SURAU.CO-Ketika doa tidak kunjung terjawab, banyak orang merasa lelah. Namun di titik itu, Dzikir Ya Mujib menjadi ruang untuk kembali percaya. Dzikir Ya Mujib bukan sekadar menyebut nama Allah, tetapi cara untuk menguatkan hati bahwa Allah Maha Mendengar. Sebagian orang mengira doa mereka ditolak, padahal Allah sedang menyiapkan hati agar lebih siap menerima apa pun hasilnya. Di sinilah perjalanan iman dimulai, bukan selesai.
Banyak orang pernah mengalami fase bingung setelah berdoa berkali-kali tanpa hasil. Mereka ingin menyerah, tetapi hati kecil tetap mendorong untuk bertahan. Saat seseorang mulai berdzikir dengan kesadaran penuh, rasa cemas perlahan berubah menjadi tenang. Ia tidak langsung mendapat apa yang ia minta, tetapi ia menyadari bahwa Allah tidak pernah pergi. Jawaban Allah kadang berupa ketenangan, bukan perubahan keadaan.
Seorang teman pernah bercerita tentang kebiasaannya berdzikir setiap selesai tahajud. Ia berdoa tentang hal yang sama selama berbulan-bulan. Keinginannya belum terwujud, tetapi ia mengaku jiwanya lebih kuat. Ia mulai menerima bahwa jawaban Allah bisa berupa kekuatan untuk tetap berjalan. Dari pengalaman itu, saya belajar bahwa doa bukan soal hasil, tetapi soal bagaimana kita tetap berpegang pada Allah ketika keadaan tidak sesuai harapan.
Karena itu, doa bukan transaksi, tetapi perjalanan mendekat kepada Allah. Seseorang yang menyadari hal ini tidak lagi menjadikan doa sebagai syarat agar Allah mengabulkan sesuatu. Ia menjadikan doa sebagai cara untuk mengenal Allah dan dirinya sendiri. Di sinilah dzikir mengambil peran penting.
Rahasia Kekhusyukan dalam Dzikir Ya Mujib
Penantian dan pencarian makna, muncullah pertanyaan: bagaimana seseorang bisa khusyuk saat berdzikir? Kekhusyukan lahir ketika lisan dan hati berjalan bersama. Saat menyebut Ya Mujib, seseorang sadar bahwa ia sedang berbicara kepada Zat Yang Maha Mengabulkan. Tidak ada jarak, tidak ada perantara. Hanya hamba dan Tuhannya.
Selain itu, orang sering lupa bahwa jawaban doa tidak harus muncul dalam bentuk materi. Allah bisa menjawab dengan dua cara: memberi atau melindungi dari sesuatu yang tidak baik. Karena itu, dzikir ini mengajarkan untuk tidak tergesa-gesa. Hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana manusia, tetapi selalu sesuai dengan rencana Allah.
Di tengah tekanan hidup dan tuntutan untuk cepat berhasil, dzikir ini mengajarkan perlambatan. Seseorang belajar untuk berhenti sejenak, menarik napas, lalu menyebut nama Allah dengan jujur. Dari situ lahir ketenangan. Hati yang tadinya gelisah mulai stabil, bukan karena masalah hilang, tetapi karena ia yakin Allah masih bersamanya.
Pada titik ini, seseorang tidak lagi sibuk bertanya “kapan doaku terkabul?” Ia justru bertanya “apakah aku sudah cukup dekat dengan Allah?” Pertanyaan itu mengubah arah pencarian.
Menemukan Arti Jawaban dan Keindahan Menunggu
Setelah hati lebih jernih, seseorang menyadari bahwa menunggu bukan hukuman. Menunggu adalah bagian dari rencana Allah untuk mendewasakan iman. Dzikir Ya Mujib membantu menjaga harapan agar tidak padam. Ketika nama itu disebut berulang, hati merasa Allah sangat dekat dan siap menjawab kapan saja.
Selanjutnya, seseorang mulai memahami bahwa kebahagiaan tidak hanya muncul saat doa terkabul. Kebahagiaan bisa lahir ketika hati tetap bersyukur meski keinginan belum terwujud. Banyak orang akhirnya mengakui bahwa jawaban terbaik adalah kedekatan dengan Allah, bukan sekadar mendapatkan apa yang mereka minta.
Pada akhirnya, dzikir ini bukan hanya cara meminta, tapi cara kembali pulang kepada Allah. Ia mengarahkan hati untuk percaya bahwa Allah adalah Al-Mujib—Sang Maha Menjawab—dalam waktu yang paling tepat dan dengan cara yang paling bijak. (Hendri Hasyim)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
