SURAU.CO. Al Qur’an mengandung kisah para wanita yang menjadi sumber pelajaran umat muslim. Selain Maryam binti Imran yang disebut secara langsung dalam Al-Qur’an, terdapat kisah perempuan lainnya. Penyebutan mereka menggunakan istilah seperti imra’ah (istri) atau umm (ibu). Masing-masing memiliki kisah dan pelajaran moral yang sangat berharga.
Berikut kisah wanita yang tertulis dalam Al Qur’an :
1. Istri Nabi Adam (Hawa)
Kisah istri Adam AS hadir dalam berbagai ayat seperti QS. Al-Baqarah [2]: 35 dan Al-A’raf [7]: 19–23. Setelah melanggar perintah Allah, mereka menyesal dan memohon ampun. Kisah ini menjadi pelajaran bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk lupa, tetapi Allah Maha Pengampun bagi yang bertobat.
“Keduanya berkata, ‘Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.’” (QS. Al-A’raf [7]: 23)
2. Istri Nabi Nuh عليه السلام
Kisah Istri Nabi Nuh sebagai pelajaran wanita yang kufur meskipun bersuamikan seorang nabi. Ia menolak dakwah suaminya dan termasuk golongan yang ingkar.
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah (perintah) dua hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, tetapi keduanya berkhianat kepada suaminya…” (QS. At-Tahrim [66]: 10)
Kisah ini menjadi peringatan bahwa nasab dan hubungan keluarga tidak bisa menjadi jaminan keselamatan di sisi Allah bila seseorang tidak beriman.
3. Istri Nabi Luth عليه السلام
Kisah istri Nabi Luth yang berkhianat kepada suaminya. Ia berpihak kepada kaum yang durhaka yaitu kaum Sodom yang terkenal dengan perilaku homoseksual.
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah (perintah) dua hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami, tetapi keduanya berkhianat kepada suaminya…” (QS. At-Tahrim [66]: 10)
Meskipun istri dari seorang Nabi Allah, ia tetap menimpa musibah karena perbuatannya.
4. Istri Firaun (Asiyah binti Muzahim)
Asiyah adalah contoh wanita beriman di tengah kekufuran paling besar. Meskipun menjadi istri penguasa zalim seperti Firaun, hatinya tetap tunduk kepada Allah.
“Dan Allah membuat istri Firaun sebagai perumpamaan bagi orang-orang beriman; ketika ia berkata: ‘Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu di surga, dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya…’” (QS. At-Tahrim [66]: 11)
Asiyah menjadi teladan kekuatan iman, keberanian, dan keteguhan seorang wanita dalam menghadapi kekuasaan tiran. Ia lebih memilih kematian dalam keimanan daripada hidup dalam kekufuran.
5. Ibu Nabi Musa AS
Kisah ibu Nabi Musa disebut dalam surah Al-Qashash ayat 7. Ketika Allah mewahyukan kepadanya untuk menghanyutkan bayinya ke sungai Nil demi keselamatan dari tentara Firaun.
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, ‘Susuilah dia, dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai. Janganlah engkau takut dan jangan pula bersedih hati. Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya salah seorang dari rasul.’” (QS. Al-Qashash [28]: 7)
Kisah ini menunjukkan betapa besar keimanan seorang ibu yang rela menyerahkan anaknya kepada kehendak Allah dengan penuh kepercayaan.
6. Saudari Nabi Musa (Miriam)
Kisah saudari Nabi Musa AS yang dengan cerdik mengikuti peti adiknya di sungai Nil. Ia kemudian menawarkan jasa seorang wanita penyusu — yang ternyata adalah ibu kandung Musa sendiri.
Dia (ibu Musa) berkata kepada saudara perempuan Musa, “Ikutilah jejaknya.” Kemudian, dia melihatnya dari kejauhan, sedangkan mereka (pengikut Firʻaun) tidak menyadarinya. (QS. Al-Qashash [28]: 11)
Ia adalah simbol kecerdasan dan keberanian perempuan muda dalam situasi genting, menjadi bagian penting dari rencana Allah yang penuh hikmah.
7. Istri Nabi Ibrahim عليه السلام
Kisah istri Nabi Ibrahim, Sarah dan Hajar disebutkan dalam Al Qur’an.
-
Sarah disebut dalam QS. Hud [11]: 71–73, ketika malaikat memberi kabar gembira bahwa ia akan melahirkan Ishaq meski sudah lanjut usia.
-
Hajar disebut dalam QS. Al-Baqarah [2]: 158. Dari kisahnya lahir tradisi sa’i antara Safa dan Marwah.
Keduanya menggambarkan kesabaran, keimanan, dan peran penting wanita dalam sejarah Islam.
8. Ratu Saba’ (Balqis)
Ratu Saba’ adalah penguasa kerajaan yang makmur dan bijaksana. Setelah menerima surat dari Nabi Sulaiman dan melihat mukjizat kekuasaan Allah, ia akhirnya beriman.
“Ia berkata, ‘Ya Tuhanku, sungguh aku telah menzalimi diriku sendiri, dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam.’” (QS. An-Naml [27]: 44)
Ratu Saba’ menjadi teladan wanita pemimpin yang cerdas, rasional, dan mampu menerima kebenaran setelah mengenal petunjuk.
9. Istri ‘Aziz (Zulaikha)
Dalam kisah Nabi Yusuf عليه السلام, Al-Qur’an menyebut “istri al-‘Aziz” tanpa menyebut namanya (QS. Yusuf [12]: 23–29). Kisah ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an juga menampilkan sisi kemanusiaan dan pertobatan perempuan, bukan hanya keburukan.
Perempuan, yang dia (Yusuf) tinggal di rumahnya, menggodanya. Dia menutup rapat semua pintu, lalu berkata, “Marilah mendekat kepadaku.” Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Sesungguhnya dia (suamimu) adalah tuanku. Dia telah memperlakukanku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung.” (QS. Yusuf [12]: 23)
10. Istri Abu Lahab
Kisah istri Abu Lahab diceritakan “imra’atahu” (istrinya), yakni Ummu Jamil, sebagai wanita yang turut menentang dakwah Rasulullah SAW.
“Dan istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah), yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al-Masad [111]: 4–5)
Kisahnya menjadi pelajaran bahwa permusuhan terhadap kebenaran akan berakhir dengan kehinaan.
Makna Kisah Para Wanita Dalam Al Qur’an
Dari semua kisah tersebut, terlihat bahwa Al-Qur’an menempatkan wanita dalam berbagai peran penting — sebagai ibu, istri, pemimpin, dan individu yang beriman atau sebaliknya. Ada wanita beriman seperti Maryam, Asiyah, dan ibu Musa; ada pula yang kufur seperti istri Nuh, istri Luth, dan istri Abu Lahab.
Penyebutan nama Maryam secara eksplisit, dan penyebutan tokoh-tokoh wanita lain secara implisit, menunjukkan keseimbangan dan kebijaksanaan Al-Qur’an dalam menggambarkan peran perempuan. Mereka bukan sekadar pelengkap kisah, tetapi figur moral, spiritual, dan sosial yang memberikan inspirasi abadi bagi umat manusia.
Dengan demikian, Al-Qur’an menjadikan wanita bukan hanya objek cerita, melainkan subjek pembelajaran tentang keimanan, moralitas, dan keagungan ciptaan Allah. ***
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
