Khazanah
Beranda » Berita » Perilaku Zalim: Perspektif Psikologi dan Dampaknya

Perilaku Zalim: Perspektif Psikologi dan Dampaknya

Ilustrasi kerusakan lingkungan karena keserakahan manusia.
Ilustrasi kerusakan lingkungan karena keserakahan manusia.

SURAU.CO-Secara etimologi, zalim dari kata zhulm. Dalam Mu’jam al-Wasith berarti meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Kata ini juga mempunyai makna dasar kegelapan dan lawan kata cahaya.

Dalam kamus Al-Munjid, kata zhulm berarti sebagai seseorang yang menyukai kemewahan. Kata ini juga bermakna seperti gelapnya malam serta sesuatu yang buruk akibatnya. Selain bermakna aniaya, zhulm juga bermakna meletakkan sesuatu yang bukan pada tempatnya.

Lawan dari cahaya

Dari sudut makna kebahasaan, zhulm itu artinya “gelap,” karena kejahatan menimbulkan kegelapan hati. Dengan demikian, zhulm berarti “orang yang melakukan kegelapan.” Dari pengertian yang berarti gelap, maka kata zhulm menjadi lawan kata dari nur atau cahaya yang juga berarti terang. Pengertian yang demikian itu sesungguhnya erat kaitannya dengan sumber kezaliman itu sendiri, yakni hati yang tidak lagi memiliki nurani atau hati yang gelap.

Menurut pengertian syariat, zalim berarti melewati batas kebenaran dan cenderung kepada kebatilan. Zalim adalah lawan dari adil. Zalim artinya meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya atau melakukan sesuatu tidak semestinya. Kezaliman dapat terjadi jika seseorang melakukan sesuatu yang berlawanan dengan kewajaran. Sesuatu yang tidak wajar itu biasanya bertentangan dengan hukum atau sunah Allah Ta’ala. Jadi, jelas bahwa zalim berarti melakukan sesuatu yang bertentangan dengan sunah Allah Ta’ala.

Dalam Q.S. Al-An’am [6]: 3, Allah berfirman:

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

“Dan Dialah Allah (Yang disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.”

Perilaku yang merusak mental

Kebiasaan berperilaku zalim merusak mental seseorang. Sebab, dengan perilaku ini, ia telah merendahkan atau meremehkan sunnatullah yang pasti menimbulkan akibat negatif bagi dirinya dan lingkungannya. Sikap meremehkan sunnatullah ini termasuk atau mendekati sikap sombong. Tentunya, sikap ini sangat dibenci Allah Ta’ala.

Bentuk kezaliman menurut Ali ibn Abi Thalib

Ali Ibn Abi Thalib r.a. mengatakan bahwa kezaliman terdiri dari tiga bentuk, yakni : kezaliman yang tidak terampuni. Yaitu kezaliman terbesar berupa menyekutukan Allah Ta’ala. Ini adalah pandangan dan kepercayaan yang mengingkari bahwa Allah Ta’ala adalah Maha Esa dan Maha Kuasa. Manusia yang musyrik mengangkat dan mengagungkan sesama alam atau sesama manusia lebih dari semestinya. Syirik disebut sebagai kezaliman karena mempunyai makna menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya dan berdampak merendahkan harkat dan martabat manusia.

Kemudian kezaliman yang tidak boleh terabaikan. Kezaliman ini menyangkut hubungan antara manusia dengan sesamanya. Kezaliman ini tidak boleh terabaikan karena akan berdampak rusaknya seluruh masyarakat. Oleh karena itu, setiap orang berkewajiban mencegah kezaliman dalam masyarakat.

Selanjutnya kezaliman yang terampuni dan tidak akan mendapat tuntutan. Ini berkaitan dengan dosa-dosa kecil. Kezaliman ini terampuni, hal ini karena manusia memang tidak mungkin luput dari kesalahan. Ungkapan dalam bahasa Arab yang berarti “manusia adalah tempat alpa dan lupa” sangat terkenal.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Zalim merendahkan derajat manusia

Zalim terhadap makhluk lain, terutama terhadap manusia, berarti merendahkan derajat manusia yang dizalimi. Manusia sebagai makhluk yang dimuliakan Allah Ta’ala haram direndahkan. Bertindak zalim sama dengan mendekatkan diri pada kekufuran, karena dengan tindakan itu, orang yang berbuat zalim telah menandingi hak Allah Ta’ala sebagai satu-satunya yang berhak bertindak menurut kehendak-Nya. Tindakan menandingi hak Allah Ta’ala inilah yang berlawanan dengan tauhid. Dengan kata lain, zalim pada dasarnya akan mendekatkan diri seseorang kepada syirik.

Dekat pada kekufuran

Bertindak zalim terhadap makhluk selain manusia pun bisa mendekatkan diri pada kufur karena telah melawan sunah Allah. Contohnya perbuatan-perbuatan yang menimbulkan pencemaran pada lingkungan, seperti menebang kayu secara berlebih-lebihan karena terdorong oleh sifat tamak untuk mendapatkan keuntungan yang besar sehingga menimbulkan ketidakseimbangan ekologi.

Perbuatan zalim seperti ini sama dengan “Playing God”, yang boleh berkemauan seenaknya sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan orang atau makhluk lain. Hal ini jelas akhirnya akan termasuk syirik atau paling tidak menjauhkan diri seseorang dari sikap tauhid yang istiqomah. Allah berfirman:

“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (Q.S. Al-Anfaal [8]: 25).

Perilaku menyimpang dalam Islam

Berbuat kezaliman mengakibatkan jauhnya seseorang dari sifat adil dan belas kasihan terhadap sesama makhluk, bahkan berbuat tidak adil terhadap dirinya sendiri. Orang zalim ini tidak akan mampu hidup dalam lingkungan yang masih sangat memegang nilai-nilai kemanusiaan dan hukum. Allah telah menyediakan balasan bagi orang yang zalim, yaitu siksa yang abadi karena murka dan laknat-Nya, sesuai dengan firman Allah:

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim yang telah Kami binasakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya). Maka tatkala mereka merasakan azab Kami, tiba-tiba mereka melarikan diri dari negerinya.” (Q.S. Al-Anbiyya [21]: 11-12).

Kemungkaran dan kezaliman hendaknya terhapus keberadaannya. Karena itu, kita wajib memeranginya sesuai dengan kesanggupan yang kita miliki. Rasulullah  bersabda:

“Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia ubah dengan tangannya. Kalau tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan kalau tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”

Jika umat diam saja serta rela terhadap semua itu dan tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar, maka berhati-hatilah dan waspadalah karena berbagai cobaan, bencana, dan kerusakan akan menimpa semua. Hancurnya kewibawaan umat, amburadulnya kondisi politik, serta porak-porandanya kondisi ekonomi merupakan akibat buruk yang dapat dialami secara bersama-sama, akibat kelalaian dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap kemungkaran yang kerap terjadi di kehidupan ini.

Termasuk dosa besar

Dalam ajaran Islam, perbuatan zalim ini sangat dilarang. Ia termasuk dosa besar karena zalim dapat merusak kehidupan manusia, baik secara jasmani ataupun rohani. Maka dari itu, Allah Ta’ala langsung membalas dosa zalim di dunia sebelum Allah balas di akhirat. Lebih-lebih lagi jika orang yang terzalimi itu adalah orang terdekat, seperti keluarga, teman, tetangga, dan sebagainya, sebagaimana sabda Rasulullah :

“Hendaklah kamu menakuti doa orang yang terzalimi, karena tidak ada hijab di antaranya dengan Allah.”

Doa orang yang terzalimi tak terhijab dan sampai pada  Allah Ta’ala. Oleh karena itu, kita mesti berhati-hati dalam melakukan tindakan apa pun. Jangan sampai perilaku kita menzalimi makhluk Allah Ta’ala, karena hukumannya akan langsung berlaku , cepat atau lambat.

Perspektif psikologi

Kezaliman merupakan suatu sikap atau tindakan yang tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya. Kezaliman dapat terjadi salah satunya karena ketidaktepatan seseorang dalam meletakkan emosi, atau dapat dikatakan bahwa kezaliman timbul karena tidak adanya tanggung jawab secara emosi.

Salah satu contoh, yaitu ketika marah. Ketika marah mengontrol dan mengepung manusia, ia  mengambil bentuk dan menyingkirkan hambatan yang mencegahnya memasuki wilayah kemauan. Kemudian, ia merangsang yang bersangkutan untuk merugikan lawannya tanpa pertimbangan. Kecenderungannya ingin menjatuhkan orang lain melalui tindakan provokasi, permusuhan, dan perusakan. Hampir semua daya positif insani tidak dapat teraktualisasi jika kemarahan muncul.

Marah yang terus-menerus dapat berubah menjadi sebuah kebencian, dan kemudian kebencian yang sangat dapat berubah menjadi dendam. Jika perasaan ini selalu dan seterusnya melekat pada diri seseorang, maka pintu untuk berbuat kezaliman akan terbuka karena seseorang yang mendendam akan merasa puas jika dendamnya itu sudah terbalas.

Perasaan sedih tidak pada tempatnya

Contoh lain adalah perasaan sedih. Kesedihan yang tidak pada tempatnya dapat menjerumuskan seseorang pada tingkat keputusasaan. Seringkali, keputusasaan mengakibatkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Seperti yang kita ketahui, bunuh diri sudah tergolong tindakan yang menzalimi diri sendiri.

Menurut psikoanalisa, manusia memiliki struktur kepribadian yang terdiri dari id, ego, dan super-ego. Id ini beroperasi berdasarkan prinsip kesenangan, yaitu berusaha memperoleh kesenangan dan menghindari rasa sakit. Jadi, id inilah yang merupakan faktor pendorong manusia untuk berbuat kezaliman.

Pengaruh lingkungan

Kezaliman pada diri seseorang juga dapat timbul karena adanya pengaruh yang kuat dari lingkungan. Lingkungan yang terdominasi oleh perbuatan zalim secara tidak langsung dapat membawa seseorang pada perbuatan zalim. Jika kita dihubungkan dengan aliran-aliran yang ada dalam psikologi, hal seperti ini dapat ditinjau dari sudut pandang behaviorisme.

Menurut pandangan psikologi Islam, pada dasarnya manusia itu baik, karena dalam proses penciptaannya, ruh Ilahi langsung Tuhan hembuskan padanya. Oleh sebab itu, perbuatan zalim yang manusia lakukan sejatinya adalah perbuatan yang menyimpang dari akal sehat.(St.Diyar)

Referensi : Muhammad Harfin Zuhdi, Hadis-Hadis Psikologi, 2019.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement