Khazanah
Beranda » Berita » Adab Makan dan Minum: Kesederhanaan yang Mulia

Adab Makan dan Minum: Kesederhanaan yang Mulia

Ayah dan anak makan bersama di rumah sederhana dengan tangan kanan, simbol adab makan dan rasa syukur dalam Islam.
Gambaran suasana keluarga sederhana yang makan bersama dengan adab dan penuh rasa syukur, melambangkan nilai kemuliaan dalam kesederhanaan.

Surau.co. Adab makan dan minum dalam Islam tampak sederhana, namun sejatinya mengandung kebijaksanaan mendalam tentang kesadaran, rasa syukur, dan kemuliaan manusia. Makan dan minum adalah kebutuhan dasar, tetapi dalam pandangan Islam, keduanya juga merupakan ibadah jika dilakukan dengan adab yang benar.

Dalam Bulūgh al-Marām min Adillat al-Aḥkām, Al-Ḥāfiẓ Ibn Ḥajar al-‘Asqalānī mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah ﷺ yang membimbing umat dalam hal makan dan minum — bukan hanya soal apa yang dimakan, tapi bagaimana melakukannya dengan santun, bersih, dan penuh rasa syukur.

Rasulullah ﷺ bersabda sebagaimana diriwayatkan dalam Bulūgh al-Marām:

«يَا غُلَامُ، سَمِّ اللَّهَ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ»
“Wahai anak kecil, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari bagian yang dekat denganmu.”
(HR. al-Bukhārī dan Muslim)

Hadits ini sederhana, tapi mencakup akhlak yang luas. Di dalamnya ada penghormatan kepada rezeki, kebersihan, dan tata cara sosial yang penuh kelembutan. Makan dan minum bukan semata urusan perut, melainkan juga pendidikan ruhani.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Fenomena Modern: Banyak yang Kenyang, Tapi Sedikit yang Bersyukur

Zaman sekarang, banyak orang makan bukan karena lapar, tapi karena bosan. Hidangan tersaji melimpah, tetapi rasa syukur sering tertinggal. Makanan dibuang, minuman disia-siakan, sementara di sudut lain dunia masih ada orang yang menahan lapar.

Adab makan dan minum dalam Islam mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan tubuh dan kesadaran hati. Ibn Ḥajar menjelaskan, adab makan bukan hanya etika lahiriah, melainkan bentuk dzikrullah — mengingat Allah dalam aktivitas sehari-hari.

Rasulullah ﷺ bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ لَا يَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا»
“Sesungguhnya Allah ridha kepada seorang hamba yang ketika makan ia memuji-Nya, dan ketika minum ia memuji-Nya.”
(HR. Muslim, diriwayatkan oleh Ibn Ḥajar dalam Bulūgh al-Marām)

Betapa indahnya ajaran ini: Allah tidak menilai besar kecilnya hidangan, tapi memandang sejauh mana kita mengingat-Nya dalam setiap suapan.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Gus Mus pernah berkata, “Orang yang bersyukur itu bukan yang makannya paling enak, tapi yang hatinya paling tenang saat makan.” Kalimat itu menggambarkan makna terdalam dari adab makan — kesederhanaan yang membawa kebahagiaan.

Makan dengan Adab, Hidup dengan Hikmah

Dalam Bulūgh al-Marām, Ibn Ḥajar menekankan bahwa setiap perilaku Rasulullah ﷺ saat makan dan minum selalu penuh makna. Beliau tidak pernah makan sambil bersandar, tidak berlebihan dalam porsi, dan selalu menghargai makanan sekecil apa pun.

Rasulullah ﷺ bersabda:

«مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ، فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ»
“Tidaklah manusia memenuhi wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suapan untuk menegakkan tulangnya. Jika harus lebih, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk napasnya.”
(HR. al-Tirmiżī)

Hadits ini bukan sekadar panduan kesehatan, tetapi juga pesan spiritual: kesederhanaan adalah sumber keberkahan. Makan berlebihan bukan hanya merusak tubuh, tapi juga menumpulkan kepekaan hati.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Dalam bahasa Gus Mus yang lembut, “Orang yang terlalu kenyang sering lupa bahwa di sekitarnya masih banyak yang lapar.” Maka, makanlah secukupnya — agar tubuh sehat, hati lembut, dan pikiran jernih.

Menjaga Kebersihan, Menghormati Nikmat

Adab makan dan minum juga berkaitan dengan kebersihan, bukan hanya jasmani, tapi juga ruhani. Islam mengajarkan untuk tidak mencela makanan, tidak meniup minuman panas, dan tidak makan dari wadah besar sendirian. Semua itu menunjukkan penghormatan terhadap nikmat Allah dan terhadap sesama.

Dalam Bulūgh al-Marām, Ibn Ḥajar meriwayatkan sabda Nabi ﷺ:

«إِذَا سَقَى أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيُسْقِهِ وَهُوَ قَائِمٌ، وَإِذَا أَطْعَمَهُ فَلْيُطْعِمْهُ وَهُوَ جَالِسٌ»
“Apabila salah seorang dari kalian memberi minum saudaranya, hendaklah ia memberinya dalam keadaan berdiri; dan jika memberinya makan, hendaklah ia memberinya dalam keadaan duduk.”
(HR. Abū Dāwūd)

Adab ini mengajarkan sopan santun dan penghargaan terhadap orang lain. Makan dan minum bukan hanya urusan pribadi, tapi juga sosial. Di meja makan, keikhlasan dan tata krama menjadi tanda kedewasaan iman.

Gus Mus pernah berseloroh, “Makan bersama itu bukan tentang siapa yang paling kenyang, tapi siapa yang paling peka.” Artinya, makan bersama adalah latihan kepekaan sosial — tentang berbagi, menghargai, dan tidak mendahului yang lain.

Kesederhanaan yang Mengangkat Derajat

Rasulullah ﷺ hidup sederhana, namun penuh kemuliaan. Beliau tidak pernah mencela makanan, bahkan ketika rasanya tidak sesuai selera. Dalam kesederhanaan itulah letak kemuliaannya. Ibn Ḥajar menulis, adab makan bukan hanya soal cara, tapi cermin dari jiwa yang bersih dan rendah hati.

Sederhana dalam makan mencerminkan kesadaran bahwa nikmat sejati bukan pada rasa, tapi pada rasa syukur. Bahkan sesuap nasi yang sederhana bisa menjadi ibadah jika disertai kesadaran bahwa itu adalah pemberian Allah.

Allah berfirman:

﴿كُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ﴾
“Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”
(QS. al-A‘rāf [7]: 31)

Ayat ini mengajarkan keseimbangan — bahwa makan dan minum adalah bagian dari syukur, bukan dari kerakusan.

Refleksi: Makan dengan Hati yang Bersyukur

Adab makan dan minum dalam Islam pada akhirnya bukan tentang aturan, melainkan tentang kesadaran. Makan adalah ibadah kecil yang mengajarkan manusia untuk rendah hati, bersyukur, dan tidak berlebih-lebihan.

Gus Mus pernah berkata lembut, “Makanlah bukan untuk hidup mewah, tapi untuk bisa terus berbuat baik.”

Ketika seseorang makan dengan adab, ia sedang menghormati Tuhannya. Dan ketika ia minum dengan rasa syukur, ia sedang meneguk keberkahan hidup.

 

* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement