Khazanah
Beranda » Berita » Dari Pesantren Karawang ke Kesultanan Cirebon: Peran Syekh Quro dan Syarif Hidayatullah dalam Islamisasi Jawa Barat

Dari Pesantren Karawang ke Kesultanan Cirebon: Peran Syekh Quro dan Syarif Hidayatullah dalam Islamisasi Jawa Barat

Ilustrasi kemenangan pasukan Islam atas armada asing.
Ilustrasi kemenangan pasukan Islam atas armada asing.

SURAU.CO-Para ulama memegang peranan penting dalam penyebaran agama Islam di Indonesia. Begitu pula yang terjadi dalam penyebaran Islam di Cirebon. Salah satu ulama atau Syekh yang terkenal menyebarkan Islam pertama kali di Cirebon adalah Syekh Quro. Dalam sebuah cerita, Syekh Qura datang ke Kerajaan Sunda Pajajaran tahun 1418, yang kemudian beliau mendirikan pesantren di Karawang.

Kedatangan Syekh Qura mendapat sambutan yang baik dari penduduk daerah Sunda Pajajaran yang saat itu masih menganut kasta dalam lapisan sosialnya. Syekh Qura mengajarkan Islam yang tidak menganut sistem kasta dalam hubungan sosial. Hingga pada suatu saat, Raja dari Kerajaan Pajajaran, yaitu Prabu Siliwangi, jatuh cinta dengan santriwati Nyi Mas Subang Larang. Nyi Mas Subang Larang adalah putri dari Ki Gede Tapa dari Singapura yang sedang menuntut ilmu agama Islam pada pesantren Syekh Qura. Nyi Mas Subang Larang kemudian menikah dengan Prabu Siliwangi dengan cara Islam, walau pada akhirnya Prabu Siliwangi kembali ke agama nenek moyang setelah Nyi Subang Larang meninggal dunia.

Peran Syarif Hidayatullah

Penyebaran agama Islam di Cirebon juga tidak dapat terlepaskan dari nama Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah adalah raja pertama yang memerintah Kesultanan Cirebon. Pada masa pemerintahannya, beliau banyak menaklukkan tempat untuk menyebarkan agama Islam. Beliau juga banyak mengelana ke seluruh pelosok Jawa untuk mengajarkan agama Islam sesuai dengan cita-citanya, yaitu menyebarkan agama Islam ke seluruh Jawa. Pada saat pemerintahannya pula, beliau membentuk Dewan Wali Sembilan atau yang kemudian terkenal dengan Walisanga.

Syarif Hidayatullah juga ikut berperan dalam pengadilan Syekh Siti Jenar di Masjid Agung Sang Ciptarasa Cirebon. Syekh Siti Jenar saat itu ia anggap sesat karena mengajarkan ajaran tasawuf yang belum layak Syekh Siti Jenar sebarkan kepada orang awam.

Munculnya Kesultanan Cirebon sebagai pusat kegiatan ekonomi dan agama Islam di Jawa Barat telah menyurutkan Kerajaan Pajajaran yang Hindu. Namun demikian, Kerajaan Pajajaran tidak pernah berkonfrontasi dengan Cirebon, karena masih ada hubungan kekerabatan di antara keduanya.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Perkembangan dan masa kejayaan

Bukan kesultanan atau kerajaan jika tidak menaklukkan suatu daerah dan menjadikannya daerah itu masuk dalam daerah kekuasaan. Begitu pula dengan apa yang dilakukan oleh Kesultanan Cirebon. Pada awal pemerintahan Syarif Hidayatullah, Kesultanan Cirebon sering menaklukkan daerah-daerah yang ada di Pulau Jawa. Tujuan dari penaklukan yang dilakukan oleh Syarif Hidayatullah bukan semata-mata untuk memperluas daerah Kesultanan Cirebon, tetapi juga untuk menyebarkan agama Islam.

Daerah pertama yang berhasil ditaklukkan oleh Kesultanan Cirebon adalah penaklukan atas Banten pada tahun 1525, kemudian Sunda Kelapa pada tahun 1527 yang dipimpin oleh panglima perang Fatahillah. Penaklukan Banten dan Sunda Kelapa merupakan hasil kerja sama antara dua kerajaan, yaitu Kerajaan Demak dan Kesultanan Cirebon, yang bertujuan untuk mengusir Portugis dari Tanah Sunda Kelapa. Sunda Kelapa, setelah dikuasai oleh Syarif Hidayatullah, diganti namanya dari Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Selanjutnya, beliau menjadikan Fatahillah sebagai Bupati Jayakarta.

Selain ketiga daerah tersebut, penaklukan diperluas di daerah Rajagaluh pada tahun 1528. Rajagaluh merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Galuh. Pada mulanya, padukuhan Cirebon—yang belum menjadi sebuah kesultanan—memberikan upeti berupa petis kepada Rajagaluh sebagai tanda tunduk pada penguasa Galuh. Akan tetapi, hal itu berhenti setelah Syarif Hidayatullah menjadi Raja di Kesultanan Cirebon. Beliau memberhentikan pemberian upeti tersebut sebagai wujud penolakan dan mengukuhkan diri sebagai kesultanan yang merdeka, lepas dari bayang-bayang Kerajaan Galuh. Sikap demikian akhirnya memicu peperangan antara Kerajaan Galuh dan Kesultanan Cirebon. Dalam perang tersebut, Kesultanan Cirebon memenangkan pertempuran yang ditandai dengan masuknya para pemimpin Rajagaluh ke agama Islam.

Penaklukan Talaga

Penaklukan lainnya adalah penaklukan Talaga yang terjadi pada tahun 1529. Meskipun demikian, sebagian ahli sejarah tidak sependapat bahwa hal ini sebagai penaklukan. Sebab, sebenarnya hanya terjadi kesalahpahaman antara Prabu Pucuk Umun Mantri selaku penguasa Talaga dan utusan Demak yang menjadi utusan Syarif Hidayatullah. Saat itu, Kerajaan Demak sudah menjalin hubungan diplomasi dengan Kesultanan Cirebon. Peristiwa berawal dari utusan Demak yang bersuku Jawa kurang memahami pertanyaan dari Raja Talaga. Akhirnya, utusan tersebut salah dalam menjawab pertanyaan dari Raja Talaga hingga membuat marah. Namun, kemarahan karena kesalahpahaman tersebut berhasil   Syarif Hidayatullah redam. Bahkan, Kesultanan Cirebon mendapat sambutan baik, dan Raja Talaga akhirnya memeluk agama Islam.(St.Diyar)

Referensi: Binuko Amarseto, Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia, 2015

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement