiap individu bertanggung jawab atas pikirannya sendiri — apakah ia menggunakannya untuk kebaikan atau sebaliknya.

Amanah sebagai Jalan Keselamatan

Menjaga amanah di tengah dunia yang penuh tipu daya adalah bentuk keberanian. Orang yang amanah mungkin tidak selalu disukai, tapi hatinya tenang. Sebaliknya, orang yang berkhianat mungkin tampak berhasil, namun batinnya hampa.

Dalam Bulūgh al-Marām, Ibn Ḥajar mengutip sabda Rasulullah ﷺ:

«الْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ»
“Seorang mukmin adalah orang yang membuat manusia lain merasa aman dari gangguan terhadap darah dan hartanya.”
(HR. an-Nasā’ī)

Hadis ini menggambarkan bahwa orang beriman seharusnya menjadi sumber ketenangan bagi sekelilingnya. Ia tidak menipu, tidak melukai, dan tidak menakutkan. Orang seperti ini dicintai Allah dan dipercaya manusia.

Seperti kata Gus Mus, “Menjadi orang amanah itu tidak butuh gelar, tapi butuh hati yang bersih.” Karena pada akhirnya, kebersihan hati adalah akar dari kejujuran.

Refleksi: Amanah, Bukti Iman yang Terlihat

Amanah dalam Islam bukan hanya etika sosial, melainkan bagian dari iman yang paling nyata. Seseorang bisa pandai bicara tentang kebaikan, tetapi tanpa amanah, ucapannya kosong. Sebaliknya, orang sederhana yang menepati janji dan bekerja dengan jujur adalah potret keimanan sejati.

Allah berfirman:

﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا﴾
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.”
(QS. an-Nisā’ [4]: 58)

Ayat ini bukan hanya perintah, tetapi panggilan jiwa. Karena menjaga amanah berarti menjaga martabat kemanusiaan.

Seperti diungkap Gus Mus dengan lembut, “Kalau kamu tidak bisa jadi orang pintar, jadilah orang yang bisa dipercaya. Karena dunia sudah penuh dengan kepintaran yang tak lagi amanah.”

* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement